Jadi PNS Bukan Inginku, Tapi dari Jalan Inilah Aku Bisa Kuliah ke Jepang

Fimela diperbarui 21 Mar 2018, 13:00 WIB

Setiap wanita punya kisah hebatnya masing-masing. Banyak inspirasi yang bisa didapat dari cerita seorang wanita. Seperti tulisan dari sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Rayakan Hari Perempuan Sedunia ini.

***

Di desa kecil seperti kampung halamanku, menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan anugerah yang diidamkan banyak orang. PNS dipandang sebagai pekerjaan yang mapan dibandingkan dengan bertani atau menjadi Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri sebagaimana sebagian besar penduduk.

Makanya, ketika selepas S1 aku berhasil masuk menjadi PNS melalui rekrutmen umum, banyak orang di desaku yang bilang aku beruntung. Beberapa orang di desaku pernah mengikuti seleksi beberapa kali namun tak juga berhasil, sebagian malah telah menjadi tenaga honorer selama bertahun-tahun tapi tak kunjung diangkat menjadi PNS juga.

Aku memang patut bersyukur meskipun sebenarnya ini bukan pekerjaan idamanku. Aku orang yang menyukai tantangan. Menjadi PNS aku bayangkan akan sangat membatasi langkah-langkahku karena terikat dengan banyak peraturan. Dulu, aku mengikuti saran orangtua untuk mengikuti seleksi PNS karena mereka merasa keberatan aku mendapat tawaran kerja di seberang pulau. Padahal aku sendiri sangat ingin menerima tawaran yang menurutku akan bisa memberi kesempatan padaku untuk mengembangkan diri seluas-luasnya itu.



Jujur, keputusanku menjadi PNS dibarengi dengan berbagai kekhawatiran tentang bagaimana mewujudkan impian-impianku ke depan. Aku ingin mendapatkan beasiswa S2. Aku ingin berkecimpung di dunia sosial seperti yang telah kurancang semenjak masih mahasiswa. Aku ingin memiliki jejaring yang luas. Akan tetapi begitu melihat kehidupan sebagian besar teman kantorku rasanya nyaliku jadi ciut. Mungkin aku akan terkubur dalam rutinitas seperti mereka, melakukan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlianku sampai lama-lama nanti aku kehilangan daya kreatifku. Aku merasa ngeri. Bekerja bagiku lebih dari sekedar menerima gaji setiap bulan, akan tetapi bagaimana aku bisa tumbuh  dengan mengaktualisasikan pikiran-pikiranku.

Awal-awal bekerja adalah masa penyesuaian yang berat. Aku yang pernah mencicipi dinamisnya bekerja di swasta sebelumnya, merasa seperti truk yang kurang muatan. Apalagi sebagai calon PNS, waktu luangku cukup banyak. Ini artinya akan sangat membosankan jika hanya diisi dengan bergurau atau nongkrong di kantin. Aku mensiasatinya dengan membawa setumpuk buku di kantor. Membaca buku membuat pikiranku tidak buntu oleh situasi yang stagnan.



Beberapa orang yang berpikiran sempit di kantor sempat mencibir. Sebagai orang baru katanya aku terlalu serius. Katanya, seserius apapun jadi PNS ya tetap sama saja bayarannya, tetap di sini juga tak akan bisa kemana-mana. Aku sempat merasa sedih. Apalagi jika ditelepon teman-temanku yang bekerja di perusahaan besar di Jakarta. Mereka menceritakan betapa hebatnya perusahaan meraka dalam mengembangkan potensi karyawan. Sementara aku disini, terkungkung dalam budaya organisasi yang susah sekali membuatku berkembang.

Aku butuh beberapa waktu untuk bangkit dari galau. Banyak sekali buku motivasi kubaca. Akan tetapi ada satu kata motivasi dari Helen Keller yang sangat menyentuh hatiku, “Your success and happiness lies in you. Resolve to keep happy, and your joy and you shall form an invincible host against difficulties." Aku mendapat pencerahan. Bahwa semuanya tergantung bagaimana caraku memandang semua kesulitan. Mulai saat itu aku kembali melihat berbagai kemungkinan. Aku tuliskan kembali mimpi-mimpiku di kertas dengan penuh keyakinan. Impossible is nothing.



