Sukses

Parenting

10 Ucapan Orangtua yang Bisa Mengganggu Psikologis Anak

Fimela.com, Jakarta Orangtua pasti pernah secara tidak sengaja mengucapkan kalimat-kalimat negatif yang secara tidak langsung akan membuat anak menjadi bingung, marah, bahkan sakit hati.

Kata-kata negatif dapat memiliki efek yang bertahan lama, berbahaya, dan memengaruhi kondisi psikologis anak. Kata-kata dapat merusak mental anak selamanya, terutama yang datang dari orangtua yang seharusnya menjadi sosok yang aman dan mendukung dalam kehidupan anak. 

“Dukungan dan persetujuan orangtua sangat penting untuk kesejahteraan anak-anak. Kata-kata yang orangtua gunakan bisa konstruktif atau destruktif terhadap perkembangan rasa diri anak-anak,” ujar Jill Whitney, seorang ahli hubungan, dikutip dari Reader’s Digest.

Dirinya juga mengatakan, jika seorang anak mendapatkan kalimat yang negatif, maka hal itu akan membekas dalam benaknya selama beberapa dekade.

Maka dari itu, apa saja kalimat yang dilarang dikatakan oleh orangtua dan berdampak pada psikologis anak? Simak penjelasan berikut untuk mencari tahu lebih lanjut.

1. “Ayo, cepat!”

Anak mungkin bergerak lambat ketika berpakaian di pagi hari ketika akan pergi ke sekolah. Namun, mendorongnya untuk bergerak lebih cepat dan membuatnya terburu-buru hanya akan membuatnya lebih stres. 

Meskipun kamu mungkin membuatnya merasa bersalah karena terlambat, teriakan orangtua tidak akan memotivasi anak untuk bergerak lebih cepat. 

Maka dari itu, orangtua perlu mencari cara yang tenang untuk mempercepat. Seperti membuat permainan keluar dari pintu dengan berlomba untuk melihat siapa yang bisa berpakaian lebih dulu. Hal ini secara tidak langsung akan mengajarkan anak arti penting kolaborasi, menurut psikoterapis klinis Paul Hokemeyer, PhD, dikutip dari buku Fragile Power: Why Having Everything is Never Enough.

2. “Tinggalkan aku sendiri”

Setiap orangtua terkadang membutuhkan istirahat dan me-time untuk dirinya sendiri. Namun, orangtua tidak boleh memberi tahu anak-anak bahwa anda sedang butuh sendiri. 

Dokter anak Jennifer Trachtenberg mengatakan bahwa orangtua bisa mengganti kalimat tersebut menjadi lebih sesuai dengan usia mereka dan kamu bisa memberikan mereka tugas khusus untuk dilakukan sementara mereka menunggu kamu, dikutip dari Reader’s Digest. 

Contohnya seperti ini, “Mama harus menyelesaikan satu hal. Mama mau kamu bermain dengan mobilmu hanya beberapa menit. Setelah itu, kita bisa bermain bersama lagi setelah mama selesai,” tetapi setelah itu, kamu harus menindaklanjuti dengan apapun yang kamu janjikan setelahnya.

3. “Kenapa kamu tidak bisa seperti kakak/adikmu?”

Sangat wajar ketika orangtua terkadang membandingkan anak-anaknya. Namun, kamu tidak boleh membiarkan anak-anak mendengar bahwa kamu melakukannya di depan mereka. 

Ketika kamu bertanya kepada anak-anak mengapa mereka tidak lebih dari saudaranya, tu mendorong persaingan yang tidak sehat dan anak-anak mungkin merasa mereka tidak cukup baik. Secara tidak langsung, kamu menyiratkan bahwa kamu berharap anakmu menjadi orang lain ketika kamu membandingkannya dengan saudara kandungnya. 

Maka dari itu, sebagai penggantinya, orangtua bisa mengganti kalimat pembanding tadi manjadi kalimat penguatan positif seperti “Terima kasih sudah bisa makan sendiri,” atau “Wow, kamu bisa memakai baju sendiri,” karena ini membantu mereka membentuk perilaku yang diinginkan oleh orangtua. 

4. “Practice makes perfect”

Spesialis perkembangan dan perilaku anak Betsy Brown Braun menjelaskan bahwa tidak ada yang sempurna, dan menjadi sempurna bukanlah suatu tujuan yang baik. 

Dirinya menjelaskan, ketika orangtua mengatakan bahwa “kamu harus berlatih lebih giat lagi agar hasilnya bisa sempurna,” maka itu akan mengirim pesan bahwa dia tidak berlatih cukup keras jika dia melakukan kesalahan. 

Maka dari itu, sebagai gantinya kamu harus mengakui betapa frustrasi dan sulitnya berlatih dan berikan beberapa contoh hal-hal yang bisa dia tingkatkan.

