Sukses

Lifestyle

Setelah 20 Tahun, Rasa Penasaran Berujung Kehilangan Ayah Biologis

Fimela.com, Jakarta Tidak mudah hidup dalam kenyataan pahit karena masa lalu orangtua. Apalagi perpisahan ibu dan ayah adalah satu dari sekian banyak masa lalu yang mengerikan bagi seorang anak.

Ayah dan ibunya sudah lama berpisah sejak Alexis Madson lahir. Ia tidak pernah benar-benar mendapat kesempatan untuk tahu siapa sosok ayah dalam hidupnya. Namun keluarganya selalu memuji sosok ayah yang tidak ia kenal.

"Kita tidak seharusnya bersama," kata mereka.

Kalimat inilah yang membuat Alexis paham dan tidak pernah merasa kebencian karena tidak ada kontak dengan sang ayah. Meski demikian, selalu ada kesedihan yang membayang.

"Apakah dia memikirkan saya? Apakah dia ingat hari ulang tahun saya atau berapa umur saya? Apakah dia merindukan saya," kata Alexis.

Mencoba menghubungi

Alexis telah melalui banyak momen kemenangan dalam hidupnya. Lagi-lagi ia pun berharap sang ayah ada di sana. Melihat salah satu dari deretan kesuksesan yang Alexis raih.

Ketika berusia 20 tahun, Alexis berusaha memberanikan diri untuk menghubungi sang ayah. Ia telah memiliki nomor yang ia yakini adalah nomor ayahnya sejak ibu memberikannya di usia 16 tahun.

Pesan singkat yang dikirimkan dibalas sesuai harapan.

"Iya. Siapa ini?"

Bulan-bulan berlalu dan pasangan ayah dan anak ini berkomunikasi dengan intens. Bahkan ia dan tunangannya pun mengunjungi sang ayah. Mereka duduk di seberang meja satu sama lain dan menceritakan kisah dari 20 tahun terakhir.

Sang ayah menuturkan bahwa Alexis memiliki keluarga baru untuk dicintai. Ia telah menunggu Alexis untuk menghubunginya dan kapanpun dibutuhkan ia akan selalu hadir. Ini yang Alexis impikan sepanjang hidupnya. Memiliki sosok ayah yang seutuhnya.

 

Hilang tiba-tiba

Namun empat bulan kemudian, Alexis berusaha menghubungi ayahnya dan hanya dijawab oleh pesan suara. Ia menunggu tiga hari, mengirim SMS dan tetap tidak menerima tangapan. Ia menunggu seminggu, dua minggu dan mengirimkan SMS dan tidak ada tanggapan lagi.

Setelah sebulan berlalu barulah Alexis menceritakan semua ke sang ibu. Dia bingung dan bersama-sama kami menunggu lebih lama. Setelah satu setengah bulan, Alexis mengirimkan salah satu teks tersulit yang pernah ia buat.

"Hei. Saya melihat apa yang terjadi di sini. Meskipun saya kesal karena Anda tidak berbicara dengan saya, saya ingin Anda tahu bahwa saya senang bertemu dengan Anda. Aku berharap kita bisa menjalin hubungan, tapi kurasa tidak. Aku akan baik-baik saja tanpamu. Aku tidak membutuhkanmu selama bertahun-tahun ini, dan aku tidak membutuhkanmu sekarang. Saya harap Anda memiliki kehidupan yang baik. Selamat tinggal."

Tidak ada tanggapan.

Ada kemarahan, penyangkalan, pembenaran, dan kemarahan lainnya yang berujung pada kesedihan. Bahkan Alexis masih bisa membayangkan ayahnya sedang dalam perjalanan tanpa sinyal.

 

Menyadari ada yang salah

Seiring berjalannya waktu, ia menyadari tidak akan pernah tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Yang paling menyakitkan bagi Alexis adalah ia tidak memiliki akhir yang baik. Hanya ucapan 'selamat tinggal' darinya tanpa ada balasan apapun.

Ia menyadari harus mencari penutupan sendiri. Sekaligus ia harus berusaha memahami mengapa seseorang bisa melakukan hal seperti ini.

Bagian yang terburuk adalah Alexis menghabiskan waktu bertahun-tahun apakah orang tersebut benar-benar peduli. Sungguh menakjubkan bagaimana sesuatu yang begitu singkat bisa sangat menyakitkan.

Ayah empat bulan yang dia miliki menjadi salah satu pemicu kekacauan pikiran yang terjadi.

"Tidak ada gunanya bersedih karena beberapa orang mengalami hal-hal yang jauh lebih sulit dalam hidup, dan hidup saya sangat sepele," katanya dalam hati.

 

Tetap bangga dengan dirinya sendiri

Namun Alexis sadar itu tidak sepenuhnya benar. Ia belajar melalui bahwa tidak apa-apa untuk bersedih, meski itu terdengar konyol. Kesedihan adalah emosi dasar manusia dan perasaan itu bagian dari hidup.

"Akankah saya sedih karena ayah kandung saya tidak menghadiri wisuda saya? Iya. Tapi apakah saya akan baik-baik saja? Iya," katanya lagi.

Meskipun ia tidak memaafkan cara pengecut sang ayah, Alexis memahami bahwa dia belum menjadi ayah selama 20 tahun. Tiba-tiba memiliki anak perempuan yang sudah dewasa pasti menakutkan.

Alexis akhirnya mengambil sikap diam saat menyadari bahwa ayahnya tidak siap menjadi seorang ayah. Meskipun ia tidak pernah menemukan akhir yang baik dengan sang ayah, ia percaya bahwa waktu yang bisa menyembuhkan luka.

Terlepas dari apakah ayahnya ada dalam hidupnya atau tidak, ia akan terus bangga dengan siapa dirinya dan apa yang ia lakukan. Alexis cukup bangga dengan pencapaiannya sendiri untuk dirinya dan sang ibu.

Simak video berikut ini

#changemaker

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading