Sukses

Parenting

Bukan Sekadar Kata Maaf, Begini Cara Melatih Anak untuk Berani Mengakui Kesalahan

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, pernahkah kamu menemukan momen ketika si kecil berbuat salah, tapi justru memilih diam atau bahkan pura-pura tidak terjadi apa-apa? Misalnya, tanpa sengaja ia merebut mainan temannya, membuat temannya menangis, lalu bukannya meminta maaf, ia malah lari atau menyalahkan orang lain. Situasi seperti ini wajar terjadi, karena pada masa tumbuh kembangnya, anak masih belajar mengenali emosi, memahami konsekuensi, sekaligus mengelola rasa malu.

Di sinilah peran orang tua menjadi penting, membantu anak belajar bahwa meminta maaf bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk keberanian dan ketulusan hati. Dilansir dari New Hampshire Mom, mengajarkan anak untuk tidak gengsi meminta maaf bukan hanya soal etika, tapi juga bagian dari membentuk karakter penuh empati. Berikut beberapa langkah yang bisa kamu terapkan di rumah.

1. Mulai dengan Tanggung Jawab

Anak-anak sering kali mencoba menghindari konsekuensi dengan berkata, “Bukan aku yang mulai!” atau “Aku nggak sengaja.” Saat momen itu datang, jangan langsung memarahinya, tapi arahkan mereka dengan tenang. Katakan, “Kamu memang yang melempar pasir, kan? Yuk, pikirkan lagi apa akibatnya.” Dengan cara ini, anak belajar bahwa ia bertanggung jawab atas setiap tindakan. Menumbuhkan rasa tanggung jawab sejak dini akan membantu mereka lebih jujur terhadap dirinya sendiri dan orang lain

 

 

2. Jelaskan Alasan di Balik Kesalahan

Rasa ingin tahu anak biasanya tidak pernah habis. Mereka kerap melontarkan pertanyaan sederhana seperti “kenapa” yang ternyata memiliki arti besar dalam proses belajar. Orang tua dapat memanfaatkan momen ini untuk menanamkan nilai penting di balik setiap aturan.

Saat anak melakukan kesalahan, jangan langsung menegur mereka dengan kalimat “Itu salah!” saja. Cobalah untuk mengajak mereka berdialog. Tanyakan, “Kenapa kamu lakukan itu?” Pertanyaan ini memberi ruang bagi anak untuk menjelaskan apa yang ia pikirkan atau rasakan saat itu. Terkadang, anak bisa mengutarakan alasan yang logis, namun sering kali mereka hanya bertindak spontan tanpa memikirkan akibatnya.

Di sinilah peran orang tua untuk masuk. Setelah mendengar jawaban anak, berikan penjelasan sederhana tentang dampak dari tindakannya. Misalnya, “Kalau kamu melempar pasir, orang lain bisa sakit atau jadi nggak nyaman.” Penjelasan semacam ini membantu anak memahami bahwa aturan bukanlah larangan semata, melainkan panduan agar tidak menyakiti orang lain. Dengan begitu, mereka tidak hanya tahu bahwa perbuatannya salah, tetapi juga mengerti mengapa sesuatu tidak boleh dilakukan.

 

 

3. Ajarkan Lebih dari Sekadar Kata “Maaf”

Banyak anak terbiasa mengucapkan kata “maaf” hanya karena disuruh orang tua. Mereka mengatakannya cepat-cepat tanpa benar-benar paham arti di baliknya. Padahal, inti dari sebuah permintaan maaf bukan hanya pada kata-kata, tetapi pada kesadaran dan ketulusan hati.

Untuk itu, ajarkan anak agar bisa merasakan posisi orang lain terlebih dahulu. Ajak dengan pertanyaan reflektif seperti, “Kalau kamu diperlakukan seperti itu, gimana rasanya?” Saat anak mulai bisa membayangkan, ia akan lebih mudah memahami bahwa tindakannya memang menyakiti. Dari sini, bantu mereka merangkai kalimat maaf yang lebih bermakna. 

Dengan latihan seperti ini, anak belajar bahwa permintaan maaf bukan sekadar formalitas agar masalah cepat selesai, tapi sebuah bentuk tanggung jawab dan usaha tulus untuk memperbaiki hubungan. Hal ini juga melatih mereka menjadi pribadi yang lebih peka terhadap perasaan orang lain.

 

 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading