Sukses

Parenting

Ayah, Kumohon Pulanglah! Tepati Janjimu Mengantarku ke Pelaminan

Apa yang akan kamu rasakan saat kamu tak bisa lagi bertemu dengan ayah? Bahkan mendengar suaranya atau mengetahui kabarnya pun kamu tak tahu caranya. Pastinya ada rasa rindu dan sedih yang begitu mendalam, seperti kisah dari seorang sahabat Vemale untuk Lomba Menulis Spesial Hari Ayah ini.

***

Aku masih sangat ingat saat usiaku 12 tahun, aku mengantarkan ayah ke sebuah terminal bus bersama Ibu dan Adik perempuanku yang saat itu berumur 2 tahun. Ayah pergi meninggalkan kami karena alasan ekonomi, dia harus mencari nafkah agar kami tetap bisa hidup dengan baik dan bersekolah. Saat itu tahun 2006.

Kini umurku sudah menginjak 22 tahun dan Adikku masih bersekolah di bangku sekolah dasar.

Tepat 10 tahun sudah kami tak bisa melihat sosoknya, bagaimana kabarnya dan seperti apa keadaannya sekarang kami tak tahu.

Di 3 tahun pertama beliau meninggalkan kami, komunikasi kami berjalan lancar dan baik-baik saja. Bahkan kami sering mengobrol via telepon sekadar menanyakan, “Bagaimana harimu, Nak?" Saat kenaikan kelas pun beliau selalu menanyakan, “Bagaimana dengan nilai rapormu?"

Semua berjalan baik dan tidak ada masalah apapun. Seiring berjalannya waktu saat aku menginjak bangku SMA, kami sangat jarang berkomunikasi. Sesekali aku dan Adikku meneleponnya tetapi kadang beliau tak mengangkatnya. Kami pun berpikir, “Mungkin Ayah sibuk."

Hingga pada pertengahan tahun 2010 beliau baru sempat menelpon dan memberitahu bagaimana kabarnya. Bahagia, sungguh sangat bahagia saat kami menerima telepon darinya. Kami berbincang dan bercanda via telepon. Momen langka bisa berbincang denganmu, Ayah walau hanya bisa kudengar suaramu dari balik telepon genggam Ibu.

Dan Ayah ingin berbicara berdua saja dengan Ibu. Aku dan Adik pun kembali pergi bermain.

        

Di setiap malam aku sering melihat Ibuku menangis dan tak bisa tidur. Aku mendengar sangat jelas tangisannya. Dan aku terbangun aku pun menghampiri Ibuku menanyakan, “Mengapa Ibu menangis?” Ibu memelukku dan berkata padaku, “Ayahmu tertangkap polisi karena melakukan penggalian timah ilegal di tanah Sumatra. Perusahaan Ayah tak bertanggungjawab atas tertangkapnya para pekerja termasuk Ayahmu.”

Tanpa aku sadar aku pun menangis dengan sangat kerasnya hingga Adikku pun terbangun. Dan Ibu mencoba menenangkanku dan Adikku tak hentinya bertanya mengapa kami menangis. Tapi Ibu mencoba merahasiakan ini darinya.

Ayah berpesan pada Ibu lewat SMS. Aku masih ingat seperti apa isi pesannya.

“Kutitipkan dua anak perempuanku padamu, jaga dia dan lindungi jadilah sosok ayah juga untuknya, mereka tumbuh semakin dewasa, dan aku sangat menyesal telah meninggalkannya di usia mereka yang masih sangat kecil, beri mereka makan dengan makanan yang halal, didik mereka dengan baik, aku akan segera pulang mendampingi mereka di altar pernikahan mereka, jangan carikan mereka ayah lain penggantiku, aku mohon tetaplah bersama mereka dalam keadaan tersulit pun. Aku menyayangimu dan kedua anak kita."

Sampai hari ini aku masih sering menunggu pesannya, kabarnya, dan sangat ingin tau keadaannya. Banyak cerita yang ingin aku ceritakan. Bahkan saat teman priaku menanyakan seperti apa Ayahku dan di mana dia sekarang, aku tak pernah bisa menjawabnya dan hanya terdiam.

Aku ingin kita berbincang bergurau seperti dulu. Menyanyi bersama saat akan tidur dan mencium tanganmu saat aku akan pergi ke sekolah.

Aku ingin memperkenalkanmu dengan calon suamiku yang telah melamarku pada Agustus lalu. Dan kini dia pun ikut sabar menunggumu pulang sebagai wali pernikahanku.

Foto: copyright Dias

Aku ingin bercerita panjang sekali kepadamu dan menghabiskan waktu denganmu seharian berlibur dan berolahraga bersama.

Aku masih sangat ingat saat aku masih kecil dan kamu melatihku berjalan dan berlari. Aku masih sangat ingat saat kamu menggendongku saat kita di mall dan Ibu kelelahan menggendongku sedangkan aku berlarian terus merepotkan kalian.

Ayah, kini anak perempuan yang manja sudah bisa hidup mandiri. Aku bisa mengambil hikmah dari kejadian yang menimpa keluarga kita, dan saat aku harus berjalan dengan usiaku tanpamu. Aku sudah tak cengeng lagi seperti dulu, aku tak mengadukan padamu lagi saat ada teman yang menjahiliku.

Ayah, aku sudah tak meminta tambahan uang saku padamu ketika Ibu sudah memberiku uang.

Kini aku hanya ingin engkau menepati janjimu mengantarkanku ke altar pernikahanku dan menyaksikan janji pernikahkanku dengan suamiku.

Aku hanya ingin engkau ada di sampingku saat momen terindah itu dan akan semakin istimewa saat engkau bisa pulang dan mendampingiku.

Aku merindukanmu Ayah, pulanglah. Aku ingin kita makan di satu meja makan yang sama bersama suamiku, Ibu, Adik, dan Ayah.

- Dias

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading