Fimela.com, Jakarta Ada jenis kelelahan yang tak bisa dijelaskan hanya dengan kata "capek". Rasanya seperti memikul dunia di atas pundak, padahal tubuh tetap berdiri tegak. Sahabat Fimela, ini bukan soal berapa banyak yang dilakukan, tetapi berapa banyak yang dipikirkan, diingat, dan diatur dengan semua energi yang dimiliki. Kondisi ini secara umum disebut mental load—beban tak kasat mata yang tetap terasa berat dalam hidup perempuan.
Mungkin yang terlihat hanya rutinitas biasa: bekerja, mengurus rumah, bekerja, atau merawat anak. Tapi di balik itu, mental load bisa menguras energi emosional, mengganggu ketenangan batin, dan perlahan memengaruhi hubungan, kesehatan fisik, hingga harga diri.
Advertisement
Mental Load: Pekerjaan yang Menguras Banyak Emosi dan Energi
Mental load, seperti yang dikutip dari laman uclahealth.org, adalah pekerjaan kognitif dan emosional yang dilakukan tanpa henti: mengingat jadwal imunisasi anak, memastikan stok bahan makanan, mencatat ulang tahun teman, hingga memikirkan solusi saat pasangan tampak murung. Semua ini berjalan di kepala tanpa henti, bahkan saat tubuh sedang beristirahat.
Para ahli di University of Melbourne menyebut mental load sebagai beban yang tak berbatas, tidak terlihat, dan tidak pernah selesai. Kondisi ini bisa menyusup di waktu kerja, mengganggu saat bersantai, bahkan membangunkan kita di tengah malam dengan seribu pikiran kecil yang belum sempat dibereskan.
Perempuan single juga dapat merasakan beban mental (mental load), meskipun mungkin seringkali pandangan umum hanya mengaitkannya dengan perempuan yang sudah menikah atau memiliki anak. Memang, mental load sering kali dikaitkan dengan pengelolaan rumah tangga dan keluarga, namun realitanya, beban ini tidak terbatas pada mereka yang sudah berkeluarga.
Mental load pada perempuan single bisa terjadi karena berbagai alasan yang mungkin tidak terlihat jelas, namun cukup berat. Misalnya, sebagai perempuan yang hidup sendiri, mereka harus mengatur segala hal sendiri mulai dari pekerjaan, keuangan, hingga keseimbangan hidup pribadi dan sosial. Tidak ada partner untuk berbagi tanggung jawab, sehingga semua keputusan dan rencana harus dipikirkan dan dijalankan sendiri. Tanggung jawab ini sering kali mencakup perawatan diri, perencanaan masa depan, hingga memastikan kesejahteraan emosional dan fisik tetap terjaga.
Beban mental pada perempuan single juga bisa datang dalam bentuk manajemen waktu yang padat. Misalnya, perempuan yang bekerja penuh waktu, harus tetap menjaga hubungan dengan keluarga, teman, dan kolega, serta menyisihkan waktu untuk diri sendiri—semuanya harus direncanakan dengan sangat hati-hati. Kelelahan mental ini bisa terasa sangat besar, terutama karena tidak ada seseorang yang secara aktif membantu menyeimbangkan beban tersebut.
Di sisi lain, perempuan single juga sering menghadapi tekanan sosial dan ekspektasi dari lingkungan sekitar, yang terkadang menambah beban mental. Misalnya, pertanyaan tentang kapan akan menikah, apakah mereka merasa kesepian, atau bagaimana mereka mengatur kehidupan pribadi. Semua ini bisa memperburuk perasaan stres dan menambah lapisan mental load yang tersembunyi.
Mental load bukan hanya soal pekerjaan rumah atau pengasuhan anak, tetapi juga tentang tanggung jawab yang diambil, baik dalam keluarga, pekerjaan, atau bahkan dalam menjaga keseimbangan emosional yang sehat. Perempuan single juga berhak untuk merasakan beban ini, dan penting untuk kita menyadari bahwa mereka juga membutuhkan dukungan untuk menjaga kesejahteraan mental dan emosional mereka.
Begitu banyak aspek dalam hidup yang harus dikelola seorang perempuan, baik yang sudah berkeluarga maupun yang masih single. Menyadari hal ini penting untuk memberikan empati, dukungan, dan ruang bagi mereka agar bisa berbagi beban dan merasa lebih dihargai dalam kehidupan sehari-hari.
Overstimulation: Letih Emosional yang Butuh Jeda
Sahabat Fimela, salah satu efek berat dari mental load adalah overstimulation. Melansir laman healthline.com, hal ini terjadi saat otak menerima terlalu banyak input sekaligus, hingga kesulitan fokus, berpikir jernih, atau menjaga ketenangan. Akibatnya, seseorang bisa merasa jengkel, letih emosional, bahkan kehilangan keinginan untuk berinteraksi fisik.
