Saat Satu Jalan Hidupmu Tertutup, Carilah Pintu Kesempatan yang Lain

Endah Wijayanti diperbarui 16 Mar 2020, 11:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Mencintai diri sendiri bukanlah tindakan egois. Justru dengan mencintai diri sendiri, kita bisa menjalani hidup dengan lebih baik. Di antara kita ada yang harus melewati banyak hal berat dalam hidup sampai rasanya sudah tak punya harapan apa-apa lagi. Namun, dengan kembali mencintai diri sendiri dan membenahi diri, cahaya baru dalam hidup akan kembali bersinar. Melalui salah satu tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba My Self-Love Story: Caramu untuk Mencintai Diri ini kita akan memetik sebuah inspirasi baru yang dapat mencerahkan kembali hidup kita.

***

Oleh: Maria Kemi Simarmata

Seseorang yang baru lulus SMA pasti ingin lanjut kuliah di perguruan tinggi untuk menggapai cita-cita yang telah digantungkannya tinggi-tinggi. Namun, bagaimana jika kenyataan berkata lain?

Pupus sudah harapanku kuliah di universitas negeri. Selulus SMA, aku ikut ujian masuk seleksi perguruan tinggi negeri. Sayang, tidak lolos. Tetapi kegagalan ini tidak membuatku langsung menyerah. Karena suka pelajaran kimia, aku ingin sekali melanjutkan studi ke Akademi Kimia Analis di Bogor. Dengan percaya diri, aku pergi bersama temanku naik kereta api ke Kota Hujan untuk mencari informasi mengenai akademi itu.

Aku mengutarakan niat tersebut kepada kedua orangtuaku. Sayang, mereka meminta maaf karena tidak punya dana untuk membiayaiku kuliah di sana. Maklum, abangku masih kuliah dan dua orang adikku juga masih sekolah, sementara penghasilan ayah sangat pas-pasan. Tentu saja aku merasa sedih, kecewa, dan hampir putus asa. Apalagi aku termasuk anak cerdas yang memiliki keinginan dan cita-cita tinggi. Karena mentok di masalah biaya, aku mencari jalan lain agar tetap bisa kuliah.

Aku mengumpulkan informasi tentang akademi pemerintah yang tidak menelan banyak biaya, bahkan gratis. Ada beberapa akademi atau sekolah tinggi yang kuliahnya gratis, tapi sebagai gantinya mereka memberlakukan ikatan dinas. Pilihanku jatuh pada Sekolah Tinggi Ilmu Perikanan di Jakarta. Tes demi tes aku lalui dengan lancar, tapi akhirnya gagal di tes terakhir: wawancara langsung.

Hal ini membuat aku sangat sedih, tidak tahu harus bagaimana lagi. Melihat teman-temanku mulai kuliah, aku merasa putus asa. Karena minder, aku berusaha menghindar agak tidak bertemu mereka. Terus terang aku iri pada mereka, aku benci diriku yang tidak mampu masuk perguruan tinggi negeri. Aku juga menyesal tidak dilahirkan dari orangtua yang kaya. Padahal, bukankah kita tidak bisa memilih pada keluarga mana kita dilahirkan? Selama beberapa bulan aku hanya berdiam diri di rumah, tidak bersemangat menjalani hidup. Cita-citaku yang tinggi sudah kandas. Hari-hari yang kulalui terasa berat, perasaan dan pikiran semakin tidak menentu. Timbul perasaan bersalah karena merepotkan kedua orangtua dan hanya menjadi beban mereka, ada pula perasaan malu dengan tetangga.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Mencari Kesempatan yang Lain

Ilustrasi perempuan bekerja/copyright shutterstock

Suatu hari aku seakan mendapat pencerahan. Hati dan pikiranku bergejolak. “Aku harus keluar dari masalah ini. Aku mencintai diriku dan tidak boleh hancur hanya lantaran tidak bisa kuliah.” Aku harus mencari jalan keluar dan satu-satunya yang dapat kulakukan lebih dulu adalah berserah dan mendekatkan diri pada-Nya. Tuhan itu baik, dia selalu menolong setiap manusia yang berserah kepada-Nya. Akhirnya aku menemukan jalan keluar, yaitu dengan mencoba bekerja. “Bukankah tujuanku setelah lulus kuliah adalah bekerja, lantas kenapa aku tidak memulainya sejak dini?” kataku dalam hati.

Aku kemudian mencoba ikut seleksi penerimaan pramugari yang saat itu membuka lowongan bagi tamatan SMA. Setelah melewati seleksi demi seleksi, ternyata aku kalah lagi di tahap wawancara. Tetapi kali ini aku tidak patah arang, bahkan justru lebih bersemangat lagi mencari kerja. Mulai dari sales, SPG, hingga kasir restoran, semua pekerjaan itu kujalani.

Sembari bekerja, aku mengambil kursus komputer untuk meningkatkan kemampuan. Setelah memperoleh sertifikat komputer itulah, aku menjajal lowongan junior secretary di sebuah perusahaan swasta. Thank God, aku diterima. Bekerja sebagai sekretaris membuat kepercayaan diriku bertambah. Tidak berhenti sampai di situ saja, aku lalu mengambil kursus pajak brevet AB. Aku juga mulai menabung untuk biaya kuliah. Singkat cerita, akhirnya aku bisa kuliah sambil bekerja. Aku mengambil jurusan akuntansi di sebuah universitas swasta di Jakarta.

Selalu ada cara untuk keluar dari permasalahan dalam hidup kita. Setiap manusia pasti bisa bangkit dari keterpurukan. Fokuslah pada diri sendiri. Menghadapi segala keterbatasan dengan mengembangkan kemampuan diri merupakan bukti bahwa kita mencintai diri kita sendiri. Dan setiap usaha yang kita perjuangkan akan selalu ada hasilnya. Karierku pelan-pelan juga ikut naik. Karena mengantongi sertifikat Brevet AB, aku mendapat promosi dari semula junior secretary menjadi akuntan pajak. Inilah awal mula aku berkecimpung di bidang finance and accounting. Perjuanganku selama ini akhirnya berbuah manis. Di usiaku yang ke-26 aku dipercaya menjadi manajer finance & acccounting di sebuah perusahaan swasta.

3 dari 3 halaman

Simak Video di Bawah Ini

#ChangeMaker