Sukses

FimelaMom

Stres saat Hamil Bisa Mempengaruhi Janin di Kandungan, Ini Penjelasannya

Fimela.com, Jakarta Masa kehamilan, yang sering disebut sebagai golden period, adalah waktu sakral penuh keajaiban. Di balik kebahagiaan menanti buah hati, calon ibu juga menghadapi berbagai tantangan. Perubahan hormon dan tekanan psikologis sering kali menjadi pemicu munculnya stres.

Ketika tekanan tersebut berkembang menjadi stres berkepanjangan atau kronis, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh sang ibu. Janin yang sedang tumbuh di dalam rahim juga bisa terpengaruh oleh kondisi emosional ibu. Hal ini menjadikan kesehatan mental ibu hamil sama pentingnya dengan kesehatan fisik.

Para ahli kandungan dan psikologi perkembangan janin menegaskan adanya koneksi kuat antara kondisi ibu dan janin. Hubungan ini bukan sekadar mitos, melainkan memiliki dasar ilmiah yang jelas. Karena itu, menjaga ketenangan dan keseimbangan emosi selama hamil menjadi hal yang sangat penting.

Bagaimana Stres Ibu Tersalurkan ke Janin?

Saat seorang ibu hamil mengalami stres, tubuhnya akan memproduksi hormon kortisol sebagai respons alami. Kortisol dikenal sebagai hormon "fight or flight" yang membantu tubuh menghadapi tekanan. Namun, jika stres berlangsung lama, kadar kortisol dalam darah ibu bisa meningkat signifikan.

Hormon kortisol yang berlebihan dapat melintasi sawar plasenta dan mencapai janin. Meski biasanya jumlahnya terkontrol, paparan stres berat membuat kadar hormon ini lebih tinggi. Kondisi tersebut dapat memengaruhi keseimbangan tubuh janin sejak dalam kandungan.

Selain itu, stres juga menyebabkan peningkatan detak jantung dan tekanan darah ibu. Perubahan ini berdampak pada aliran darah dan oksigen yang seharusnya optimal untuk janin. Akibatnya, lingkungan rahim ikut terpengaruh dan dapat memengaruhi perkembangan otak serta sistem saraf si kecil.

Dampak Stres pada Perkembangan Janin

Dampak dari stres kronis pada ibu hamil bervariasi, tergantung pada intensitas stres dan usia kehamilan saat paparan terjadi. Beberapa penelitian menunjukkan adanya korelasi antara stres prenatal dengan kondisi berikut pada anak di kemudian hari:

1. Gangguan Perkembangan Otak dan Saraf

Paparan kortisol yang tinggi dapat memengaruhi perkembangan area otak yang bertanggung jawab untuk regulasi emosi dan respons stres. Anak yang ibunya mengalami stres berat saat hamil berisiko lebih tinggi menunjukkan temperamen yang lebih sulit, lebih reaktif, atau memiliki kesulitan dalam mengatur emosi.

2. Risiko Kelahiran Prematur dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Stres dapat memicu pelepasan hormon yang bisa menyebabkan kontraksi uterus. Dalam beberapa kasus, stres berat dikaitkan dengan peningkatan risiko persalinan prematur dan kondisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).

3. Perubahan Pola Tidur dan Temperamen Bayi

Beberapa studi mengamati bahwa bayi yang lahir dari ibu yang sangat stres saat hamil cenderung memiliki pola tidur yang terganggu dan lebih rewel. Mereka mungkin juga menunjukkan tingkat kecemasan yang lebih tinggi saat berhadapan dengan hal baru.

4. Potensi Masalah Kesehatan Jangka Panjang

Meskipun masih perlu penelitian lebih lanjut, beberapa bukti menunjukkan bahwa stres prenatal yang signifikan dapat memengaruhi pengaturan hormon dan metabolisme janin, berpotensi meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti alergi, asma, hingga masalah kardiometabolik di masa dewasa.

Kehamilan adalah perjalanan yang membutuhkan perawatan holistik, bukan hanya fisik, tetapi juga mental dan emosional. Dengan mengelola stres secara efektif, dirimu tidak hanya menjaga kesehatan, tetapi juga memberikan fondasi terbaik bagi perkembangan janin di dalam kandungan.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading