Sukses

Health

Peran Maksimal Orangtua dalam Upaya Kesembuhan Penyakit Jantung Bawaan pada Anak

Fimela.com, Jakarta Penyakit jantung tak hanya bisa diderita oleh orang dewasa. Anak-anak bahkan bayi pun bisa mengalami penyakit jantung sejak lahir. Hal inilah yang disebut juga sebagai penyakit jantung bawaan atau biasa disingkat sebagai PJB. Penyakit jantung bawaan ini bukan terjadi karena faktor keturunan, melainkan terjadi karena adanya kelainan struktur jantung yang muncul sejak bayi masih di dalam kandungan. 

Jantung sebagai salah satu organ yang berfungsi untuk memompa darah dan menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh akan terganggu jika terjadi kelainan sejak bayi lahir. Hal tersebut dapat mengganggu tumbuh kembangnya hingga bisa berakibat fatal. 

Memperingati Hari Jantung Sedunia yang jatuh pada 29 September setiap tahunnya, Danone Specialized Nutrition Indonesia menyelenggarakan webinar yang berjudul “Pentingnya Dukungan Nutrisi Optimal pada Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan” demi mengedukasi para orangtua yang memiliki anak dengan PJB pada Rabu (29/9). 

“Di Indonesia, kasus anak dengan PJB itu bisa terjadi sejak bayi lahir, perhitungannya 1 dari 100 bayi lahir menderita PJB jika dihitung dari jumlah penduduk di Indonesia. Sehingga jika dijumlah, Indonesia selalu memiliki 40-50 ribu kasus baru per tahunnya terkait PJB pada bayi,” ujar Dokter Spesialis Anak Ahli Kardiologi Rahmat Budi Kuswiyanto dalam webinar tersebut. 

Hal inilah yang akhirnya menjadi concern dan harus disikapi secara serius oleh para orangtua, khususnya bagi yang memiliki anak penderita PJB. Budi menjelaskan bahwa anak berisiko terkena PJB jika sang ibu memiliki riwayat kesehatan selama kehamilan yang tak normal.

Mengenal PJB Pada Anak dan Bahayanya

“Jika ibu punya infeksi kehamilan, atau penyakit kronis lainnya seperti diabetes, serta jika nutrisinya tak terpenuhi selama hamil, maka anak yang dikandung akan berisiko kelainan genetik janin, yang juga berisiko tinggi menderita PJB saat lahir,” jelas Budi. 

Risiko PJB semakin tinggi jika sang ibu mengonsumsi minuman beralkohol dan terpapar asap rokok selama kehamilan. Budi menyatakan bahwa PJB merupakan kontributor kematian bayi yang paling tinggi jumlah kasusnya di Indonesia. Maka dari itu, perlu ada penanganan segera dan deteksi dini yang dilakukan orangtua. 

Cara Deteksi Dini PJB 

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, deteksi dini merupakan hal yang terpenting dalam penanganan awal PJB pada bayi. Dokter Spesialis Anak Ahli Nutrisi dan Penyakit Metabolik I Gusti Lanang Sidhiarta menjelaskan bahwa cara paling mudah untuk mendeteksi dini PJB adalah dengan melihat perkembangan fisiknya. 

“Jika secara fisik perkembangan anak tidak ideal sesuai dengan usianya, maka bisa diasumsikan mereka mengalami malnutrisi atau kurang gizi. Kekurangan gizi karena PJB biasanya disebabkan oleh 3 faktor utama, yakni asupan nutrisi yang tidak mencukupi, kebutuhan nutrisi yang meningkat namun tidak disadari, dan penyerapan nutrisi pada usus terganggu,” jelas Lanang dalam webinar tersebut, Rabu (29/9). 

Meski tak harus mengalami ketiga faktor tersebut, jika bayi mengalami salah satu faktor bisa dijadikan peringatan awal apakah bayi mengalami kelainan dalam organ di dalam tubuhnya. Maka dari itu, perlu adanya perhatian ekstra dari orangtua untuk langsung mengonsultasikan hal tersebut kepada dokter anak agar bisa cepat ditangani sesuai dengan kondisi yang dialami. 

Masih Ada Harapan Untuk Sembuh

Meski PJB termasuk penyakit kronis yang penanganannya tergolong sulit, harapan untuk sembuh tetap masih ada. Jika anak akhirnya didiagnosis memiliki PJB, jangan khawatir. Sebagai orangtua, kamu harus bisa ikhlas dan menerima keadaan anak sehingga bisa mengoptimalkan segala hal untuk dirinya. 

Anak dengan PJB harus melalui perjalanan panjang demi bisa capai kesembuhannya. Hal itulah yang membuat banyak orangtua yang khawatir akan biaya pengobatan yang tidaklah murah. 

Agustina Kurniari Kusuma selaku ibu yang memiliki anak penderita PJB menjelaskan bahwa saat ini anaknya telah sembuh dan bisa beraktivitas layaknya anak normal lainnya. 

“Yang membuat saya punya harapan lagi, tuh, ketika dokter saya bilang kalau anak saya bisa sembuh asal kondisinya baik. Jadi saya upayakan dia dapat nutrisi yang optimal, lalu bisa dioperasi agar jantungnya bisa normal seperti anak lainnya,” ujar Agustina. 

Ia menjelaskan bahwa uang biaya untuk operasi semuanya ter-cover oleh BPJS hingga saat ini. Saat ini anak dari Agustina sudah berusia 6 tahun dan masih harus melakukan pemeriksaan secara rutin. Namun, hal tersebut tak menjadi halangan karena semua biaya ditanggung oleh BPJS Kesehatan. 

Hal tersebut dibenarkan oleh dr. Budi, yang mengatakan bahwa semua biaya untuk penanganan anak dengan PJB akan dijamin oleh BPJS.

“Asuransi swasta tidak bisa menanggung seperti yang BPJS tanggung, hal ini dikarenakan biaya pengobatan untuk PJB ini membutuhkan biaya yang besar dan harus dilakukan secara berkala. Maka dari itu, BPJS lah yang berperan besar atas penanganan PJB ini,” ujar Budi. 

Peranan Orangtua Sangat Penting

Dokter Lanang dan Dokter Budi menegaskan bahwa PJB pada anak merupakan suatu tanggung jawab yang harus dikerjakan secara telaten dan penuh perhatian. 

“Peranan orangtua sangat penting dalam kehidupan anak dengan PJB. Orangtua yang memiliki anak dengan PJB merupakan orangtua yang luar biasa. Berikan ikhtiar yang maksimal. Membesarkan anak dengan penyakit ini memang tidak mudah, saya salut dengan para orangtua dari anak-anak dengan PJB,” ujar Budi. 

“Faktor utama keberhasilan kesehatan bayi dengan PJB itu adalah peran orangtuanya, tugas dokter hanyalah membantu. Orangtua yang telaten, perhatian, dan kooperatif itu akan menuai hasil yang baik,” tutup Lanang. 

Penulis: Chrisstella Efivania

#ElevateWomen

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading