Fimela.com, Jakarta Ucapan yang keluar apa adanya sering membuat anak terlihat suka ceplas-ceplos, menyampaikan sesuatu secara jujur tanpa banyak pertimbangan. Di satu sisi, hal ini menandakan anak merasa leluasa mengekspresikan pikiran dan perasaannya, sekaligus memperlihatkan adanya rasa percaya diri dalam berkomunikasi. Namun disisi lain, kebiasaan ini dapat menciptakan situasi yang kurang menyenangkan bila terjadi pada momen atau konteks yang tidak sesuai.
Kebiasaan anak berbicara blak-blakan sejatinya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Lingkungan terdekat, terutama keluarga, memiliki pengaruh besar dalam membentuk pola komunikasi mereka. Dikutip melalui sumber atlaspsychologycollective.com, pola asuh yang terlalu longgar dapat membuat anak merasa semua perkataan diperbolehkan, sedangkan pola asuh yang terlalu kaku bisa mendorong anak meluapkan ekspresi secara berlebihan ketika ada celah.
Selain itu, fase perkembangan emosi juga berperan dalam menentukan kemampuan anak mengendalikan diri, sehingga wajar bila mereka kadang kesulitan membedakan ucapan yang pantas disampaikan atau sebaiknya ditahan. Oleh sebab itu, orangtua perlu memahami bahwa ceplas-ceplos bukan hanya soal kurang sopan, melainkan bagian dari proses anak belajar mengenal aturan sosial sekaligus mengelola ekspresi diri.
Dengan bimbingan yang tepat, anak dapat dilatih untuk tetap jujur dalam mengutarakan pendapat tanpa menyinggung atau melukai perasaan orang lain. Mengarahkan anak agar mampu menyeimbangkan kejujuran dengan kontrol berbicara akan menolong mereka tumbuh menjadi pribadi yang terbuka, percaya diri, dan lebih bijak dalam berkomunikasi.
Sifat alami anak yang jujur dan polos
Anak sering kali tampak ceplas-ceplos karena dorongan sifat alaminya yang jujur sekaligus polos. Dalam tahap tumbuh kembang, mereka belum sepenuhnya mengerti bahwa tidak semua hal sebaiknya diutarakan secara langsung, sehingga apa yang terpikirkan kerap terlontar begitu saja tanpa pertimbangan. Bagi anak, berbicara apa adanya terasa sebagai bentuk ekspresi diri yang wajar, tanpa memikirkan efek atau perasaan orang lain. Kepolosan ini sesungguhnya merupakan bagian penting dari proses belajar berkomunikasi, karena memperlihatkan keberanian untuk jujur dan terbuka. Namun, jika tidak diarahkan dengan baik oleh orang tua, kebiasaan tersebut bisa memunculkan situasi kurang nyaman, terutama ketika ucapan mereka dianggap tidak pantas atau berpotensi menyinggung orang lain.
Lingkungan keluarga
Kebiasaan anak dalam berbicara sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, karena sejak kecil mereka belajar dengan cara meniru. Cara orang tua maupun anggota keluarga lain berkomunikasi sehari-hari akan menjadi contoh nyata yang membentuk gaya bicara anak. Jika anak sering mendengar orang dewasa berbicara terus terang tanpa banyak pertimbangan, besar kemungkinan mereka akan mengikuti pola tersebut dan menganggapnya sebagai hal yang biasa. Sebaliknya, ketika keluarga membiasakan komunikasi yang sopan, terarah, serta penuh empati, anak akan lebih mudah belajar menyampaikan pendapat dengan kendali yang baik. Suasana interaksi di rumah juga berperan penting; lingkungan yang hangat membuat anak merasa aman untuk berbicara, sedangkan kondisi yang penuh tekanan bisa memicu mereka mengeluarkan ekspresi secara ceplas-ceplos. Oleh karena itu, menciptakan pola komunikasi sehat di rumah menjadi kunci agar anak tetap jujur saat berbicara namun tetap mampu menjaga cara penyampaiannya.
Pola asuh
Cara orang tua mengasuh anak sangat berpengaruh pada kebiasaan mereka dalam berbicara ceplas-ceplos. Pola asuh yang terlalu longgar dapat membuat anak merasa bebas mengatakan apa saja tanpa memikirkan dampaknya terhadap orang lain. Sebaliknya, pola asuh yang terlalu ketat dan penuh aturan justru berpotensi mendorong anak melampiaskan ekspresi secara berlebihan ketika ada kesempatan, termasuk dengan berbicara blak-blakan. Karena itu, anak membutuhkan pola asuh yang seimbang—memberikan ruang untuk bersikap jujur dan terbuka, namun tetap menanamkan batasan agar mereka bisa menyampaikan pendapat dengan cara yang tepat. Melalui arahan yang konsisten, orang tua dapat menanamkan pemahaman bahwa kejujuran adalah hal yang penting, tetapi cara menyampaikannya harus tetap sopan dan menghargai perasaan orang lain.
Perkembangan emosi dan kontrol diri
Perkembangan emosi serta keterampilan mengendalikan diri memiliki peran besar dalam membentuk kebiasaan anak yang sering berbicara ceplas-ceplos. Pada masa tumbuh kembang tertentu, anak masih dalam proses belajar mengenali sekaligus mengekspresikan perasaannya, sehingga wajar bila mereka kesulitan membedakan ucapan yang layak disampaikan dengan yang sebaiknya ditahan. Saat emosi memuncak baik ketika marah, kecewa, maupun terlalu bersemangat anak cenderung melontarkan pikiran secara spontan tanpa mempertimbangkan dampaknya. Seiring bertambahnya usia, kemampuan mengatur emosi dan mengontrol diri akan berkembang, namun tetap memerlukan arahan yang tepat dari orang tua. Dengan pendampingan yang sabar dan konsisten, anak dapat dilatih untuk mengekspresikan perasaan dengan cara yang lebih terkendali, sehingga tetap jujur dalam berbicara tetapi tidak menyinggung atau melukai orang lain.