Ternyata Ini Alasan MUI Memperbolehkan Penggunaan Vaksin MR Meski Positif Mengandung Babi

Gadis Abdul diperbarui 21 Agu 2018, 09:10 WIB

Fimela.com, Jakarta Setelah terjadi perdebatan panjang mengenai vaksin MR yang halal atau tidak, akhirnya Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fakta soal hukum penggunaan vaksin tersebut. Setelah diperiksa ternyata vaksin tersebut positif mengandung unsur babi, namun MUI pun menjelaskan kalau penggunaan vaksin measles rubella (MR) tersebut diperbolehkan.

Tentunya ada beberapa alasan MUI tetap memperbolehkan penggunaan vaksin MR meskipun positif mengandung babi. "(Namun) penggunaan vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) pada saat ini, dibolehkan (mubah)," ujar Ni'am melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Senin (20/8/2018).

Beberapa alasan yang membuat vaksin MR tetap bisa digunakan, yakni karena kondisi keterpaksaan (dlarurat syar'iyyah), belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci, serta ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi.

What's On Fimela
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa vaksin MR mengandung babi, namun tetap bisa digunakan karena… (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

"Kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud tidak berlaku jika ditemukan adanya vaksin yang halal dan suci," imbuhnya. Pernyataan tersebut dibuat setelah MUI mengumpulkan data-data dan mendengarkan berbagai penjelasan dari para ahli serta bersidang, Senin (20/8/2018) malam di Kantor MUI Pusat, di Jakarta.

Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR Produk SII ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, 20 Agustus 2018. "Dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata membutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya," ucap Ni'am.

2 dari 2 halaman

Ada Empat Rekomendasi MUI untuk Pemerintah

Vaksin MR. (Foto: Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Rapat pleno yang dilakukan MUI juga menghasilkan beberapa rekomendasi untuk pemerintah:

1. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.

2. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan.

4. Pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan negara-negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.