FIMELA LUNCHEON; Pernikahan Masa Kini dan Melajang Terlalu Lama

Fimela Editor diperbarui 15 Apr 2011, 06:38 WIB

Niken Hapsari, yang berprofesi sebagai Admin Engineering di sebuah perusahaan properti, mengawali obrolan ini dengan memaparkan bahwa ia melihat ada suatu perubahan pola dalam perrnikahan saat ini. Ia yang masih melajang, sangat sering menjadi tempat berkeluh kesah dan saksi dari teman-teman dan saudaranya tentang betapa cepatnya pernikahan menemui masa bosan dan kebuntuan dalam hal komunikasi.

“Menurut saya itu semua di masalah komunikasi. Keintiman pasangan berumah tangga yang bermasalah padahal baru menginjak usia pernikahan dua hingga lima tahun, biasanya karena ada perubahan gaya komunikasi dan bersikap antara saat pacaran dan menikah,” ujar Niken. Ia mencontohkan bahwa kebiasaan perempuan yang menyita ponsel dan dompet pasangan saat sudah berada di rumah adalah salah satu contoh bahwa adanya perasaan tidak aman terhadap pasangan. “Sikap saling nggak percaya dan nggak terbuka membuat pasangan merasa dikekang, padahal yang namanya manusia nggak semua suka diatur. Tapi, biasanya hal tersebut bisa terjadi karena pihak suami/istri nggak pernah mengikutkan pasangan masing-masing untuk masuk dan berkenalan dengan lingkungan kerja atau pertemanannya, sehingga karena nggak kenal maka bawaannya selalu curiga,” papar Niken panjang.

Obrolan lalu beralih ke topik status melajang bagi perempuan sekarang yang dianggap terlalu lama. Euis Karmila yang mengaku masih belum mendapatkan calon suami yang cocok hingga sekarang, mengatakan bahwa nggak ada yang salah dari perempuan yang melajang terlalu lama. “Saya suka heran dengan orang di sekitar yang sepertinya bermasalah banget dengan perempuan melajang hingga umur 30 tahun ke atas. Perempuan seperti kami ini bukan terlalu pemilih atau nggak mau menikah, tapi memang jodoh adalah rahasia Tuhan. Memang ada yang dapatnya cepat, namun ada juga yang dapatnya sedikit lama,” ujar perempuan kritis ini.

Yunita pun ikut memberikan pendapat bahwa dengan banyaknya pelajaran yang mereka petik dari teman-teman dan saudara tentang seluk beluk pernikahan, membuat masa lajang adalah waktunya belajar, sehingga ketika kesempatan menikah itu datang, ia akan bisa lebih baik menjalaninya. “Menjadi seorang perempuan lajang kuncinya cuma satu, yaitu pintar-pintar memilah akan memberikan jawaban apa ke orang yang menanyakan kapan saya akan menikah. Kalau orang tua atau saudara yang bertanya, saya menjawabnya dengan meminta doa, kalau teman-teman yang bertanya, saya minta mereka mencarikan saya kenalan yang cocok,” seloroh Yunita santai.

Walaupun masih melajang hingga kini, ketiga perempuan ini sepakat bahwa mereka nggak akan memilih pasangan secara asal dapat, karena menurut mereka itu taruhannya adalah sisa hidup mereka ke depan, bukan hanya soal melepas status lajang. “Saya paling menghindari yang namanya mencari pasangan lewat online. Kenal dengan orang yang ketemu sehari-hari saja, masih belum tentu bisa tahu semua bagaimana sifatnya, gimana kalau hanya ketemu di ruang chatting? Jodoh memang bisa datang dari mana saja, tapi untuk yang dari satu itu, kami sama sekali nggak mau,” simpul mereka.

Seru sekali obrolan kami siang itu. Kamu juga bisa lho ikut memberi pendapat dengan menuliskan komentar atau mengirimkan data pribadi kamu untuk bergabung ke Fimela Luncheon berikutnya. Kami tunggu, ya!

Pendaftaran Fimela Luncheon: email data diri dan profesi ke nuniek@fimela.com

What's On Fimela

Tag Terkait