Masalah yang Hadir Jangan Dihindari, tapi Hadapi dan Beradaptasilah

Endah Wijayanti diperbarui 24 Nov 2019, 10:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Memiliki sosok pahlawan yang sangat berjasa dalam hidupmu? Punya pengalaman titik balik dalam hidup yang dipengaruhi oleh seseorang? Masing-masing dari kita pasti punya pengalaman tak terlupakan tentang pengaruh seseorang dalam hidup kita. Seperti pengalaman Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Hero, My Inspiration ini.

***

Oleh: S - Tangerang

Seringkali aku tak setuju ketika membaca kalimat, “Ayah adalah satu-satunya pria yang tak akan pernah melukai anak perempuannya,” karena di kehidupanku kalimat itu tak berlaku. Entah apa yang membuat terasa sangat jauh dengan ayahku sendiri. Ketika jarak bersebelahan pun masih tetap asing. Apa mungkin karena kedekatan kami tak seindah cerita teman-teman mengenai keluarganya? Lambat laun ketika usia menginjak 20-an, aku tak lagi menghiraukan pikiran itu.

Ada satu momen yang membuat ayah menjadi seorang pahlawan di kehidupanku, kata-katanya yang terdengar begitu sederhana tapi menikam perlahan. “Kamu kalah dengan Adikmu yang bawa makanan untuk dijual saat sekolah, lihat tuh dia udah bisa menghasilkan uang sendiri,” katanya kepadaku.

Ayahku terus saja mengatakan ini dan itu bahkan mengatakan bahwa penghasilan adik begitu besar tanpa memikirkan untuk menyetor penghasilan tersebut ke ibu agar bisa berjualan di hari berikutnya. Dalam hati membatin, “Adikku bagian penjualan namun yang membuat makanan itu adalah Ibu dan senantiasa dibantu olehku.”

Sepertinya apa yang aku lakukan di pikirannya selalu saja salah. Bertahun-tahun yang lalu aku berhenti menulis karena ayah berkata bahwa anaknya ini tidak seperti apa yang dituliskan di media sosial, katakanlah tulisan tersebut berupa kalimat bijak yang sering mencuat dari pikiranku sendiri. Hari itu terjadi tepat saat begitu kecewa dengan tingkah laku ayah mengenai suatu hal yang berdampak besar.

Pikiran sering melontarkan sebuah kalimat, “Apakah aku selalu salah?” Padahal aku tak pernah meminta lebih segala sesuatu bahkan ketika ulang tahun hanya meminta buku bacaan.

Bukan hanya itu saja, hari-hari berikutnya ayah berkata bahwa aku kalah dalam segala hal dengan adikku sendiri. Dalam situasi sedih berkepanjangan karena ayah begitu banyak menyayat hati, sebenarnya saat itu aku sedang menantikan pengumuman lomba menulis yang hadiahnya bernilai jutaan rupiah.

Aku berpikir, “Mengapa Ayah tak menunggu satu hari lagi agar ia dapat melihat pembuktianku?”

Pada akhirnya aku menjadi juara pertama tapi masih tetap dengan situasi yang sama. Aku hanya mendapati ayah asyik memainkan handphone-nya. Ucapan selamat dan pelukan hangat rasanya hanya bayangan belaka.

 

2 dari 3 halaman

Titik Balik Kehidupan

ilustrasi./Photo by Mochammad Syaiful from Pexels

Aku termasuk anak yang mudah menangis saat mendapati kata-kata yang melukai hati. Kini sudah tak terhitung berapa banyak air mata jatuh karena kalimat yang ayah ucapkan. Tapi sehari-harinya aku dituntut untuk tersenyum di hadapannya, seolah memakai topeng yang selalu bahagia.

Jika ia melihatku cemberut, muram maupun ekspresi wajah yang tak ia sukai maka dapat menimbulkan amarah dan memunculkan beragam pertanyaan. Aku pun menangis hanya ketika sendirian di kamar tanpa adanya suara karena takut jika ketahuan.

Ingin sekali mengeluarkan unek-unek mengenai apa yang aku rasakan sebagai anaknya. Namun aku berpikir lagi, “Daripada menimbulkan situasi menjadi lebih kacau, lebih baik menangis ketika berdoa kepada Sang Pencipta.”

Begitu sejuk hati ini ketika mampu mengeluarkan kesedihan kepada Sang Pencipta, aku sampai di titik di mana berusaha mengikhlaskan segala yang terjadi. Terkadang rasa sakit memang lebih terasa ketika orang terdekat yang membuat luka. Orangtua yang seharusnya menyemangati justru melemahkan.

Menyadari kata-kata bisa menghancurkan sebuah kehidupan, kini aku tak lagi menghakimi diriku sendiri. Setiap malam berusaha mensugestikan diri dengan mengatakan, “Kamu sudah mengerjakan segala sesuatunya semaksimal yang kamu bisa, tidurlah agar lelahmu bisa segera terobati. Hari esok adalah perjalanan yang mesti dilalui dengan sepenuh hati. Terima kasih sudah berjuang, kamu keren dan hebat!”

3 dari 3 halaman

Terima kasih, Ayah!

ilustrasi./ copyright By Dragon Images from Shutterstock

Tapi di balik kejadian yang begitu menusuk hati dan pikiran, aku merasakan kasih sayangnya yang tak ternilai. Didikannya memang keras, anaknya harus keluar dari zona nyaman dengan rasa sakit yang tak berkesudahan.

Aku menemukan siapa diriku dengan terus memikirkan kata demi kata yang pernah terlontar olehnya dan perlahan-lahan tumbuh menjadi pribadi yang berpikir sebelum bertindak. Selama ini melalui tulisan yang tak pernah dipublikasikan menjadikan diriku seutuhnya manusia meski tanpa bersuara.

Terima kasih, Ayah! Anakmu ini memilih berusaha move on dengan mensyukuri bagaimana pun temperamennya Ayah setelah mengetahui banyak kisah mengenai teman-teman yang kehilangan orang tua di usia muda karena ditinggalkan selama-lamanya.

Aku sadar bahwa kisah ini tak seindah kisah lainnya yang telah berjuang sekuat tenaga. Setiap orang memiliki ceritanya masing-masing, siapa pun yang pernah dan mengalami situasi yang sama, aku yakin kita mampu menjalaninya.

"Apa pun yang sedang dan pernah kamu hadapi, adalah ujian agar kita bisa 'naik kelas'. Terdengar klise, tapi ada pendewasaan diri dari setiap peristiwa yang terjadi. Yang pasti, setiap masalah tak dapat dihindari. Kita hanya perlu menghadapi dan beradaptasi,” nasihat seseorang kepadaku.

 

#GrowFearless with FIMELA