Beauty Burnout: Ketika Terlalu Banyak Tren Kecantikan Menguras Energi

Hilda IrachDiterbitkan 29 Desember 2025, 16:34 WIB

ringkasan

  • Beauty burnout adalah kondisi di mana ritual kecantikan terasa seperti kewajiban.
  • Standar kecantikan yang tidak realistis dapat memengaruhi kesehatan mental.
  • Mengurangi waktu di media sosial dapat membantu mengatasi tekanan kecantikan.

Fimela.com, Jakarta - Pernahkah kamu merasa bahwa ritual kecantikan yang seharusnya menyenangkan justru menjadi beban? Fenomena ini dikenal sebagai beauty burnout. Beauty burnout adalah kondisi di mana tekanan untuk selalu tampil rapi dan mengikuti setiap tren kecantikan membuat kita merasa kewalahan. Apa yang dulunya menjadi waktu untuk bersantai, kini berubah menjadi daftar tugas yang harus diselesaikan.

Menurut Chanel Sequeira dari Elle India, "Beauty burnout is real and no, it's not just about being 'too tired' to wash your face. It creeps in when the rituals that once brought comfort start to feel like obligations." Kecantikan yang seharusnya menjadi pelarian, kini terasa seperti pekerjaan yang melelahkan.

Fenomena ini tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga pada kesehatan mental. Ellen Atlanta dari Dazed menambahkan, "Welcome to beauty burnout, a phenomenon where the pursuit of perfection leaves women feeling drained, financially strained, and emotionally overwhelmed." Hal ini menunjukkan bahwa tekanan untuk memenuhi standar kecantikan dapat menyebabkan stres yang signifikan.

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Penyebab Beauty Burnout

Salah satu penyebab utama beauty burnout adalah standar kecantikan yang tidak realistis. Menurut Medical News Today, "Societal beauty standards can put a lot of pressure on individuals to look a certain way or have a specific body shape." Tekanan ini dapat memengaruhi kesehatan mental seseorang dalam berbagai cara.

Media sosial juga berperan besar dalam menciptakan tekanan ini. Seperti yang dijelaskan oleh The Psychology of Beauty, "Constant exposure to edited and filtered images can create unrealistic expectations and pressure individuals to attain a similar appearance." Budaya perbandingan yang berkembang di media sosial membuat banyak wanita merasa tidak puas dengan penampilan mereka.

3 dari 4 halaman

Gejala Beauty Burnout

Gejala beauty burnout dapat bervariasi, tetapi umumnya termasuk kelelahan konten dan keputusan finansial yang berisiko demi kecantikan. Ellen Atlanta juga mencatat bahwa banyak wanita merasa panik sebelum bekerja jika penampilan mereka tidak "sempurna". Hal ini menunjukkan bahwa tekanan untuk tampil baik dapat mengganggu keseharian kita.

Dr. Gloria Lee, seorang psikolog klinis, mengidentifikasi bahwa tren kecantikan yang tidak sehat dapat menyebabkan kecemasan dan depresi. "When we passively accept society and media's definition of beauty, we unconsciously start to compare and judge ourselves against this definition," ujarnya. Hal ini menunjukkan bahwa kita sering kali merasa tidak pernah cukup baik jika dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh masyarakat.

4 dari 4 halaman

Cara Mengatasi Beauty Burnout

Untuk mengatasi beauty burnout, penting untuk membatasi waktu di media sosial. Menurut Medical News Today, "Limiting time on social media and speaking with a mental health professional can help individuals cope with the mental health effects of societal beauty standards." Mengurangi paparan terhadap gambar-gambar yang tidak realistis dapat membantu mengurangi tekanan yang kita rasakan.

Selain itu, fokus pada kesejahteraan diri juga sangat penting. Sequeira menyarankan, "Focus on what makes you feel good, not just what looks good." Kecantikan sejati berasal dari dalam diri kita, dan terkadang cara terbaik untuk merawat diri adalah dengan melepaskan tekanan dan menjadi diri sendiri.

Terakhir, jika kamu merasa tertekan, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Berbicara dengan seorang psikolog dapat membantu kita mengatasi efek kesehatan mental dari standar kecantikan yang ada di masyarakat.