Dua Lentera Pengingat Untuk Anakku Yang Beranjak Remaja

Fimela diperbarui 07 Feb 2017, 10:51 WIB

Menjadi orang tua adalah sebuah pekerjaan yang tiada habisnya. Setidaknya itu pendapat saya saat mengalami sendiri menjadi orang tua bagi kedua putra saya. Bak mencukur kumis dan jenggot, sebaik dan sehalus apapun seorang laki-laki melakukannya, keesokan harinya atau beberapa hari kemudian dia harus melakukannya lagi. Bak mencuci piring atau baju, setelah beberapa saat seorang perempuan, seorang ibu harus melakukannya lagi dan lagi untuk anak-anaknya. Jika bisa diandaikan, seperti itulah tugas sebagai orang tua. Tugas harian, kewajiban setiap saat, 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu.

Semua hal ini akhirnya bergulir saat buah hati memasuki fase atau tahapan tersulit dalam menjalani tugas sebagai orang tua. Kono fase tersebut adalah saat anak-anak menginjak masa-masa remaja. Masa peralihan dari dunia anak-anak menuju dunia dewasa yang lebih kompleks.

Menjadi lebih sulit lagi, jika tugas dan kewajiban mengawasi serta membimbing para teenager atau remaja ini harus dilakukan oleh seorang diri. Ya, para single parent yang tidak memiliki mitra dalam kesehariannya menjalankan roda rumah tangga. Kondisi kesendirian bisa disebabkan oleh meninggalnya pasangan atau karena sebuah perceraian atau alasan lain yang membuat seorang laki-laki atau perempuan harus sendirian menakhodai biduk rumah tangganya.

“It takes a village to raise a child”


Tak ada seorang pun di dunia ini yang bisa secara sendirian mengasuh, membesarkan sekaligus mendidik anak-anaknya. Dibutuhkan kerjasama dengan pihak-pihak lain yang ada di sekelilingnya untuk melakukan tugas-tugas ini. Menciptakan generasi selanjutnya agar menjadi ‘manusia seutuh’nya. Tetangga, saudara kandung, kerabat, sahabat atau justru sekedar pembantu atau asisten rumah tangga adalah beberapa contoh pihak-pihak yang pasti akan terlibat dalam tugas rumah tangga. Seperti halnya menjalankan sebuah proses produksi, dibutuhkan beberapa manager untuk melakukannya, dibantu dengan para mitra atau karyawannya.  Dengan saling bekerjasama, saling mengisi dan melapisi, para manager bekerja untuk menjamin hasil produksinya akan sesuai dengan perencanaan.

Saat hormon berada pada masa-masa puncaknya, para remaja ini seringkali menyulitkan para manager yang notabene adalah para orang tuanya. Perubahan sikap, tabiat dan juga ‘pancaroba’ cara berpikir para remaja, juga seringkali mengakibatkan para manager kehilangan kendali. Kebingungan menghadapi segala tingkah polahnya, akhirnya para orang tua justru menyerah dan mengikuti kemauan mereka. Lalu sebaiknya bagaimana menjadi manager bagi para teenager ini? Saya pun tak bisa memastikan dan menjamin bahwa sebuah daftar cara atau katalog berisi kiat-kiat terperinci tentang parenting bisa diterapkan begitu saja. Banyak faktor yang melatarbelakangi perubahan sikap, tabiat dan perilaku para remaja ini. Namun faktor terkuat dalam mempengaruhi mereka adalah lingkungan. Terutama lingkungan di luar rumah dan sekolah dan kini tugas para orang tua juga bertambah dengan pengawasan di dunia maya.

Sebelumnya, sebagai ayah dan seorang manager, saya berhasil memberikan panduan kuat dalam bersikap, berucap dan bertindak kepada kedua anak saya. Panduan itu adalah selalu adanya dosa dan pahala dalam setiap perbuatan manusia. Mampukah kini untuk masih dijadikan panduan saat salah satu dari mereka yang kini menjadi seorang teenager? Saya berharap bekal itu masih lah mampu membentengi pengaruh dari luar yang tak pernah kita duga. Karena dosa dan pahala lah yang seharusnya menjadi panduan tiap manusia di dunia untuk menjalani setiap apa yang dilakukannya. Bukan hanya para remaja, tetapi juga untuk kita semua.

Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom
Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/

(vem/wnd)
What's On Fimela