Kalau Belum Bisa Resign, Ya Sudah Nikmati Saja Pekerjaan yang Ada

Fimela diperbarui 25 Apr 2018, 14:30 WIB

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Aku wanita berusia 30 tahun yang saat ini masih tercatat sebagai karyawan di sebuah perusahaan media di Indonesia. Di umurku yang tak lagi muda ini, makin banyak tekanan dalam hidup yang muncul. Mulai dari ditanya “Kapan kawin?” sampai ditanya “Kapan resign?”

“Kapan resign?” sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik setiap kali kalimat itu terlontar dan mengarah kepadaku. Pasalnya, aku sudah cukup lama berada di perusahaan ini, hampir sekitar 7 tahun mengabdi di sini. Teman–teman seperjuanganku yang masuk hampir berbarengan denganku sudah banyak yang resign, baik itu melanjutkan pekerjaan di perusahaan lain ataupun tidak melanjutkan pekerjaan di perusahaan karena memulai pekerjaan yang mulia di rumah sebagai ibu rumah tangga.



Sempat bergalau ria, ingin rasanya resign juga, tapi belum menemukan tempat yang tepat untuk bernaung. Karena aku tipikal orang yang penuh pertimbangan untuk melakukan sesuatu, apalagi itu menyangkut masa depan. Jangan karena hanya emosi sesaat, karena merasa gaji kecil, pekerjaan yang menumpuk dan lain sebagainya yang diocehkan oleh teman–temanku, untuk akhirnya memutuskan keluar dari pekerjaan.

Tapi aku memikirkan hal lain, di antaranya kenapa aku masih tetap berada di tempat ini karena kantor ini jaraknya cukup dekat dari rumahku, aku tak perlu pusing–pusing dengan kemacetan ibu kota atau berdesak-desakan di angkutan umum. Aku membayangkan jika nanti setelah aku menikah lalu punya anak dan masih harus bekerja, aku tidak akan terlalu kerepotan akan hal tersebut.



Hal kedua adalah waktu luangku di perusahaan ini cukup memadai, yang memungkinkan aku untuk mengelola bisnis kecil–kecilan milikku. Entah bagaimana jika aku berada di tempat baru yang jaraknya cukup jauh, memakan waktu, pekerjaan menumpuk yang tak bisa ditolerir, walaupun gaji cukup besar, tapi kebahagiaan yang aku dapat tidak sebanding. Mungkin ini pemikiran kerdil, karena aku belum mencoba untuk menjalankannya. Tapi lagi–lagi, semua itu pilihan. Aku memilih karena aku punya tujuan di masa depan. Jadi tidak perlu pusing dengan ocehan orang–orang lagi, karena kita menjalani hidup kita dengan mempunyai tujuan hidup yang jelas, itu sudah lebih dari cukup.

Begitulah hidup kita yang ibarat sebuah film. Kita sebagai pemeran utama di film tersebut, memainkan peran yang dibuatkan oleh penulis skenario dan sutradara terhebat, yaitu Tuhan. Orang lain hanya sebagai penonton, yang hanya menikmati dan berkomentar. Tugas kita hanya berperan dengan sebaik–baiknya, bahkan walaupun sudah cukup baik memerankannya, tapi tetap ada saja kritikus film yang siap berkomentar baik ataupun tidak. Kita tidak bisa menyalahkannya, cukup menyikapi dengan bijak, ambil komentar yang baik untuk membangun atau acuhkan komentar yang menurut kita tidak perlu didengar.





(vem/nda)