Pakai Data Kartu Kredit, YLKI Nilai DJP Terlalu Eksploitatif

Karla Farhana diperbarui 01 Apr 2016, 08:53 WIB

Fimela.com, Jakarta Wajib pajak orang pribadi tahun ini memang menjadi perhatian dan fokus utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pasalnya, dilansir dari salah satu media nasional, realisasi penerimaan wajib pajak orang pribadi masih sangat rendah. Pada tahun lalu saja, realisasinya baru mencapai Rp 9 triliun. 

Untuk itu, DJP Kemenkeu berencana akan menggunakan data dari berbagai pihak untuk penerimaan pajak. Seperti yang dikatakan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro kepada media nasional lain, untuk bisa mengumpulkan pajak harus menggunakan data. Data tersebut bisa diperoleh dari berbagai sumber, seperti kartu kredit. 

"Jadi kita masih butuh akses data yang lebih banyak itu aja, termasuk Kominfo, termasuk perbankan, pokoknya segala macam. Perbankan kan tidak harus rekeningnya. Bisa pemakaian kartu kredit. Itu kan sesuatu yang bisa kita akses, sebetulnya," kata Bambang, Selasa (29/3/2016).

Namun, menurut ayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) DJP justru terlalu eksploitatif terhadap masyarakat konsumen. YLKI menganggap ada subjek pajak lain yang lebih besar potensinya dibandingkan dengan data kartu kredit. 

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi juga mengatakan, Dirjen Pajak kurang kreatif dalam menggali potensi pendapatan pajak, selain dari pajak konsumsi yang kecil-kecil. "Karena merasa dikit-dikit dipajekin. DJP terlalu eksploitatif. Jadi banyak subjek pajak yang potensinya lebih besar, tapi tidak digali secara serius. Ini semacam Dirjen Pajak kurang kreatif dalam menggali potensi pendapatan pajak, selain dari pajak konsumsi yang kecil-kecil," jelasnya. 

What's On Fimela