Cerita Cinta, Alena Wu dan Popo Fauza

Musa Ade diperbarui 19 Mar 2016, 12:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Sebuah ruangan di salah satu hotel di Malang, Jawa Timur, siang itu terlihat ramai pada 2002. Tak seperti hari-hari biasanya, suasana ruangan itu tampak meriah. Rupanya, hari itu ada penampilan Popo Fauza bermain piano reguler. Saat dimsum, pandangan Popo terarah pada seorang lelaki bersama seorang gadis, Alena Wu. Mereka ternyata ayah dan anak.

***

Saat Popo sedang bermain piano, ayah gadis itu menghampirinya. Usai main, lelaki itu mengajak ngobrol. Ia lalu memperkenalkan Popo kepada anak gadisnya,  Caroline Gunawan, sekarang bernama Alena. Ayah gadis itu kemudian meminta agar Popo mengajari Alena bermain piano.

"Saya diminta untuk belajar piano. Piano jazz itu kayak gimana," kenang wanita kelahiran Malang, Jawa Timur, 9 November 1981 kepada  dari Bintang.com, di kediamannya kawasan Serpong, Tangerang, Banteng, Kamis (17/3/2016).

Saat itu, Popo baru saja selesai menuntut ilmu dari  Box Hill College of Music, Melbourne, Australia, pada 1993. Pada pertemuan pertama itu, Alena dan Popo belum punya perasaan apa-apa satu sama lain. Apalagi, Popo sudah memiliki pacar. Perbedaan usia di antara mereka terpaut jauh, 11 tahun. Alena sendiri masih berumur 16 tahun.

"Setelah pertemuan itu, saya jadi guru dia selama beberapa bulan," terang Popo. "Saya maunya panggil dia koko, tapi dia enggak mau. Dia anti dipanggil kakak-kakak begitu," sambung Alena.

Suatu hari, Popo datang ke rumah Alena untuk mengajar piano. Namun, saat itu Popo tak datang sendiri. Ia datang bersama ceweknya. Mereka lalu saling berkenalan.

"Ceweknya saat itu seorang model di Malang. Aku juga sempat dikasih brosur untuk ikut modeling," kenang Alena. "Ya, udah kami pisah ketemu lagi, pisah ketemu lagi. Karena saat itu Popo ngamennya di mana-mana, di Bali, Kalimantan, Lombok. Anehnya, saat aku butuh belajar piano, saat aku telepon dia, dia selalu ada," lanjut Alena.

 

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Tak Ada Kriteria

Hubungan mereka ternyata terus berlanjut saat mereka tinggal di Jakarta. Hubungan mereka pun tambah dekat. Namun, Alena sudah memiliki cowok. "Kok, pacarnya jelek begini ya? Masih mending saya," komentar Popo ngakak saat itu.

Saat hendak tampil di sebuah gereja, Popo kemudian menghubungi Alena lewat telepon.

"Kamu gerejanya di mana ya?" tanya Popo. "Aku mau tampil di gereja," jelas Popo.

Mereka akhirnya bertemu. Alena mengenalkan cowoknya ke Popo. Beberapa lama kemudian, Alena putus dengan cowoknya. Sejak itu Popo mulai dekat dengan Alena.

Tanpa disangka, tiba-tiba suatu hari tawaran untuk membuat demo menghampiri mereka. Tawaran itu datang dari Universal Music Indonesia. Mereka menerima tawaran itu karena sudah terbiasa dengan dunia musik. Setelah selesai, demo tersebut diserahkan kepada pihak label.

"Saat diberi, mereka langsung suka. Kita juga harus menyiapkan satu album. Kami perlu waktu yang intens untuk selalu bertemu. Setelah itu, hubungan kami jadi makin dekat," ungkap Popo.

Menurut Alena, pembuatan album perdana itu tergolong aneh. Karena saat pembuatan, ia tak ada di Indonesia. Alena harus menjalani operasi lutut yang kedua di Polandia. Saat tiba di Polandia, ternyata operasinya tak jadi, sementara Popo menunggu dengan setia. Meski kondisi tempurung lutut gadis itu sering keluar, tapi Popo menerima Alena apa adanya.

"Popo nungguin aku sampai sebulan. Dia bikinnya ngebut. Pas aku pulang dari Polandia, aku baru nyanyi," kata peraih medali emas dalam ajang Choir Olimpiade LINZ-Austria dengan Elfa's Singers.

Alena sendiri tak punya kriteria soal cowok.  Baginya, yang terpenting feeling dan chemistry. Popo suka Alena, begitu pun sebaliknya. Akhirnya mereka sepat untuk jalan bersama.

"Secara resmi kapan kami pacaranya, kami enggak tahu. Yang jelas kami pacaran selama empat tahun," jelas Alena.