Misalnya saja, seorang istri merasa tidak ingin disentuh oleh suaminya sendiri setelah seharian mengurus anak, rumah, dan pekerjaan. Bukan karena cinta memudar, melainkan karena tubuh dan pikiran mereka sudah terlalu penuh untuk menerima tambahan stimulasi. Sentuhan fisik, yang pada kondisi normal terasa nyaman, berubah menjadi beban tambahan yang tidak sanggup ditanggung.
Overstimulation berbeda dari kelelahan biasa. Kondisi ini bukan hanya soal butuh istirahat, melainkan butuh ruang kosong dari suara, permintaan, dan sentuhan—agar sistem saraf bisa kembali tenang. Memahami ini membuat pasangan bisa lebih saling berempati, bukan saling salah paham.
Advertisement
Dampak Mental Load yang Perlu Diketahui
Mental load adalah beban pikiran yang sering kali dirasakan oleh perempuan karena mereka harus mengelola berbagai tanggung jawab, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Tanggung jawab ini mencakup segala hal mulai dari pekerjaan rumah tangga, merawat anak, hingga merencanakan kegiatan sehari-hari. Meskipun hal-hal ini mungkin tampak kecil, tetapi secara kumulatif bisa menjadi beban mental yang berat.
Beban mental ini sering kali muncul karena perempuan dianggap secara otomatis bertanggung jawab atas pengelolaan rumah tangga dan kehidupan keluarga. Mereka seringkali harus memikirkan berbagai detail kecil, seperti menu makanan, jadwal anak, atau kebersihan rumah, yang bisa membuat mereka merasa cemas atau kewalahan. Tanpa adanya pengakuan atau pembagian tugas yang jelas, perasaan tertekan ini bisa semakin memburuk.
Selain itu, perempuan juga sering menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan karier dan kehidupan pribadi. Di tempat kerja, mereka mungkin merasa harus menunjukkan kemampuan yang sama dengan rekan pria, tetapi di rumah, mereka tetap harus mengurus berbagai hal lainnya. Ketidakseimbangan ini seringkali membuat mental load mereka tidak terlihat, padahal itu mempengaruhi kesejahteraan fisik dan emosional mereka. Mengelola mental load ini membutuhkan dukungan dan pembagian peran yang lebih adil di berbagai aspek kehidupan.
Mental load yang berat bisa menjalar ke berbagai aspek kehidupan. Perempuan menjadi lebih mudah merasa cemas, kehilangan konsentrasi, sulit tidur, hingga rentan mengalami gejala depresi. Hubungan dengan pasangan pun ikut terganggu; komunikasi menjadi lebih pendek, kesabaran menipis, keintiman menurun.
Sahabat Fimela, saat mental load tak dikenali dan dibiarkan, perempuan bisa mulai mempertanyakan dirinya sendiri: "Mengapa aku merasa gagal padahal sudah melakukan segalanya?" Perasaan bersalah dan tidak pernah cukup menjadi bayang-bayang sehari-hari.
Efek fisik juga nyata: migrain, nyeri otot, gangguan pencernaan, hingga kelelahan kronis yang tak bisa diobati hanya dengan tidur semalam. Karena itulah, mengenali dan mengelola mental load bukan sekadar untuk merasa lebih baik, tapi untuk bertahan secara utuh sebagai manusia
Pentingnya Meluangkan Waktu untuk Diri Sendiri
Salah satu langkah paling penting adalah memberi ruang bagi diri sendiri, tanpa rasa bersalah. Hal ini bukan soal egoisme, tapi soal bertahan hidup secara emosional. Membiarkan rumah sedikit berantakan, menunda membalas pesan, atau sekadar berdiam dalam keheningan adalah bentuk penyelamatan diri.
Waktu hening itu, walau hanya 15 menit, memberi otak kesempatan mengurai kekusutan pikiran. Ini penting untuk menjaga kewarasan di tengah tuntutan yang terus menerus hadir tanpa henti.
Memulihkan diri bukan sebuah hadiah yang diberikan orang lain, tapi hak yang harus diperjuangkan sendiri. Karena dalam ruang tenang atau hening itu, jiwa perempuan bisa kembali menemukan kekuatannya.
Kalau sudah memengaruhi kesehatan mental dan emosional, ada baiknya mencari bantuan ke pihak profesional untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Sahabat Fimela, mental load bukan tanda kelemahan, bukan pula soal kurang bersyukur. Ini realitas yang perlu diakui bersama. Perempuan tidak butuh dinilai dari seberapa banyak yang bisa mereka tanggung diam-diam, tapi seberapa sehat mereka bisa hidup dalam keseharian.
Membangun lingkungan yang sadar mental load berarti menciptakan dunia di mana perempuan tidak harus terus mengorbankan diri untuk memenuhi ekspektasi. Karena beban tak terlihat ini, kalau terus dipaksa dipikul sendiri, bisa menghancurkan lebih banyak hal daripada yang bisa diperbaiki.
Sahabat Fimela, sudahkah kamu hari ini membiarkan dirimu bernapas di antara ribuan pikiran yang memenuhi kepala?
Â