Sukses

Health

Memanfaatkan Teknologi Digital untuk Penanganan Kanker Payudara Hingga ke Pelosok Daerah

Fimela.com, Jakarta Penanganan kanker payudara di Indonesia memang belum maksimal. Bukan hanya dari metode pengobatan yang digunakan untuk merawat pasien, melainkan juga ketersediaan dokter spesialis yang menangani pasien kanker payudara.

Menurut data yang dikemukakan dr. Karina Andini, Head of Partnership Docquity Indonesia, satu orang dokter spesialis bisa menangani 1,2 juta pasien. Persebaran dokter spesialis dan teknaga kesehatan pun tidak merata dan hanya terfokus di kota-kota besar dan rumah sakit tipe A.

Oleh karena itu, Roche Indonesia dan Docquity mengumumkan peluncuran jejaring digital dokter onkologi yang pertama di Indonesia, Breast Cancer Expert Network. Jaringan ini bertujuan untuk mendorong transformasi ekosistem layanan kesehatan dengan memungkinkan para ahli onkologi ntuk berbagi informasi dan pengalaman. Sehingga dapat meningkatkan penanganan pasien kanker payudara di Indonesia.

“Melalui jejaring ini, spesialis onkologi terbaik akan berkumpul dan bersama-sama membentuk komunitas yang saling berbagi keahlian dan sumber daya yang didedikasikan untuk memajukan penanganan kanker payudara dan memberikan hasil perawatan yang lebih baik bagi pasien,” ujar Dr. Ait-Allah Mejri, President Director of Roche Indonesia.

 

Jenis kanker yang paling banyak dialami perempuan

Di Indonesia sendiri, kanker payudara menjadi jenis kanker urutan pertama yang paling banyak diderita oleh perempuan. Namun, penanganan kanker payudara sendiri sudah memiliki panduan yang komprehensif dan terus mengalami pembaruan.

Selain itu, komunkasi dari sejumlah ahli onkologi juga menjadi kebutuhan yang penting agar dapat saling bertukar informasi dan pendapat. Ruang digital ini menjadi komponen yang krusial untuk memfasilitasi pertukaran informasi dan komunikasi ini dengan cepat, melewati batas geografis wilayah, nasional, bahkan internasional.

Kanker payudara adalah salah satu jenis kanker yang dapat dideteksi sejak dini dan mempunyai tingkat kesintasan yang cukup tinggi jika penanganannya dilakukan secara tepat waktu dan optimal. Namun, saat ini di Indonesia masih banyak kasus atau sekitar 60% yang datang dalam kondisi stadium lokal lanjut dan stadium lanjut. Hal ini tentu berdampak pada penanganan yang menjadi kurang maksimal sehingga meningkatkan tingkat kematian.

Untuk memberikan penanganan kanker yang bermutu, holistik, dan tepat waktu, terdapat banyak tantangan bagi dokter spesialis onkologi di antara berbagai kesibukannya. Dengan adanya Breast Cancer Experts Network ini, diharapkan bisa membantu menjawab tantangan-tantangan tersebut khususnya mendorong pertukaran informasi, studi kasus, dan keahlian antar onkolog melalui solusi digital.

 

Upaya pemerintah

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menyusun rencana untuk meningkatkan fungsi, layanan, integrasi data, dan performa dari sistem e-Kesehatan di Indonesia, sebagaimana termaktub pada Permenkes No. 46 tahun 2017. Strategi e-Kesehatan ini terus dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan aksesibilitas dan kesinambungan, serta untuk mendorong pengadaan layanan kesehatan berkualitas bagi masyarakat terutama di daerah terpencil di Indonesia.

Di beberapa negara dan wilayah, platform daring untuk bertukar informasi antar dokter sudah cukup lumrah sejak beberapa tahun terakhir, seiring dengan semakin berkembang dan meluasnya akses teknologi informasi. Di Asia Tenggara sendiri, platform daring khusus untuk para dokter onkologi ini merupakan yang pertama dan dipelopori oleh Roche Indonesia bersama dengan Docquity - sebuah platform jejaring khusus para dokter yang saat ini sudah beroperasi di enam negara di wilayah Asia Tenggara.

Dengan adanya jejaring digital khusus dokter ini, para dokter, terutama yang berada di wilayah dengan konsentrasi dokter dan dokter spesialis yang relatif rendah, merasa sangat terbantu.

Simak video berikut ini

#elevate women

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading