6 Tips Menghadapi Anak yang Kritis dengan Bijak

Siti Nur ArishaDiterbitkan 22 Desember 2025, 11:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Bagi sebagian orangtua, mendengar kritik dari anak bisa menjadi pengalaman yang memancing emosi. Apalagi jika kritik itu disampaikan dengan nada tegas atau bahkan nada tinggi. Padahal, di balik kata-kata mereka, sering tersimpan sudut pandang yang jujur dan murni—sesuatu yang justru bisa membantu kita menjadi pribadi dan orangtua yang lebih baik.

Sayangnya, topik mendengarkan kritik dari anak jarang dibahas. Banyak orangtua merasa pengalaman hidup mereka jauh lebih banyak dibanding anak, sehingga masukan dari si kecil sering dianggap sepele. Padahal, anak memiliki cara pandang yang belum terlalu dipengaruhi ego atau bias, sehingga terkadang kata-kata mereka mengandung kebenaran yang tidak kita sadari.

Menanggapi kritik anak bukan berarti kehilangan wibawa sebagai orangtua. Justru, dengan meresponsnya secara bijak, kita memberi teladan tentang bagaimana menerima masukan dan membangun komunikasi yang sehat di dalam keluarga. Dilansir dari AFineParent.com, ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar orangtua mampu menghadapi anak yang kritis dengan kepala dingin sekaligus menjaga hubungan tetap harmonis.

2 dari 3 halaman

1. Terima Bahwa Anak Akan Memberi Masukan Seiring Bertambahnya Usia

Sejak kecil, anak sudah meniru perilaku orangtua. Saat mereka mulai mandiri, terutama di usia sekolah hingga remaja, mereka akan punya cara pandang sendiri terhadap banyak hal, termasuk sikap kita. (foto/dok: freepik)

Sejak kecil, anak sudah meniru perilaku orangtua. Saat mereka mulai mandiri, terutama di usia sekolah hingga remaja, mereka akan punya cara pandang sendiri terhadap banyak hal, termasuk sikap kita. Perubahan ini seringkali membuat orangtua kaget, karena anak yang dulu selalu memuji kini mulai berani mengoreksi.

Ini wajar dan menjadi tanda perkembangan berpikir kritis mereka. Justru, jika anak berani menyampaikan pendapat, itu menunjukkan mereka merasa cukup aman dan percaya diri di hadapan kita. Hal yang penting, kita siap mendengar meski ucapannya terasa menantang.

2. Dengarkan dengan Sungguh-Sungguh

Mendengar tidak sama dengan benar-benar mendengarkan. Banyak orangtua yang hanya fokus membalas atau membantah tanpa memahami maksud anak. Cobalah beri perhatian penuh, Sahabat Fimela bisa tatap mata mereka, dengarkan hingga selesai, dan hindari memotong pembicaraan.

Saat anak merasa didengar, mereka akan lebih terbuka di lain waktu. Selain itu, kita juga bisa memahami konteks kritiknya. Kadang, yang mereka maksud bukan untuk menyerang, tapi ingin menunjukkan bahwa ada cara lain yang lebih baik.

3. Singkirkan Ego

Kritik dari anak bisa memicu rasa tersinggung, apalagi jika disampaikan dengan cara yang kurang sopan. Namun, setelah menegur soal cara berbicaranya, penting untuk menilai isi dari ucapannya. Mungkin saja memang ada kebiasaan atau respons kita yang perlu diperbaiki.

Belajar menurunkan ego bukan berarti mengalah tanpa batas, tapi menunjukkan bahwa kita juga manusia yang bisa belajar dari siapa saja, termasuk dari anak sendiri. Sikap ini akan memberi teladan bahwa menerima masukan adalah tanda kedewasaan, bukan kelemahan.

3 dari 3 halaman

4. Ajari Cara Memberi Kritik yang Membangun

Kritik yang baik harus disampaikan dengan bahasa yang sopan dan bertujuan memperbaiki, bukan merendahkan. Jika anak mengucapkan komentar yang cenderung menyakitkan, seperti soal penampilan atau sifat pribadi, jelaskan kenapa itu tidak pantas. (foto/dok: freepik)

Kritik yang baik harus disampaikan dengan bahasa yang sopan dan bertujuan memperbaiki, bukan merendahkan. Jika anak mengucapkan komentar yang cenderung menyakitkan, seperti soal penampilan atau sifat pribadi, jelaskan kenapa itu tidak pantas.

Namun, jika masukannya logis dan disampaikan dengan baik, hargai pendapat mereka meskipun kita tidak selalu setuju. Misalnya, jika mereka menyarankan pilihan pakaian yang berbeda atau cara berbicara yang lebih tenang, coba pertimbangkan. Menghargai pendapat anak akan membuat mereka belajar bahwa komunikasi yang sehat selalu dua arah.

5. Perhatikan Pola Kritik yang Muncul

Jika anak sering mengangkat isu yang sama, mungkin itu tanda bahwa ada hal yang benar-benar mengganggu mereka. Misalnya, jika mereka beberapa kali mengingatkan kita untuk tidak membandingkan dengan orang lain, bisa jadi kita memang sering melakukannya tanpa sadar.

Memahami pola ini membantu kita melakukan introspeksi. Ini juga menjadi kesempatan untuk menunjukkan konsistensi, bahwa kita tidak hanya memberi nasihat, tapi juga berusaha memperbaiki diri sesuai nilai yang kita ajarkan.

6. Tetap Jaga Peran Sebagai Orangtua

Menerima kritik bukan berarti membiarkan anak berlaku seenaknya. Mereka tetap harus memahami bahwa aturan, tanggung jawab, dan sopan santun berlaku di rumah.

Seiring bertambahnya usia, hubungan antara orangtua dan anak memang bisa menjadi lebih setara, tapi itu tidak menghapus peran kita sebagai pengarah dan pelindung. Keseimbangan antara memberi ruang bagi pendapat anak dan menjaga wibawa orangtua akan menciptakan hubungan yang saling menghormati.

Sahabat Fimela, menghadapi anak yang kritis memang membutuhkan kesabaran dan kebesaran hati. Dengan mendengarkan, menilai dengan objektif, dan memberi teladan yang baik, kritik mereka bisa menjadi bahan refleksi berharga untuk kita. Hubungan yang terjalin pun akan semakin kuat, karena anak merasa didengar dan dihargai. Pada akhirnya, menjadi orangtua bukan soal selalu benar, tapi soal terus belajar dan bertumbuh bersama anak.

Penulis: Siti Nur Arisha