Editor Says: Mengukur Kadar Sayang Lewat Pemberian Kulit Ayam

Febriyani Frisca diperbarui 09 Sep 2016, 12:28 WIB

Fimela.com, Jakarta Tak dimungkiri jika panganan berbahan dasar kulit ayam di Indonesia merupakan salah satu kuliner paling digemari oleh warganya. Terbukti dari restoran olahan ayam yang menjamur di setiap sudut kota. Mulai dari ayam yang digoreng dengan bumbu rahasia perusahaan hingga ayam yang dibakar api cemburu. Eh~

Setiap orang pasti punya olahan favorit untuk disantap sampai gigitan terakhir. Pun bagian tubuh ayam yang menjadi kesukaan. Dari sekian banyak bagian tubuh ayam, ada satu bagian yang bisa dibilang menjadi primadona bagi sebagian besar orang. Di dunia. Apakah itu?

Jawabannya bukan daging ,bukan tulang, melainkan kulit ayam. Yuhuuu~ Tak ada data pasti memang tentang berapa banyak orang di Indonesia yang menjadi FBKL (Fans Berat Kulit Ayam). Namun, percayalah, bagaikan sampul buku, kulit ayam adalah sebaik-baiknya cover yang Tuhan ciptakan di muka bumi ini. Teksturnya yang kenyal mampu memesona setiap lidah yang mengecapnya. Termasuk saya.

Jika kulit ayam memiliki kenikmatan sedemikian rasa, lantas, relakah kamu membaginya ke orang lain meski hanya secuil saja? Hmmm... Kalau saya, sih, EXACTLY NO! Hehehe. Ya, menjadi pelit untuk kulit ayam rasa-rasanya sah-sah saja untuk dilakukan. Mengingat kulit ayam nggak sampai ¼ bagian dari ayam itu sendiri. Apalagi kalau kulit ayamnya kulit ayam tepung K*C. Beuh!

Keberadaan kulit ayam sendiri sempat menjadi perbincangan di media sosial sejak lama. Di mana para netizen mengakui jika mereka tak rela berbagi kulit ayam ke orang yang mereka sayang sekalipun. Bahkan, beberapa dari mereka lebih ikhlas lahir batin jika daging ayamnya dimakan oleh orang lain daripada kulitnya.

Lebih parah lagi, ada yang menjadikan kerelaan seseorang membagi kulit ayam sebagai tolok ukur kasih sayang, dengan aturan main, si ‘lawan’ juga seorang penggila kulit ayam tentunya. Ironisnya, dari sekian banyak orang yang demikian, hal tersebut juga terjadi pada saya. Huft. Dangkal memang, tapi inilah yang terjadi. 

Beberapa penelitian menyebutkan jika kulit ayam yang juicy dan lezat itu mengandung sejumlah lemak tak jenuh dan sehat di dalamnya. Dikutip dari Scmp.com, menurut Harvard School of Public Health, bahkan, sebagian besar lemak di kulit ayam ialah lemak tak jenuh. Dengan mengonsumsi lemak tak jenuh diyakini bisa menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah yang buruk.

Tapi, di sisi lain, kulit ayam bisa menjadi bomerang, di mana si kenyal gurih berperan sebagai ‘pintu masuk’ berbagai macam penyakit mengingat ayam-ayam kini melalui proses penyuntikan untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan peternak. Sebut saja suntik hormon dan antibiotik dalam dosis yang nggak wajar.

Sialnya, bahan kimia apapun yang dimasukkan ke dalam tubuh ayam, nantinya akan disimpan dalam lemak, termasuk lemak yang ada di bawah kulit. Hmm...Hal ini lah yang akan menjadi bom waktu di kemudian hari dalam bentuk penyakit. Seram juga, sih. Tapi gimana, dong, Gaes? Ibarat Alex Turner lagi di atas panggung sambil main gitar, pesonanya nggak akan pernah bisa gagal untuk dinikmati dari segala arah. Beuh! Khan maen dah!

Ngomong-ngomong soal Alex Turner, kenapa ya dia putus sama Alexa Chung? Padahal kelihatannya udah match as perfect couple benget gitu. Ya namanya juga nggak jodoh, ya.. Mau diapain lagi~ Oke skip! Next!

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Kulit Ayam adalah Identitas

Balik lagi ke kulit ayam. Ibarat menjadi idola, kulit ayam seakan memiliki fans di berbagai belahan dunia. Saya sih yakin, dari Amerika Serikat, negara adikuasa, sampai pulau yang penghuninya bisa dihitung pakai jari, pasti ada beberapa di antaranya yang mencitai kulit ayam lebih dari apapun.

Bahkan, tanpa alasan yang prinsipil, beberapa orang rela memperebutkan kulit ayam dengan sesama pecinta. Hmmm padahal memperebutkan peringkat atau IPK tinggi di kelas lebih worth it dibanding memperebutkan kulit ayam. *mendadak kontradiktif*

Kenikmatan kulit ayam pula rupanya telah membuat saya terlena hingga membayangkan mereka ada di kehidupan berikutnya. Ya, saya pernah berkhayal lebih jauh mengenai makanan-makanan apa saja yang nantinya akan saya jumpai di surga sana. Mmm itu juga kalau masuk surga, sih. Setelah nasi bebek madura dan mie ayam, di urutan ke-3 saya menobatkan kulit ayam untuk masuk ke dalamnya.

Bagai belahan jiwa, saat saya jajan makanan yang menjadikan ayam sebagai menu utama atau topping, saya selalu minta ekstra kulit ayam. Bahkan, saya rela membayar lebih untuk mendapatkannya memenuhi mangkuk atau piring saya. Sebut saja soto ayam di Jalan Raya Bogor dekat lampu merah Jalan Juanda, Depok. 

Untuk bisa menikmati soto ayam plus kulit yang memenuhi mangkuk, saya harus rela bangun pagi agar tak kehabisan. Persediaan kulit yang sedikit dan peminat yang tak sebanding membuat saya harus berjuang untuk mendapatkannya. Penjualnya mungkin sudah hafal dengan menu pesanan saya kalau berkunjung di sana. Sekeren itu kulit ayam sampai bisa membuat identitas pada diri saya di mata orang lain. Cadas!

Di keluarga saya sendiri, yang menyukai kulit ayam hanya saya seorang. Entah karena alasan apa, saya bagaikan pemenang tunggal ketika ibu saya memasak olahan ayam dan anggota keluarga saya yang lain menyisihkan bagian kulit di pinggiran piring. Dengan senang hati, mereka memberinya kepada saya dan langsung saja saya sikat, Saudara-saudaraaa!

Well, dari tulisan Editor Says kali ini, bagi kalian FBCK, kalian nikmati saja kulit ayam yang kalian miliki. Jangan berharap lebih pada sesama pecinta kulit ayam untuk diberi. Sebab, bagi saya pribadi, siapapun kamu, nggak akan pernah bisa mendapatkan kulit ayam meski hanya secuil kuku. Bodo amat dianggap nggak sayang sama pacar sendiri, yang penting 'hartaku' nggak masuk ke perut orang yang salah. :)

Febriyani Frisca

 

Editor Kanal Unique