Daring Tanpa Perlu Darah Tinggi, Sabar adalah Kuncinya

Ayu Puji Lestari diperbarui 10 Nov 2020, 11:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Kita bisa bersinar melalui setiap pilihan hidup yang kami buat dalam hidup. Baik dalam hal pendidikan, karier atau pekerjaan, dan pilihan soal impian serta cita-cita. Setiap perempuan bisa menjadi sosok tangguh melalui setiap pilihan hidup yang diambil. Seperti dalam tulisan Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Share Your Stories Oktober 2020: Menjadi Lady Boss Versimu ini.

***

Oleh: Theresia Sri Wahyuni

Saya Ibu Yuni. Seorang Istri, Ibu dari dua orang anak perempuan usia 6 dan 5 tahun, yang memiliki rambut kriting, yang biasa dipanggil Duo GeLas. Saya seorang Guru BK di sebuah sekolah swasta di Kota Malang. Sejak terjadi Pandemi Covid-19 di pertengahan Maret 2020, anak-anak mulai melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh/PJJ/Daring (Dalam Jaringan). Sebagai seorang guru dan ibu, tentunya kesibukan tidak hanya terjadi saat saya di sekolah, mempersiapkan materi bahan ajar, tetapi juga saat saya pulang ke rumah, membantu anak-anak belajar. Kakak duduk di kelas 1 SD. Sedangkan dedek masih TKB. Justru saya merasa lebih tertekan saat melaksanakan daring di rumah bersama anak-anak sendiri! Hal ini didasari konsep saya sebagai guru BK yang sangat memegang erat teori Pertumbuhan dan Perkembangan yang pernah saya peroleh di bangku kuliah.

Layaknya seorang Ibu, saat tiba di rumah, mulai memikirkan makan apa yang akan disantap oleh kedua krucil saya yang agak sulit makan, terutama bila menu yang tersaji ada hijau daun atau lauk yang tidak sesuai selera mereka. Hal ini membutuhkan waktu sekitar 1 sampai 2 jam bagi Duo GeLas mengunyah dan menelan makanan. Belum lagi, waktu pengumpulan tugas sekolah dengan sistem daring/PJJ dengan batas maksimal pukul 20.00. Bila waktu sudah semakin mendekati pengumpulan tugas, Duo GeLas belum selesai makan, dan suami belum sampai di rumah karena masih menyelesaikan pekerjaan di Kantor, keadaan ini bisa menjadi pemicu asam lambung saya kumat. Ya, saya mengalami tekanan karena kondisi rumah yang tidak seindah teori Psikologi.

"Saya lelah ya Tuhan... Kapan virus ini akan berakhir?", batin saya.

Dalam kelelahan ini, bukannya saya dapat berbicara dengan lembut pada krucil saat melaksanakan daring/PJJ di rumah. Yang ada, saya malah semakin menggunakan nada tinggi saat berkomunikasi dengan Duo GeLas yang masih belum bisa fokus konsenterasi saat belajar, sementara waktu pelaporan atau pengumpulan tugas semakin mepet.

Bila suami sampai di rumah, bukan sambutan hangat yang diterima, tetapi suami ikutan kena luapan emosi saya. Saya masih belum dapat menerima kenyataan antara teori yang saya pelajari dengan kondisi nyata kehidupan saat saya mendidik anak-anak saya, terutama saat melaksanakan daring. Selain asam lambung, ada satu penyakit yang kumat kalau sudah begini, yaitu darah tinggi (darting).

2 dari 2 halaman

Berusaha Mengendalikan Emosi

Ilustrasi/copyrightshutterstock/fizkes

Saya memmerhatikan kalau kakak suka melotot bila berbicara pada saya pada pertengahan bulan Juli. Terutama bila ada seuatu yang tidak sepaham. Saya pun mengoreksi diri. Pasti ada yang salah dengan diri saya. Dan memang benar! Anak adalah cerminan dari orang tua! Sikap saya yang kerap kali berkata keras pada kakak bila tidak mau melakukan sesuai keinginan saya, membuat kakak meniru tindakan saya, dan tentunya melakukan hal yang sama saat sedang berbicara pada saya. Saya sangat terpukul. Padahal saya adalah seorang guru BK, yang biasa dimintai saran. Mengapa hal ini bisa terjadi pada saya? Sedih dan miris.

Saya mulai mengubah cara dan pendekatan saat berbicara dengan kakak. Saya mulai mengajak kakak berdiskusi mengenai apa yang akan kami lakukan. Kami? Ya, karena kalau kakak tidak dapat mengerjakan tugas sekolah secara daring, maka saya akan mengatakan, "yuk, kita coba bersama. Pasti bisa". Kakak pun mulai semangat kembali, karena tidak merasa belajar sendiri atau selalu disalahkan! Suami pun saat pulang kerja, mulai gerak cepat. Selesai membersihkan diri, istirahat sejenak dengan makan malam, langsung ikut serta membantu dedek belajar dan mengerjakan tugas sekolahnya.

Rupanya, saya sedang belajar menjadi bos bagi diri saya sendiri dengan cara mengelola emosi yang sangat berpengaruh pada kondisi di rumah. Untuk menjadi perempuan super, ternyata saya harus menaklukan diri saya sendiri dengan tidak berfokus pada terori Psikologi Pertumbuhan dan Perkembangan, tetapi bagaimana saya dapat mengelola keluarga, terutama membantu anak-anak saya belajar dalam sistem daring tanpa darah tinggi.

#ChangeMaker