Karierku Dihambat Janji Palsu, Semoga Tak Ada Wanita Lain yang Mengalaminya

Fimela diperbarui 06 Sep 2017, 11:55 WIB

Saat ini aku bekerja di perusahaan asing di kota tempat aku tinggal. Aku kenal baik dengan CEO nya, sebut saja Alex, dia berkebangsaan Australia. Alex ini sudah kuanggap seperti ayah sendiri, karena aku sering curhat ke dia tentang masalah-masalah pribadi kebanyakan sih masalah percintaan. Ditambah lagi, usianya juga sama seperti ayahku dan aku juga sudah kenal baik dengan keluarga dan kerabat-kerabatnya.

Awal mula aku bisa kerja di perusahaan Alex karena perusahaan tempatku bekerja sebelumnya akan mergerdengan perusahaan rekanan dan dalam prosesnya akan banyak pengurangan tenaga kerja. Aku tidak termasuk dalam daftar karyawan yang akan di PHK saat itu, tapi karena Alex sudah menawariku pekerjaan di perusahaannya maka aku meminta untuk masuk ke dalam daftar PHK ke manajer dari kantor pusat, yang berkebangsaan Skotlandia, sebut saja namanya Graham.

Pada saat aku mengutarakan niatku untuk minta dipecat, Graham tidak begitu saja setuju karena dia bilang aku aset yang akan dipertahankan di perusahaan dan rencananya aku akan dipindah tugaskan ke Jakarta. Aku dengan halus tetap meminta untuk di PHK. Hal ini sampai membuat Graham bicara dengan manajer yang berada di Mongolia, sebut saja Andy dan Andy juga menawariku posisi yang cukup menggiurkan di kota tempat aku tinggal sehingga tidak perlu hijrah ke Jakarta.

Aku sempat tergiur, akan tetapi aku memilih untuk bekerja dengan Alex. Aku memang dikenal sebagai pegawai “golden” di perusahaanku yang lama, itu sebabnya mereka melakukan segala cara untuk mempertahankanku agar tidak keluar dari perusahaan, akan tetapi aku sudah membulatkan tekad untuk bekerja dengan Alex. Karena Alex sendiri sudah menjanjikan aku dengan iming-iming karier yang luar biasa. Aku akan menjadi seorang manajer di kantorku , juga seorang “professional trainer” dan akan terbang keliling dunia untuk memberikan training untuk para klien. Ditambah dengan hubunganku yang sudah sangat dekat dengan Alex, seperti layaknya keluarga sendiri membuatku berpikir kalau aku akan mendapatkan dream job yang selama ini aku tunggu.

Seiring dengan berjalannya waktu, apa yang dijanjikan Alex tidak ada yang terwujud. Sehari-hari aku bekerja di sebuah ruangan berukuran kurang lebih 4 x 5 meter. Tugasku hanya mengerjakan pekerjaan yang sama di depan laptop seharian. Aku merasa sama sekali tidak berkembang sebagai seorang karyawan. Alex sendiri tidak punya kantor resmi di Indonesia, jadi aku seperti “dititipkan” di perusahaan lokal yang pemiliknya bekerja sama dengan Alex untuk menyewakan kantor kecilnya untuk urusan operasional perusahaan Alex. Mungkin juga masih belum legal karena kantor kami bahkan tidak memiliki nama perusahaan yang terpampang di depan bangunan.

Pada suatu hari, Alex memutuskan ingin menambah karyawan yang akan menjadi bawahanku. Umumnya, aku yang sebagai manajer yang diberi kewenangan untuk memilih calon bawahanku sendiri. Akan tetapi, Alex memutuskan untuk menyerahkan keputusan tersebut kepada 'personal assistant'-nya yang bernama Emily yang bekerja dengannya di Australia. Dari situ aku mulai merasa janggal.

