Saat Poligami Jadi Prinsip Untukmu, Tapi Bukan Pilihan Untukku

Fimela diperbarui 24 Feb 2018, 13:45 WIB

Setiap wanita memiliki kisah cintanya masing-masing. Ada yang penuh liku, luka, hingga akhir kisah yang mungkin tak pernah diduga. Seperti kisah Sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Bukan Cinta Biasa ini.

***

Cinta adalah hal yang terkadang tak ingin kita bagi dengan siapapun. Ada saat di mana cinta seakan memaksa seseorang menjadi pribadi yang egois. 

Saat itu usiaku masih 23 tahun. Aku bertemu dengan sosok laki- laki sempurna di mata seorang wanita. Kepribadiannya dewasa, pekerja keras, penuh prinsip, tanggung jawab dan juga mapan. Semua sifatnya benar-benar membuatku jatuh hati. Aku pun semakin terhanyut saat ia menggenggam erat tanganku di tengah rintik hujan seraya berucap bahwa ia mencintaiku dan memintaku untuk hidup bersama dengannya. 

Wanita manapun pasti sangat mengharapkan momen indah ini. Tapi keadaannya berbeda. Aku benar-benar berada di titik yang sulit kupahami. Dia sempurna di mataku, tulus mencintaiku, tapi hatinya tak hanya untukku karena jauh sebelumnya ia telah memiliki ikatan pernikahan dengan seseorang yang bernama Diana, juga telah dikaruniai dua orang anak. Aku bukannya tidak mengetahui hal ini sejak awal. Tapi inilah wanita, perasaan bisa mengalahkan logika jika atas nama cinta, cinta yang tak biasa karena pasti di sisi lain orang memandang ini salah.



Poligami, itulah kata yang selalu ia ucapkan saat kami mulai membicarakan ke mana arah hubungan ini. Hubungan yang dibangun di atas kesalahan. Aku memang mencintainya, bahkan sangat ingin bersamanya tapi bukan berarti aku bisa menerima semua prinsip hidupnya. Setelah sekian lama kupikirkan, maka kuutarakan keinginanku yang sebenarnya.

Aku memintanya untuk menceraikan istrinya tanpa peduli apa yang akan terjadi dengan keputusanku. Saat itu yang kuinginkan hanya aku yang ada di sisinya. Setelah sekian lama ia pun memberi jawaban bahwa ia ingin mempertahankan rumah tangga yang telah dibangunnya selama 13 tahun dan tetap menginginkanku berada di sisinya. Seperti itulah laki-laki, selalu ingin mendapatkan apa yang belum ia miliki tapi tak pernah rela kehilangan apa yang telah dimilikinya. 



Aku sempat rapuh dan terjatuh. Aku pernah berusaha untuk memahami keadaan ini, tapi saat poligami adalah hal prinsip untukmu maka itu itu bukanlah pilihan untukku. Aku harus bisa melepaskan diri darinya. Akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan semua hal tentangnya. 

Usia 23 tahun, aku merasa masih punya banyak kesempatan. Aku ingin menjadi wanita sukses yang berjuang untuk meraih mimpi dan cita-cita. Semangat itu, kau lah yang menginspirasiku. Aku takkan mengulangi kesalahan kedua kalinya untuk masuk ke dalam rumah tangga seseorang. Aku mencoba merangkai kepingan-kepingan yang terserak menjadi harapan-harapan baru.

Meski begitu, bertemu dan mencintainya adalah hal yang tak pernah kusesali. Karena hadirnya bisa membuatku berdiri menatap dunia dari sisi yang berbeda. 







(vem/nda)