Peneliti Ungkap Perempuan Ini Positif Covid-19 Terlama di Dunia Selama 335 Hari

Anisha Saktian Putri diperbarui 25 Okt 2021, 12:02 WIB

Fimela.com, Jakarta Virus Covid-19 yang mulai hadir di akhir tahun 2019 ini masih belum usai hingga sekarang. Meski kini sudah ada vaksin yang dapat mengurangi penyebarannya.

Selain mudah menyebar, penyembuhan Covid-19 tidak sebentar. Butuh waktu lama untuk bebas dari gejala penyakit yang menyarung paru-paru ini. Bahkan, yang lebih parah membutuhkan waktu lama untuk pemulihan bagi penyintas Covid-19.

Menurut koresponden sains dan kesehatan BBC James Gllagher, masa pemulihan sangat tergantung pada seberapa sakit seseorang.

“Sebagian orang bisa sembuh dengan cepat, tetapi bagi yang lain gangguan kesehatannya berdampak jangka panjang,” katanya.

Usia, jenis kelamin, dan masalah kesehatan lain yang dimiliki juga meningkatkan risiko perburukan dari Covid-19. Makin invasif pengobatan yang diberikan dokter, makin lama durasinya, maka makin panjang juga periode pemulihannya.

Biasanya, bila gejala ringan maksimal 14 hari seorang pasien Covid-19 sudah tidak bergejala dan dinyatakan negatif Covid-19. Gejalanya seperti batuk kering, demam, sakit tenggorakan dan kepala, hingga rasa lelah yang berlebih.

Namun, jika memiliki penyakit komorbid seperti kanker biasanya membutuhkan waktu lama untuk penyembuhan atau dinyatakan negatif Covid-19. Hal ini terjadi pada perempuan berusia 47 tahun asal Amerika Serikat.

Total 334 hari ia didiagonis dengan Covid-19 hingga dijuluki seseorang dengan infeksi terlama di dunia, menurut sebuah riset sebagaimana dilansir Mashable, Sabtu (23/10/2021).

Menakjubkannya perempuan dari Bethesda, Maryland, ini juga seorang survivor kanker.

Perempuan didokumentasikan dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam pra-cetak di MedRxiv pada awal Oktober 2021. Namun, penelitian tersebut belum ditinjau oleh rekan sejawat.

Menurut Science News, perempuan itu dirawat di rumah sakit dengan COVID-19 di kampus National Institutes of Health karena dites positif meskipun menunjukkan gejala ringan atau tanpa gejala.

Studi tersebut mengungkapkan bahwa perempuan tersebut telah menjalani pengobatan kanker darah yang sukses pada tahun 2018 yang membuatnya memiliki tingkat sel B yang rendah, yang membuatnya mengalami gangguan kekebalan.

Karena itu, ia mulai secara konsisten dites positif untuk virus corona, membuat dokter pada awalnya berpikir bahwa ini adalah positif palsu karena sisa virus yang tersisa di sistem setelah infeksi sembuh.

Tetapi ketika dia mulai dites positif lagi pada Maret 2021, dokter mulai menyelidiki dengan mengurutkan genomnya.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Perbedaan strain

ilustrasi virus corona covid-19 copyright by diy13 (Shutterstock)

Para dokter menemukan bahwa itu mirip dengan virus yang dibawanya 10 bulan sebelumnya. Yang menarik adalah strainnya berbeda dengan yang beredar saat itu.

Untungnya, perempuan yang tidak disebutkan namanya itu akhirnya pulih pada bulan April, 335 hari kemudian.

Studi ini juga mengungkap fakta bahwa individu dengan gangguan kekebalan yang telah mendapatkan dua dosis vaksin mungkin harus mendapatkan suntikan booster tambahan karena ketidakmampuan tubuh mereka untuk memerangi virus secara efektif.