Gagal Jadi Dokter, Kini Bahagia Menjadi Pembina Petani

Fimela diperbarui 23 Mar 2018, 17:00 WIB

Setiap wanita punya kisah hebatnya masing-masing. Banyak inspirasi yang bisa didapat dari cerita seorang wanita. Seperti tulisan dari sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Rayakan Hari Perempuan Sedunia ini.

***

Saat masih menjadi gadis kecil, cita-cita yang selalu kuimpikan adalah menjadi seorang dokter.  Menjadi seorang dokter begitu mulia di sudut pandangku. Aku begitu tekun belajar dan memilih jurusan IPA saat duduk di bangku SMA agar sesuai dengan dasar ilmu untuk menjadi dokter, yaitu ilmu eksakta. Kelulusan SMA pun tiba yang membuatku disibukkan untuk mendaftar ke perguruan tinggi.

Saat mendaftar aku memilih ujian soal IPA yang artinya aku diperbolehkan memilih 2 jurusan ilmu eksakta, dan pilihan pertamaku jatuh pada Fakultas Kedokteran seperti cita-citaku selama ini selanjutnya pilihan kedua pada Fakultas Pertanian. Aku memilih Pertanian sebenarnya dengan alasan yang unik, yaitu entah mengapa aku selalu senang bila memandang hamparan hijau sawah, rasanya seperti menemukan kedamaian. Ditambah lagi keinginan ibuku agar salah satu anaknya memiliki gelar insinyur, yaitu gelar kesarjanaan pada saat itu bagi lulusan fakultas bidang ilmu eksakta. Banyak persiapan yang kulakukan untuk mengikuti ujian masuk yang saat itu disebut Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) seperti membeli buku-buku latihan soal dan berlatih mengerjakan soal-soal yang menurutku tidak mudah.

Aku mungkin boleh memiliki cita-cita tapi jalan hidup menentukan lain. Pengumuman hasil UMPTN pun keluar di mana ditulis di surat-surat kabar nasional dan terteralah namaku di situ tapi lulus bukan pada Fakultas Kedokteran melainkan Fakultas Pertanian. Hal ini tidak membuatku bersedih karena setidaknya aku lulus diterima masuk perguruan tinggi negeri di kotaku, ditambah lagi aku tidak ingin memberatkan kedua orangtuaku bila harus berkuliah di perguruan tinggi swasta. Kedua kakakku telah kuliah di perguruan tinggi swasta di mana jarak usia kami hanya terpaut 2 tahun saja, yang artinya akan begitu besar biaya yang harus ditanggung orang tua bila semua anaknya kuliah dengan rentang waktu yang dekat, di belakangku kedua adikku juga akan segera menyusul.



Waktu berjalan kulalui dengan berbagai kesibukan perkuliahan, akhirnya setelah 4,8 tahun aku berhasil menjadi seorang sarjana pertanian bukan insinyur pertanian karena ada kebijakan pemerintah mengubah gelar kesarjanaan. Nilai yang kuperoleh memuaskan, mungkin ini pencapaian yang tidak seberapa tapi begitu besar rasa syukurku telah selesai menjalaninya.     

Lulus menjadi seorang sarjana tidak serta merta menjadi lega perasaanku, masih ada keinginanku yang lain, yaitu segera memperoleh pekerjaan agar aku bisa mandiri dan tidak lagi bergantung kepada orangtua. Dua bulan pasca wisuda setelah mengirim lamaran kerja ke berbagai perusahaan akhirnya aku mendapat panggilan untuk mengikuti tes di sebuah perusahaan grup ritel ternama di Indonesia. Aku berhasil lulus dengan nilai terbaik di antara pelamar lainnya. Mulailah kujalani hari-hariku bekerja di perusahaan tersebut dengan jabatan awal sebagai supervisor. Kusadari pekerjaan yang kujalani ini memang sangat jauh bertolak belakang dengan latar belakang pendidikanku di pertanian, tapi tidak mengapa bagiku dan aku juga tidak ingin idealis karena yang ada di pemikiranku adalah agar bisa mandiri dan membanggakan kedua orangtuaku.