Aku kembali bekerja dengan penuh semangat begitu mendapatkan tugas pokok dan fungsi yang tetap sebagai PNS. Tak lagi aku mengeluhkan kondisi di sekelilingku karena fokusku ada dalam diriku. Pada saat itulah aku merasa law of attraction bekerja. Aku dipertemukan dengan teman-teman yang memiliki kesamaan visi denganku. Kami sering berdiskusi mengenai isu-isu pemerintahan, atau apapun yang bisa menambah pengetahuan. Kami kemudian juga berkegiatan di luar kantor yang sifatnya fun seperti mengorganisir event, bersepeda santai dan bersilaturahim dengan tokoh-tokoh nasional. Aku kemudian juga mendapat kesempatan untuk menjadi penulis artikel di majalah milik pemerintah daerah. Semua itu membuat hidup lebih hidup.



Akan tetapi tak ada jalan yang tak berliku. Di tengah kegembiraanku bisa menemukan dunia yang aku cari, ada saja orang yang iri. Orang itu memfitnahku memanfaatkan fasilitas kantor untuk kegiatan-kegiatanku di luar kantor. Pandai sekali ia meyakinkan teman-teman kantor yang lain bahwa aku salah. Ia pun mempengaruhi kepala kantor agar memutasi aku ke instansi yang dikenal sebagai tempat orang-orang buangan.

Aku tak bisa membela diriku pada saat itu dan walaupun sakit, aku hanya bisa menerima keputusan kepala kantor memutasiku ke instansi baru dengan sabar. Aku meyakini suatu saat kebenaran akan terungkap dengan sendirinya.

Di instansi baru, tantangan pertamaku adalah membersihkan namaku. Fitnah yang dialamatkan padaku rupanya membuat orang-orang di kantor baru menjaga jarak denganku. Terkadang aku mendengar sendiri beberapa teman kasak-kusuk membicarakan kejelekanku. Ada juga yang menyindir dengan sinis tanpa berusaha mencari keterangan dari pihakku. Perlakuan-perlakuan itu terasa menyakitkan namun aku berusaha menguatkan diri dengan berbagai pikiran positif. Tuhan memberi ujian ini pasti dengan maksud-maksud tertentu.

Aku masih berusaha bekerja dengan performa terbaikku dan tak sekalipun menanggapi omongan-omongan miring tentangku. Lambat laun pandangan teman-teman pun mulai berubah. Aku mulai bisa akrab dengan mereka dan bisa bekerjasama sebagai tim. Kegiatan kantorku yang banyak berhubungan dengan masyarakat membawaku pada pergaulan yang lebih luas dari sebelumnya.  Beberapa organisasi kepemudaan memintaku menjadi penasehat. Aku juga diminta sebagai  pendamping tetap komunitas penderita HIV/AIDS di tingkat kabupaten, konselor NAPI anak dan beberapa aktivitas sosial lain yang memang dari dulu aku ingin terlibat di dalamnya.



Kemudian di tahun kedua di instansi baru, ada penawaran beasiswa S2 double degree dari Bappenas untuk PNS. Beasiswa ini memberikan kesempatan perkuliahan setahun di universitas di Indonesia dan setahun di universitas di Jepang, di mana penerima beasiswa akan menerima dua gelar master dari kedua universitas tersebut setelah menyelesaikan studi. Tawaran yang menarik.

Aku kemudian meminta izin atasanku dan ia sangat mendukungku untuk mengikuti seleksi. Pada saat itu ada enam orang dari pemerintah kabupatenku yang mengikuti seleksi. Namun setelah mengikuti berbagai tahapan seleksi, hanya aku yang diterima dalam beasiswa tersebut. Aku merasa sangat beruntung karena aku menjadi orang pertama yang menerima beasiswa double degree di lingkup pemerintah tempat aku bekerja. Keberhasilanku ini sekaligus bisa membungkam semua omongan jelek tentangku yang dulu sempat kurasakan sangat tidak adil.

Tak henti aku berucap syukur, satu persatu impian yang aku tulis tercapai dengan jalan yang tak di sangka-sangka. Keyakinan yang kuat membuatku mampu melewati ujian-ujian yang berat. Dan aku baru menyadari inilah cara Tuhan membukakan banyak jalan di balik semua kesulitan yang kuhadapi.






(vem/nda)
What's On Fimela