Dulu Ayah Mengantarku Menuju Altar, Kini Menjadi Saksi Perceraianku

Endah Wijayanti diperbarui 26 Nov 2021, 09:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Membahas kisah dan cerita tentang ayah memang tak ada habisnya. Begitu banyak momen tak terlupakan yang kita miliki bersama ayah tercinta. Mulai dari momen paling bahagia hingga momen paling sedih. Setiap hal yang berkaitan dengan ayah selalu berkesan seperti tulisan kiriman Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba Share Your Stories November 2021 Surat untuk Ayah berikut ini.

***

Oleh: Bernadetha Setianingrum

Aku adalah anak perempuan satu-satunya.  Kakakku laki-laki dan adikku juga laki-laki. Menjadi adik sekaligus kakak membuatku harus dapat beradaptasi dengan situasi dan keadaan,  bahwa memiliki 2 orang saudara laki-laki yang memiliki perbedaan karakter sangatlah penting.  Adikku lebih ekstrover, setiap apa yang dirasakannya dia ungkapkan secara langsung,  lebih cerewet dibanding abangku yang cendrung introver dan pendiam. Aku sangat menyayangi mereka berdua. 

Selama kuliah, tepatnya di tahun ketiga atau semester V,  aku memiliki kekasih. Awalnya hubungan kami banyak yang tidak menyetujui, karena orang-orang menilai aku terlalu baik,  sehingga tidak pantas mendapat pasangan kekasihku yang memang sedikit nakal. Apalagi dengan adanya perbedaan suku dan agama. Tetapi karena takdir,  hubungan kami tetap berjalan hingga ke tingkat keseriusan yang lebih tinggi. 

Bapak berpesan,  "Kalau kamu menikah, bapak tidak akan menghadiri pernikahanmu selain di tempat ibadah yang sama seperti bapak." Dengan kata lain bapak sangat ingin mendapatkan aku pasangan yang seiman.

Karena pasanganku menyayangiku,  dia menunjukkan keseriusannya dengan mengalah dan mengikutiku. Jelang hari bahagia,  kulihat air mata bapak menetes mengiringi aku berjalan menuju altar.  Mungkin saat itu dialah lelaki yang paling merasa bahagia sekaligus kehilangan,  selain pasanganku.  Mengantar anak wanita satu-satunya untuk diserahkan menjadi milik seorang pria.  Kudengar bapak berpesan kepada suamiku, "Jangan sekali-kali kau sakiti anakku, itu sama saja menyakiti saya,  dan mungkin saya yang akan lebih terluka."

 

2 dari 2 halaman

Pernikahan yang Tak Bisa DIpertahankan

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/id/g/shanti108

Perjalanan keluarga saya pun sudah berjalan menginjak usia 10 tahun pernikahan.  Kami dikaruniai anak gadis yang cantik.  Kami menetap di Jakarta, dan suamiku asli orang Solo. Permasalahan mulai muncul. 

Suamiku yang mempunyai kebiasaan berjudi,  memiliki masalah meminjam uang orang dan habis digunakan untuk berjudi.  Dia pun melarikan diri pulang ke Solo. Sebulan,  dua bulan,  tiga bulan hingga berbulan-bulan dia tak kunjung kembali ke Jakarta. 

Hingga kudengar kabar bahwa dia sudah menjalin kasih dan tinggal bersama dengan mantan teman sekolah SMA-nya dulu. Rasanya hancur hidupku,  mengingat putriku masih kecil dan belum pantas menerima kenyataan pahit.

Aku memberanikan diri untuk mengajukan perceraian. Aku abaikan apa pendapat orang lain nantinya tentangku. Setelah menjalanani 2 kali persidangan,  hakim mengatakan bahwa di persidangan terakhir/ketiga aku harus membawa 2 orang saksi. 

Aku mengajak bapak dan ibuku untuk menjadi saksi.  Saat kulihat bapak di meja persidangan untuk menjadi saksiku,  kulihat air matanya menetes di pipi. Sama seperti ketika mengantarkanku menuju altar dahulu.

Aku tahu hatinya sangat terluka.  Bahkan lebih sakit dari yang aku rasakan.  Maafkan aku karena aku telah mengecewakanmu.  Aku tak tahu bagaimana caranya untuk menggantikan rasa sakitmu. Yang aku tahu,  aku hanya ingin membuatmu selalu tersenyum di sisa waktumu saat ini. 

 

#ElevateWomen