Tahun berganti tahun kujalani pekerjaan ini dengan semangat karena mungkin belum ada rezekiku untuk pindah ke pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikanku. Aku pernah mengikuti ujian untuk masuk menjadi pegawai kementerian pertanian tapi belum membuahkan hasil. Masih dengan kesabaran kujalani hari-hari pekerjaanku dengan semangat. Di tahun keempat aku mendapat promosi kenaikan pangkat menjadi seorang manajer. Jabatan baru ini memotivasiku untuk terus semangat bekerja karena untuk mencapainya bukan hal yang mudah tetapi melalui serangkaian tes, training, dan beberapa saingan.



Setelah 9 tahun aku menjalani pekerjaanku, akhirnya tepat di bulan Juni 2011 aku memutuskan untuk mengajukan diri agar diizinkan perusahaan untuk resign dengan alasan aku menolak dipindahkan ke cabang perusahaan yang lokasinya lebih jauh dari tempat tinggalku, ditambah lagi saat itu aku telah memiliki seorang putra yang baru berusia 1 tahun. Setelah resign tidak terasa sudah 1 tahun kujalani hanya sebagai seorang ibu rumah tangga, timbul kembali keinginan untuk kembali bekerja apalagi usia anakku sudah 2 tahun dan suami juga mengizinkan.

Pada bulan Agustus 2012 tidak sengaja aku membaca informasi di internet bahwa ada pembukaan untuk penerimaan pegawai negeri sebagai penyuluh pertanian, dengan antusias aku mengirim berkas lamaran dan mendapat balasan untuk mengikuti tes. Saat mengikuti tes aku hanya bermodalkan kepasrahan karena begitu banyak pelamar sampai ribuan  untuk memperebutkan formasi yang ada. Aku percaya dan yakin jika ini rezekiku menurut Yang Maha Kuasa maka tidak akan kemana, aku hanya bisa berharap dan berdoa. Hingga saat pengumuman hasil tes itu tiba dan alhamdulillah namaku ada di antara belasan orang yang dinyatakan lulus. Begitu bersyukurnya aku setelah hampir 10 tahun kutinggalkan bangku kuliah akhirnya aku diterima di pekerjaan yang memang sesuai dengan latar belakang pendidikanku.



Tahun 2013 dimulailah pekerjaanku sebagai seorang penyuluh pertanian yang tugasnya mendampingi dan membina petani. Di pekerjaanku yang baru ini aku benar-benar merasa inilah duniaku yang tidak selalu duduk di depan meja dan tidak di dalam ruangan. Kegiatanku jadi banyak bersosialisasi dengan petani, berada di area sawah, berpanas-panasan, keluar masuk kampung dan desa binaanku mengendarai motor. Di sini aku menemukan kebahagiaan melihat begitu bersahajanya para petani, begitu ramahnya mereka menerima kehadiran penyuluh pertanian.

Profesi sebagai penyuluh pertanian juga memberiku pengalaman menikmati pemandangan alam yang masih alami, udara yang sejuk, melihat sungai yang bersih dengan bebatuannya, sawah yang membentang luas seperti hamparan karpet hijau yang sangat menyenangkan pandangan mata dan memberi kedamaian jiwa. Namun sebagai seorang perempuan menjadi penyuluh pertanian bukanlah pekerjaan mudah karena terkadang lokasi petani yang dibina terletak di pelosok kampung harus melewati jalan yang masih tanah, jalan di tepi tebing, melewati perkebunan yang sepi, ditambah area sawah yang harus dicapai dengan berjalan kaki dengan dataran yang mendaki dan menurun.  



Selain itu profesi yang kujalani ini jauh dari tempat tinggalku sekitar 4 jam perjalanan. Aku harus meninggalkan keluarga, anak dan suami dan hidup di kontrakan sendiri. Aku hanya bisa pulang seminggu sekali untuk bertemu keluargaku. Semua ini dengan ikhlas kujalani demi menapak meraih masa depan yang lebih baik buat putra dan keluargaku, juga bentuk tanggung jawab atas pilihan profesi sebagai pembina petani untuk menyampaikan anjuran pemerintah karena petani adalah pahlawan bangsa yang bekerja keras bercucuran keringat demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga memenuhi kebutuhan konsumsi beras penduduk Indonesia yang kadangkala kita lupakan jasanya.

Tidak memungkiri masih ada mimpiku yang lain, yaitu bisa menjalani profesi ini dekat dengan tempat tinggalku sehingga bisa selalu berkumpul bersama putra, suami, dan keluarga. Itu doa dan harapanku.




(vem/nda)
What's On Fimela