Sukses

Parenting

Kasih Ibu yang Berubah Menjadi Luka, Waspadai Filisida Maternal!

Fimela.com, Jakarta Kasih seorang ibu kerap dianggap sebagai bentuk cinta paling tulus dan tak terbatas. Namun, di balik citra penuh kehangatan itu, tersimpan sisi gelap yang jarang terungkap, saat kasih justru berubah menjadi luka. Fenomena ini dikenal sebagai filisida maternal, yakni tindakan kekerasan atau pembunuhan yang dilakukan seorang ibu terhadap anak kandungnya. Peristiwa seperti ini bukan hanya mengguncang rasa kemanusiaan, tetapi juga membuka tabir kompleksitas emosi dan tekanan batin yang mungkin dialami seorang ibu.

Filisida maternal bukanlah sekadar persoalan moral atau hilangnya rasa kasih sayang ibu kepada seorang anak, melainkan hasil dari berbagai faktor yang saling berkelindan. Tekanan hidup, stres pasca melahirkan, depresi, hingga gangguan mental yang tidak tertangani kerap menjadi pemicunya. Berdasarkan sumber dari psychodinamicthinking.com, banyak di antara pelaku justru pernah menunjukkan kasih sayang mendalam kepada anak sebelum tragedi terjadi. Hal ini menegaskan bahwa filisida tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan merupakan puncak dari penumpukan masalah emosional yang dibiarkan tanpa penanganan.

Fenomena ini penting untuk disoroti karena berkaitan dengan kesehatan mental, dukungan keluarga, serta kepedulian sosial. Masyarakat seringkali menilai perilaku ibu dari sisi moral semata tanpa memahami kondisi psikologis di baliknya. Padahal, pencegahan dapat dilakukan dengan menciptakan ruang aman bagi ibu untuk bercerita, mencari bantuan, dan memperoleh dukungan profesional. Dengan memahami akar masalah filisida maternal, kita dapat mencegah tragedi serupa sekaligus menjaga makna sejati kasih seorang ibu agar tidak berubah menjadi luka bagi anak yang seharusnya ia lindungi.

Faktor munculnya filisida maternal

Faktor yang melatarbelakangi munculnya filisida maternal tidak bisa dipandang semata sebagai hilangnya naluri keibuan, melainkan merupakan hasil dari tekanan kompleks yang dialami seorang ibu. Banyak kasus menunjukkan bahwa pelaku sebelumnya hidup dalam situasi sarat tekanan emosional, sosial, maupun ekonomi. Stres berkepanjangan akibat tuntutan hidup, rasa kesepian, hingga beban peran ganda seringkali menjadi pemicu utama. Selain itu, kondisi psikologis seperti depresi pasca persalinan, gangguan kepribadian, atau trauma masa lalu dapat memperparah keadaan. Ketika tekanan tersebut tidak tertangani dengan baik dan ibu tidak mendapatkan dukungan yang cukup, kemampuan untuk mengendalikan emosi bisa menurun, hingga mendorong tindakan yang di luar batas kewajaran.

Faktor lingkungan juga berperan besar dalam meningkatkan risiko terjadinya filisida maternal. Kurangnya sistem dukungan sosial, minimnya pemahaman keluarga terhadap kesehatan mental ibu, serta stigma terhadap perempuan yang membutuhkan bantuan psikologis sering kali membuat ibu memilih untuk memendam perasaannya sendiri. Dalam kondisi seperti ini, kelelahan emosional yang terus menumpuk dapat berkembang menjadi rasa putus asa atau keinginan untuk “mengakhiri penderitaan” yang dirasakan, baik bagi dirinya maupun anaknya. Oleh karena itu, memahami akar penyebab filisida maternal tidak hanya berfokus pada individu pelaku, tetapi juga pada peran lingkungan, tekanan sosial, serta pentingnya membangun empati dan dukungan kolektif agar tragedi serupa dapat dicegah.

Peran suami dan lingkungan sekitar

Peran suami dan lingkungan sekitar memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya filisida maternal. Sebagai sosok terdekat, suami memiliki tanggung jawab besar untuk memberikan dukungan emosional, membangun komunikasi yang terbuka, dan menunjukkan empati terhadap kondisi pasangannya. Ketika seorang ibu merasa dihargai, didukung, dan tidak menanggung beban pengasuhan sendirian, tekanan mental dapat berkurang secara signifikan. Sebaliknya, sikap acuh tak acuh, ekspektasi yang berlebihan, atau kekerasan dalam rumah tangga justru dapat memperburuk kondisi psikologis seorang ibu. Karena itu, peran suami seharusnya tidak hanya sebatas sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pendamping yang berperan aktif menciptakan suasana keluarga yang hangat, aman, dan penuh kasih.

Lingkungan sekitar, mulai dari keluarga besar hingga masyarakat luas, turut berkontribusi dalam menjaga kesehatan mental ibu. Stigma terhadap perempuan yang mengalami stres atau depresi sering kali membuat mereka menutup diri dan enggan mencari bantuan. Padahal, dukungan sosial yang tulus dan empatik dapat membuat seorang ibu merasa diterima tanpa rasa takut dihakimi. Bantuan sederhana seperti menemani, mendengarkan, atau memberi waktu bagi ibu untuk beristirahat dapat menjadi langkah kecil yang berdampak besar. Membangun budaya saling peduli dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental, lingkungan dapat menjadi benteng utama dalam mencegah filisida maternal serta menjaga agar kasih seorang ibu tetap menjadi sumber kekuatan, bukan penderitaan.

Pencegahan dari filisida maternal

Upaya pencegahan terhadap filisida maternal harus dimulai dengan kesadaran bahwa kesehatan mental ibu memiliki peran yang sama pentingnya dengan kesehatan fisiknya. Seorang ibu baru mengalami perubahan besar secara hormonal, emosional, dan sosial yang dapat menimbulkan stres bahkan depresi bila tidak mendapatkan perhatian yang tepat. Karena itu, tenaga kesehatan dan keluarga perlu peka terhadap tanda-tanda awal gangguan psikologis, seperti mudah tersinggung, menarik diri dari lingkungan, atau kehilangan minat terhadap aktivitas yang dulu disukai. Pemeriksaan pasca persalinan seharusnya tidak hanya menilai kondisi fisik, tetapi juga kesejahteraan mental ibu secara menyeluruh. Dukungan suami dan keluarga, baik melalui empati, komunikasi yang terbuka, maupun bantuan nyata dalam mengasuh anak, menjadi langkah penting untuk mencegah timbulnya tekanan berat yang dapat berujung pada tindakan tragis.

Di sisi lain, peran masyarakat dan lembaga sosial juga sangat krusial dalam mencegah filisida maternal. Edukasi mengenai pentingnya kesehatan mental ibu perlu digencarkan agar stigma terhadap perempuan yang mencari bantuan dapat dikurangi. Penyediaan layanan konseling keluarga, komunitas pendukung bagi ibu baru, serta akses mudah ke layanan psikologis akan membantu mendeteksi dan menangani stres sejak dini. Pemerintah pun diharapkan memperkuat sistem perlindungan sosial dan layanan kesehatan mental dengan memastikan bantuan profesional tersedia secara cepat dan terjangkau. Kolaborasi antara keluarga, masyarakat, dan lembaga kesehatan menjadi pondasi utama dalam mencegah filisida maternal, sekaligus menciptakan lingkungan yang aman, penuh kasih, dan mendukung pemulihan mental bagi setiap ibu.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading