Anak Ingin Selalu Menjadi Perfeksionis? Kenali 5 Penyebabnya

Fimela.com, Jakarta Setiap anak tentu ingin berprestasi dan membanggakan orangtuanya. Namun, ada kalanya anak menaruh standar yang sangat tinggi pada dirinya sendiri, hingga sulit merasa puas dengan apa yang telah ia capai. Kondisi ini dikenal sebagai perfeksionisme.

Anak perfeksionis biasanya takut gagal, sering mengkritik diri sendiri, bahkan bisa menunda tugas hanya karena takut hasilnya tidak sempurna. Jika tidak ditangani dengan tepat, perfeksionisme dapat berdampak pada kesehatan mental, rasa percaya diri, hingga hubungan sosial anak.

Dilansir dari Mental Health Center Kids, perfeksionisme pada anak tidak terjadi begitu saja. Ada faktor bawaan seperti kepribadian, dan ada pula faktor eksternal seperti pola asuh orangtua, tekanan akademis, hingga pengaruh lingkungan sosial. Dengan memahami penyebabnya, orangtua bisa lebih peka dalam mendampingi anak agar tumbuh sehat secara emosional.

TERKAIT: 6 Kebiasaan Unik yang Bisa Menandakan Anak Punya IQ Tinggi

TERKAIT: Dari Bali Girl, Jennifer Bachdim Tampil Modis Jadi Cowgirl di Texas dalam Balutan Winter Look

TERKAIT: 5 Ucapan Orangtua yang Justru Membuat Anak Susah Diatur

1. Pola Asuh yang Terlalu Menekankan Prestasi

Orangtua tentu ingin anaknya sukses. Namun, bila apresiasi hanya diberikan ketika anak meraih hasil sempurna, anak bisa merasa nilai dirinya hanya bergantung pada prestasi. Kritik yang terlalu keras saat anak gagal juga bisa menumbuhkan rasa takut untuk mencoba hal baru. Lama-kelamaan, anak akan menekan dirinya agar tidak pernah salah, hingga terbentuk sifat perfeksionis.

2. Kepribadian dan Karakter Anak

Beberapa anak memang lahir dengan sifat yang teliti, berhati-hati, dan punya keinginan kuat untuk menyenangkan orang lain. Menurut Mental Health Center Kids, anak dengan karakter seperti ini cenderung menetapkan standar sangat tinggi untuk dirinya sendiri. Mereka merasa gagal jika tidak memenuhi standar itu, meskipun pencapaiannya sebenarnya sudah baik.

3. Tekanan dari Sekolah dan Akademik

Lingkungan sekolah yang kompetitif sering kali membuat anak merasa dituntut untuk selalu meraih nilai sempurna. Apalagi jika guru atau sistem pendidikan lebih fokus pada hasil akhir ketimbang proses belajar. Anak bisa merasa tidak boleh melakukan kesalahan sekecil apa pun, sehingga sekolah bukan lagi tempat yang menyenangkan, melainkan sumber stres.

4. Pengaruh Teman Sebaya

Tidak hanya dari rumah dan sekolah, tekanan juga bisa datang dari pertemanan. Anak yang berada di kelompok yang kompetitif bisa merasa harus terus unggul agar tetap diterima. Rasa takut kalah atau dibandingkan dengan teman sebaya membuat anak lebih keras pada dirinya sendiri dan semakin rentan menjadi perfeksionis.

5. Ekspektasi Sosial dan Lingkungan Sekitar

Budaya masyarakat yang sering mengagungkan kesuksesan juga memengaruhi cara anak memandang dirinya. Anak bisa berpikir bahwa dirinya hanya berharga jika selalu berprestasi. Ekspektasi sosial yang tinggi ini membuat anak sulit menikmati proses belajar, karena mereka lebih fokus pada hasil akhir dan takut gagal di mata orang lain.

Membantu Anak Belajar Menerima Kegagalan

Perfeksionisme pada anak memang sering terlihat seperti motivasi untuk berprestasi, tetapi jika berlebihan justru berdampak buruk pada kesehatan emosional dan perkembangan sosial. Anak bisa jadi lebih mudah stres, sulit percaya diri, dan enggan mengambil risiko.

Dengan mengetahui penyebabnya, orangtua dapat lebih bijak dalam mendampingi. Mulailah dengan memberi apresiasi pada usaha anak, bukan hanya hasil. Ajak anak memahami bahwa kesalahan adalah bagian wajar dari proses belajar. Dengan begitu, anak bisa tumbuh dengan rasa percaya diri yang sehat, berani mencoba hal baru, dan lebih bahagia dalam menjalani hidupnya.

Penulis: Siti Nur Arisha