Editor Says: Kenapa Banyak Orang Takut untuk Bermimpi?

Floria Zulvi diperbarui 09 Sep 2017, 12:28 WIB

Fimela.com, Jakarta Ketika mimpi menjadi kegiatan yang gratis untuk dilakukan, kenapa masih banyak orang yang takut untuk melakukannya? Jawabannya mungkin karena takut kecewa. Sadar dengan keadaan diri sendiri membuat banyak orang enggan untuk berangan-angan.

***

Beberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan seorang wanita cantik yang sudah sukses dalam berbisnis kosmetik. Adalah Cynthia Venika yang membuat saya sadar bahwa bermimpi itu penting dalam hidup ini.

Saya bertemu dengan mbak Cynthia dalam sebuah janji wawancara eksklusif yang menjadi rubrik rutin Bintang.com. Melihatnya membuat saya tertegun. Ia mengaku bahwa miliki hidup yang sukses seperti sekarang bukanlah hal yang bisa ia impikan sedari dulu. Namun, sedikit demi sedikit mimpinya pun mulai berubah menjadi lebih tinggi lagi.

Tak bisa dipungkiri bahwa tidak pernah merasa puas merupakan sifat dasar manusia. Saya pun merasakan hal tersebut. Namun, saya tak menganggap itu adalah sebuah keserahan. Sebaliknya, bermimpi dan miliki keinginan merupakan hal yang membuat saya tetap hidup.

Pernah saya berpikir bahwa bermimpi terlalu tinggi hanya membuat kecewa saja. Tapi, seiring berjalannya usia, saya mengerti sekali perbedaan mimpi dan berekspektasi. Ketika mimpi harus dibuat setinggi mungkin, namun ekspektasi harus selalu dibuat serendah mungkin.

Ternyata hal yang seringkali membuat saya kecewa dan jatuh bukanlah bermimpi, namun berekspektasi. Ketika mimpi membuat saya kreatif untuk menyusun strategi, berekspektasi membuat saya menggantungkan harapan pada takdir atau orang lain.

Maka dari situ saya belajar untuk tidak takut bermimpi dan meminimalisir rasa kecewa. Jadi ketika saya terjatuh, yang saya pikirkan adalah cara untuk kembali bangkit dan beralih pada strategi berikutnya.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Mimpi dan Ekspektasi

Masih membicarakan mimpi, bagi saya itu adalah cara untuk bertahan hidup. Seperti yang dikataka oleh mbak Cynthia di akhir sesi wawancara eksklusif. "Ketika tak punya mimpi itu seperti kamu hidup tapi sebenarnya tidak hidup,". Dalam hati saya mengerti benar rasanya.

Ketika kamu tak menginginkan apapun, hanya ada rutinitas yang membosankan setiap harinya. Rasanya fase hidup seperti itu-itu saja. Namun ketika kamu ingin sekali untuk mengganti ponsel. Itu bisa jadi acuan untuk bekerja dan menabung lebih keras.

Ya, meski menurutmu mengganti handphone saja bisa dibilang cita-cita sederhana, namun hal tersebut bisa mengubah cara pandang kamu tentang hidup. Jadi semangat bekerja dan mungkin mencari pekerjaan sampingan lain.

Saya bukan tipe orang yang taat dalam mengikuti resolusi. Karena seringkali di pertengahan jalan, rencana saya berubah dengan hal yang mungkin saja menurut saya lebih baik atau mungkin lebih realistis.

Kendati demikian, hal tersebut yang membuat saya berusaha untuk giat bekerja. Karena memiliki cita-cita dan harapan baru yang berbeda setiap tahunnya bukanlah sebuah hal yang mudah untuk dijalani.

Teruntuk kamu yang enggan untuk bermimpi, cobalah turunkan ekspektasi. Seperti kata Soekarno, "bermimpilah setinggi langit. Ketika engkau jatuh, maka engkau akan jatuh di antara bintang-bintang,".

Mungin mimpimu tak selamanya akan terkabul. Namun ketika kamu gagal, akan ada satu atau dua hal yang bisa dipelajari untuk kembali bangkit dan mungkin memutar haluan pada rencana yang lebih baik lagi.

 

Salam sayang,

 

Floria Zulvi

Editor Kanal Sex and Health Bintang.com

Tag Terkait