Sisi Menarik Seorang Perempuan Tak Hanya yang Tampak dari Penampilan Luar Saja

Endah Wijayanti diperbarui 21 Okt 2019, 08:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Masing-masing dari kita memiliki cara dan perjuangan sendiri dalam usaha untuk mencintai diri sendiri. Kita pun memiliki sudut pandang sendiri mengenai definisi dari mencintai diri sendiri sebagai proses untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Seperti tulisan yang dikirim Sahabat Fimela untuk Lomba My Self-Love Matters: Berbagi Cerita untuk Mencintai Diri ini.

***

Oleh: Tang Annisa Inocentia Husna - Balikpapan

Penerimaan Diri adalah Kunci Menjadi Percaya Diri dan Bahagia

Tumbuh besar di keluarga dominan membuatku susah memutuskan sesuatu sendiri, tidak tahu apa keinginanku sendiri, dan menjadi remaja yang sangat tidak percaya diri. Ke mana pun kakiku melangkah harus selalu bersama kedua orang tuaku. Ketika papa telat menjemputku di sekolah, aku akan berpegangan pada pagar sekolah dengan tubuh bergetar karena takut. Apalagi ketika aku kelas 2 SMP, perusahaan papa gulung tikar terkena imbas krisis moneter, membuat diriku berharap bumi segera menenggelamkanku saja agar aku tak perlu menghadapi teman-temanku. Mencolok sekali, dari punya mobil mahal saat itu, menjadi sepeda motor ojek, dan papaku ikut menjemput menggunakan ojek juga, jadi dua ojek datang hanya untuk menjemputku di sekolah.

Aku tidak pandai bergaul, sehingga teman-teman pun suka mem-bully-ku di sekolah, hampir setiap hariku di sekolah tertekan karena ulah mereka. Tapi, mendadak mereka mendekatiku, bukan untuk berteman, melainkan hanya untuk bertanya di hadapan teman yang lainnya juga, “Papamu bangkrut ya?” Bagiku itu sangat memalukan, duniaku runtuh rasanya.

Bukan hanya itu, aku dikatakan Paman Gober hanya karena tidak mau meminjamkan tip ex. Image yang melekat pada tokoh Paman Gober adalah pelit. Padahal aku bukannya pelit, tapi setiap barang yang kawanku pinjam, kadang tidak kembali, sedangkan saat itu keluargaku sedang kesulitan ekonomi, sehingga aku harus menjaga satu barang yang kubutuhkan dengan baik.

Aku benci dengan diriku sendiri. Aku ingin seperti kawanku yang seorang artis, cantik dan menarik, supel dan banyak teman, terpilih pula jadi salah satu cover majalah remaja nasional yang sangat terkenal. Sedangkan aku, hanyalah manusia cupu, kuper, jelek, gendut, dan miskin.

Setiap burung berharap hidup tanpa sangkar agar sayapnya bisa mengepak dengan bebas dan ia bisa terbang tinggi dan jauh. Begitu pun denganku. Lulus SMA, aku memutuskan untuk kuliah di perantauan. Aku memilih Bandung, tapi lagi-lagi orangtua tidak mengizinkanku, akhirnya Bali menjadi pillihan, bukan pilihanku, melainkan pilihan orang tuaku, karena di Bali ada tanteku yang bisa menengokku di kos setiap hari Minggu.

Di rantau aku mulai membangun hidupku dari awal. Banyak anak rantau lainnya yang menjadi kawanku, di situlah aku merasa dicintai. Kesedihan membuatku susah mengontrol pola makanku, tetapi kini aku bisa bersenang-senang di rantau, bebas tanpa sangkar, membuatku bahkan lupa untuk makan, sehingga berat badanku turun drastis dan ternyata aku cantik.

 

 
What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Menjadi Pribadi yang Lebih Baik saat Merantau

Ilustrasi./Copyright pexels.com/@mentatdgt-330508

Aku menjadi idola di kampus, banyak pria antre untuk menjadi kekasihku, tetapi saat itu aku jatuh hati pada seorang pria Bali, kakak tingkatku, yang tampan dan baik. Cintaku berbalas, membuat kawanku yang ternyata juga mencintainya patah hati. Aku merasa di atas angin. Aku meninggalkan kekasihku itu demi pria baru yang menunggu, hingga akhirnya aku pun patah hati karena kekasih baruku berselingkuh di belakangku.

Rasa sakit membuatku berusaha mencari kegiatan lain. Aku bekerja harian, di mana setiap hari aku mendapatkan honor Rp100 ribu, kadang mereka membutuhkanku kerja selama tiga hari dan kadang satu minggu. Bisa menjadi lead officer atau menjadi tim survey lapangan saat ada event. Aku pun mengumpulkan uang hasil kerjaku untuk membeli sebuah komputer. Bukan hanya untuk mengerjakan tugas kuliah, melainkan juga untuk membuat puisi dan cerpen. Kegalauan membuatku lebih lancar dalam menulis.

Aku baru sadar bahwa itu adalah bakat yang aku miliki. Tidak harus menjadi cantik dan rupawan agar setiap orang menerimaku. Bahkan ketika aku sudah cantik dan langsing pun, kekasihku berselingkuh dengan wanita lain.

Puisi dan cerita-ceritaku dimuat di berbagai majalah remaja, selain mendapatkan honor, aku pun mendapatkan banyak teman. Hampir setiap hari pak pos menghampiri kamar kosku guna mengantarkan surat dari para penggemar yang menyukai tulisan-tulisanku. Aku mencintai diriku yang seperti ini.

Seorang kawanku yang sangat menyukai dunia gemerlap malam selalu mengajakku untuk pergi bersenang-senang, dan biasanya aku pasti ikut demi pencarian jati diri serta agar kehadiranku dianggap oleh mereka semua. Tetapi berbeda dengan malam itu, ketika sahabatku sudah datang dengan pakaiannya yang glamor, aku masih dengan celana pendek dan baju kaos di dalam kamar kosku, juga kontak lensa yang sudah berganti dengan kacamata.

Aku menolak ajakannya dan memilih untuk menghadapi komputer saja. Saat itu komentarnya hanya, “Ah kamu seperti anak cupu saja, sok pintar.” Aku pun menjawabnya, “Ya, anak cupu dengan banyak penggemar.”

Dia hanya bisa melongok ketika aku memperlihatkan satu kardus yang isinya surat-surat dari para penggemarku. So, kita tak perlu merasa cantik, langsing, dan gaul untuk menjadi menarik, tetapi ketika kita menonjolkan apa yang kita miliki, pasti kita menjadi percaya diri dan bahagia, mereka pun melihat seseorang yang menarik hati di dalam diri kita.

#GrowFearless with FIMELA