Setelah merasa cocok Alena Wu dan Popo Fauza akhirnya melanjutkan komitmennya ke arah yang lebih serius. Keseriusan hubungan itu ditandai dengan lamaran. Di mata Popo, Alena gadis yang tak neko-neko, sedangkan bagi Alena, Popo sosok yang menerima apa adanya.

"Aku punya radar, aku lihat dia itu orangnya nggak neko-neko. Aku itu pernah pacaran beberapa kali. Saat bertemu dia, aku lihat, oh ya, dia memang enggak neko-neko. Maksudnya, saat saya tanya di mana, dia bilang berada di rumah. Itu memang benar-benar di rumah, enggak di bioskop atau di mana. Aku makin kuat. Oh ya, ini benar-benar bisa diajak serius, nih. Suatu titik akhirnya aku memutuskan untuk melamar dia," papar Popo.

"Popo itu menanti aku agak lama. Setahun pertama, dia seperti menggantung. Sampai lagunya bagus-bagus. Di album pertama itu, banyak kata-kata 'menunggu'. Hahaha," sambung Alena.

3 dari 3 halaman

Bahagia Pernikahan dan Anak

Namun, sebelum melamar setahun pertama hubungan mereka seperti menggantung. Selama pacaran ia tak pernah memutuskan pacar. Tapi justru pacarnya yang memutuskan Alena hingga membuatnya sakit hati.  Alena sendiri seperti tak percaya dengan kondisi itu. Bahkan, saat ribut dengan pacarnya, ia selalu mencatatnya dalam buku. 

Bagi Popo, hal terberat dalam menjalin hubungan dengan Alena adalah saat ia harus meyakinkan orang tua Alena, terutama ayahnya. Saat itu ada anggapan bagaimana seorang musisi bisa hidup. "Saat itu seorang musisi tidak jelas penghasilan akhir bulannya. Selain aku masih 'mengamen'.  Kedua, perbedaan usia yang jauh," kata Popo.

Perasaan Popo campur aduk, antara haru, senang saat pemberkatan pernikahannya yang berlangsung di sebuah restoran di kawasan Mahakam, Jakarta Selatan. Baginya, pemberkatan ini merupakan lembaran baru dalam hidupnya. Ia akan hidup bareng dengan perempuan yang menjadi pilihannya.

"Itu merupakan hari yang paling bahagia dalam hidup aku.  Karena saat masih kecil sudah ingin pacaran dan menikah. Bagi aku, menikah dengan Popo merupakan anugerah," jelas Alena.

"Pastur saya pesan, kamu pasti merasakan suatu yang luar biasa. Pesan saya, perasaan ini harus diingat. Perasaan itu dikeluarkan saat kamu ada masalah, ada konflik, tolong diingat kembali perasaan kalian saat ini. Bagi saya itu pesan yang powerfull banget," lanjut Alena.

Setelah menikah, mereka sepakat untuk menunda untuk memiliki momongan. Mereka ingin berbulan madu dulu. Maklum, saat berpacaran mereka banyak wara-wiri. Dari Puri Indah, Jakarta Barat, ke Karawaci, Tangerang. Apalagi, saat pacaran mobil kehabisan bensin, hingga mobil mogok. 

"Aku senang banget saat nikah. Karena tidur bareng, bangun tidur ada Po. Kami juga makan bareng. Bahkan enam bulan pertama pernikahan, aku sempat gemuk," ujar Alena.

Setelah menunda selama lima tahun, kebahagiaan mereka terus bertambah. Mereka dikaruniai seorang anak yang diberi nama Neo Kolla Fauza. Kehadiran anak, jadi cermin bagi Alena. Kenapa?

"Karena kalau ada anak, kadang kita bisa emosi. seharusnya kita harus mundur, lalu bertanya mengapa harus marah. Oh, mungkin, waktu kecil aku merasa dikontrol oleh orang tua, tapi sekarang aku dikontrol oleh anak. Jadi, orang tua memang kesempartan terbaik untuk belajar, tapi itu memang capek banget. Aku juga ikut parenting course. Aku juga tidak memanjakan anak. Banyak peraturan yang penting buat dia untuk melatih diri," papar Alena.

Parengting course itu buat kita belajar bahwa anak itu tidak ada yang nakal. Jika anak bandel di rumah saat kita sedang kerja, itu artinya anak sedang mencari perhatian kepada orang tuanya. "Tugas kita adalah bagaimana ngajarin anak bagaimana cara mencari perhatian yang baik," jelasnya. Karena Tuhan maha kasih, maka aku selalu mengajarkan dia agar selalu mengasihi orang lain dan berempati," tegas  Alena Wu.