Emily tidak tahu apa-apa dengan karyawan yang akan bekerja denganku. Mereka cuma berhubungan lewat Skype itupun hanya chatting, video call cuma sesekali, tapi tetap saja keputusan harus berada di tangan Emily yang tidak tahu apa-apa. Firasatku mulai jelek tentang cara Alex menjalankan perusahaannya. Dan benar saja, Emily memilih karyawan yang sama sekali tidak cocok untuk pekerjaan yang diberikan.

Karyawan tersebut sudah berkeluarga, punya dua anak dan punya perusahaan kecil sendiri. Aku sudah bilang ke Emily kalau dia tidak cocok untuk pekerjaan di perusahaan ini karena dia tidak akan bisa meng-handle kerjaan yang banyak karena dia sudah terlalu repot untuk mengurusi rumah tangganya sendiri. Aku menyarankan untuk memilih karyawan yang masih single saja, akan tetapi mereka sudah punya keputusan dan tidak bisa diganggu gugat.

Dan benar saja dugaanku, ketika karyawan tersebut sudah mulai bekerja, dia sering minta izin keluar, izin cuti dan lain-lain. Ditambah lagi dia sudah berbohong pada saat interview dengan Alex. Dia bilang masih ingin merencanakan untuk punya anak ketiga akan tetapi tidak saat ini, padahal pada saat interview dia sudah hamil 3 bulan! Dengan fakta itu aku cuma bisa tertawa dalam hati, menertawakan kesalahan yang mereka buat karena tidak mendengarkan saranku.

Akan tetapi Emily tetap mempertahankan karyawan tersebut untuk tetap bekerja meskipun dia sebentar lagi harus ambil cuti melahirkan padahal belum genap 6 bulan bekerja. Alex selalu menyerahkan segala keputusan di tangan Emily meskipun salah atau benar. Dan apapun pendapatku, tidak didengar oleh mereka padahal aku hanya ingin menyelamatkan perusahaan dari kesalahan-kesalahan pengambilan keputusan mereka. Dan sekarang apa yang terjadi? karyawan yang sudah berbohong itu mendapat keistimewaan dipekerjakan di rumah dia sendiri dan mendapat naik gaji padahal baru beberapa bulan bekerja. Sementara aku yang sudah hampir 3 tahun bekerja, tapi masih belum juga ada kenaikan gaji.

Aku merasa sangat menyesal menolak tawaran pekerjaan dari manajer-manajer di perusahaanku yang lama. Seandainya aku menerima pekerjaan itu, pasti sekarang karierku jauh lebih cemerlang dibanding sekarang. Semua janji-janji manis Alex ternyata hanyalah bohong belaka. Dia tidak menghargai aku sebagai karyawan lama dan berpengalaman. Dia lebih menghargai karyawan baru yang skill dan pengalamannya jauh di bawahku ditambah lagi suka berbohong untuk kepentingan pribadinya sendiri.

Hubunganku dengan Alex saat ini sudah tidak seperti dulu, aku sangat kecewa dengan dia. Saat ini aku masih mencoba mencari pekerjaan lain, akan tetapi masih belum ada yang potensial ditambah lagi dengan statusku yang sudah menikah dan belum punya anak. Banyak perusahaan yang tidak mempertimbangkan karyawan baru yang sudah menikah dan belum punya anak karena asumsinya adalah suatu saat karyawan tersebut akan memerlukan cuti melahirkan.

Untuk sementara, aku masih mencoba bertahan untuk bekerja di perusahaan ilegal ini. Orangtuaku sangat menyayangkan situasiku sekarang karena mereka sangat tahu seberapa besar kemampuanku dan apa yang bisa aku capai, dan saat ini aku merasa hanya stuck di tempat yang membuatku merasa seperti 'dikebiri'.

Aku merasa sangat dihargai dan dipertahankan di perusahaan yang lama sementara di perusahaan yang sekarang berbanding terbalik. Aku tidak diperbolehkan berkembang dan tidak diberi tugas yang bisa mengasah kemampuanku. Ternyata aku hanyalah korban janji palsu.

(vem/nda)
What's On Fimela