5. “Biar aku bantu”

Sangat wajar ketika orangtua ingin membantu anak ketika dia menyelesaikan teka-teki atau melakukan sesuatu yang sulit. Namun, jika kamu selalu membantunya, maka hal ini akan merusak independensinya dan anak-anak jadi selalu mengharapkan bantuan dari orang lain ketika melakukan sesuatu. 

“Biarkan anak menyelesaikan proyek untuk membangun harga diri dan kompetensi intinya,” ujar Fran Walfish, seorang psikoterapis anak, pasangan, dan keluarga, dikutip dari Reader’s Digest

Sebaliknya, tunggu dia meminta bantuan terlebih dahulu, kemudian ajukan pertanyaan kepadanya untuk membantunya memecahkan masalah. 

6. “Jangan menangis”

Ketika seorang anak terjatuh ketika berlari, dan terluka setelahnya, sangat wajar ketika ia menangis kesakitan. Namun, jika kamu menyuruhnya untuk berhenti menangis, maka kamu mengabaikan perasaannya. 

Dokter Walfish menyarankan orangtua untuk mengatakan “Aduh! Itu menyakitkan, tapi aku di sini bersamamu,” dan memeluk anaknya ketika terjadi kejadian yang membuat si kecil terluka secara fisik. 

Hal ini disebut sebagai narasi empatik, yang merupakan gaya penyelarasan welas asih terhadap perasaan anak, yang membantunya merasa dilihat, diakui, divalidasi, dan diterima kekurangan dan segalanya. Selain itu, ini juga mengajarkan anak untuk menjadi orang yang baik dan empatik terhadap orang lain.

7. “Dulu, aku bisa melakukan itu waktu aku masih seumur kamu”

Semua anak berkembang pada tingkat yang berbeda. Jadi, mengharapkan anak melakukan hal yang belum ia bisa hanya akan membuatnya merasa kecewa pada orangtuanya. 

Sebagai orangtua, kamu harus menghargai setiap upaya anak, apapun bentuknya karena sikap tenang terhadap tingkat kesuksesan seorang anak, akan membantu anak-anak mengatasi rasa malu mereka sendiri ketika mereka belum memenuhi harapannya sendiri. 

Kamu bisa mengatakan “Wow, kamu sudah melakukan banyak kemajuan, lanjutkan kerja baikmu!” atau “Jangan khawatir, suatu saat kamu pasti bisa,”

8. “Kamu pembohong”

Jika seorang anak ketahuan berbohong atas apa yang sudah dilakukannya, maka sebagai orangtua harus dengan sabar dan bijaksana dalam menanggapi perilaku ini. 

Ketika orangtua mengatakan secara terang-terangan bahwa anaknya berbohong, maka anak akan merasa seperti diserang secara pribadi. Cari tahu dulu mengapa dia berbohong, kemudian mulailah dialog terbuka tentang mengapa berbohong itu dilarang. 

Kamu bisa menggantinya dengan kalimat seperti ini, “Hei, Mama hanya ingin kamu tahu bahwa mama akan selalu di sini untuk kamu jika kamu membutuhkan sesuatu atau jika kamu memiliki masalah. Mama perhatikan ada uang yang hlang dari dompet mama. Mama tidak marah tapi mama pikir kita perlu membicarakan ini,”

9. “Ini bukan masalah besar”

Mungkin bukan masalah yang besar bagi orangtua ketika anak mereka tidak diundang ke salah satu pesta ulang tahun temannya, tetapi itu merupakan masalah besar baginya. Mengatakan kepadanya bahwa itu bukanlah masalah yang besar akan membuatnya malu. 

Orang dewasa cenderung ingin melewatkan perasaan dan langsung menuju solusi. Tetapi, ketika anak-anak tidak merasa didengar, mereka akan cenderung menjadi lebih keras. Maka dari itu, dengarkanlah anak-anak tanpa harus memberikan komentar apapun dulu, dan bersikaplah empati terhadap perasaannya. 

10.  “Aku sudah melakukan semuanya untukmu”

Mungkin kamu merasa telah melakukan segalanya untuk anak-anak, seperti memasak, membersihkan, dan mengantar mereka. Namun, jika kamu mengharapkan pengakuan dan imbalan dari anak-anak, hal itu merupakan hal yang salah. 

“Jangan berharap bahwa kamu akan dibalas dengan rasa terima kasih yang berlebihan atau bahkan perilaku yang baik,” ungkap psikolog anak Eileen Kennedy-Moore, dikutip dari Reader’s Digest

Sebagai gantinya, kamu bisa membantu mengajari anak untuk selalu mengucapkan terima kasih dan sopan santun kepada orang lain, agar anak-anak selalu ingat akan selalu berterima kasih atas apa yang sudah dilakukan oleh orang lain kepadanya. 

Penulis: Chrisstella Efivania

#ElevateWomen

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading