6 Langkah Bijak Menghadapi Amarah Tanpa Merusak Hubungan

Vallerie Angelique EffendiDiterbitkan 24 September 2025, 15:35 WIB

Fimela.com, Malang Setiap orang pasti pernah merasakan marah. Entah saat dihadapkan pada komentar yang menyakitkan, disalahpahami, atau ketika kebutuhan emosional tidak terpenuhi. Rasa marah muncul secara alami sebagai bentuk pertahanan diri. Namun, cara meresponsnya sangat menentukan, apakah marah akan berakhir dengan penyesalan atau justru menjadi momen pembelajaran.

Banyak orang merasa bersalah setelah meluapkan amarah, apalagi jika kata-kata yang diucapkan melukai orang lain. Ada pula yang memilih menekan amarah, hingga akhirnya meledak dalam bentuk yang lebih besar. Padahal, keduanya sama-sama tidak sehat jika dilakukan terus-menerus.

Masalahnya, marah yang tidak dikelola sering berubah menjadi respon defensif, kata-kata tajam, bahkan penyesalan setelahnya. Padahal, jika ditangani dengan bijak, rasa marah bisa menjadi peluang untuk lebih mengenal diri dan memperbaiki hubungan dengan orang lain.

What's On Fimela
2 dari 7 halaman

Duduk Bersama Rasa Marah

Memberi jeda sebelum merespons amarah./copyright pexels/SHVETS production

Langkah pertama dalam menghadapi kemarahan adalah tidak terburu-buru bereaksi. Memberi jeda sejenak sebelum merespons dapat membantu pikiran lebih jernih. Menyadari perasaan marah tanpa langsung menyalurkannya ke luar justru memberi ruang untuk memahami apa yang sebenarnya melatarbelakangi emosi itu.

Alih-alih melawan marah, cobalah berdamai sejenak dengan perasaan itu. Tarik napas, tuliskan perasaan di jurnal, atau diam beberapa menit sebelum merespons. Dengan begitu, marah tidak lagi mengendalikan, tetapi justru menjadi sinyal untuk introspeksi.

3 dari 7 halaman

Gunakan Kalimat “Saya merasa”

Pilihan kalimat saat sedang marah./copyright pexels/Timur Weber

Daripada menyalahkan dengan kalimat, “Kamu nggak peduli,” cobalah, “Ketika hal penting dilupakan, saya merasa terluka.” Bahasa ini membuat pesan lebih mudah diterima tanpa memicu pertahanan lawan bicara.

4 dari 7 halaman

Tetap fokus pada satu masalah

Fokus pada satu masalah./copyright pexels/Timur Weber

Jangan biarkan satu persoalan kecil membuka pintu untuk meluapkan semua unek-unek lama. Fokuslah pada situasi yang sedang dibicarakan agar percakapan tetap konstruktif.

5 dari 7 halaman

Dengarkan sudut pandang orang lain

Jangan mementingkan opini sendiri./copyright pexels/Polina Zimmerman

Bisa jadi, pihak lain juga merasa marah atau tersakiti. Dengan terbuka terhadap perspektif mereka, peluang untuk saling memahami jadi lebih besar.

6 dari 7 halaman

Cari solusi, bukan pembuktian siapa yang salah

Tidak perlu memenangkan perdebatan./copyright pexels/Afif Ramdhasuma

Tujuan utama bukan memenangkan argumen, melainkan memperbaiki hubungan. Fokus pada langkah ke depan, misalnya sepakat untuk berkomunikasi lebih jujur di masa mendatang.

7 dari 7 halaman

Ambil bagian dari tanggung jawab

Mengakui kontribusi dalam masalah./copyright pexels/RDNE Stock project

Mengakui kontribusi dalam masalah membuat percakapan terasa lebih seimbang. Hal ini juga membuka ruang agar pihak lain lebih mudah mengakui kesalahannya.

Marah bukanlah musuh, melainkan guru. Ia menunjukkan di mana luka, kebutuhan, atau harapan berada. Dengan belajar duduk bersama rasa marah dan meresponsnya secara sehat, hubungan bisa terjaga, diri sendiri lebih tenang, dan penyesalan bisa dihindari. Seperti pepatah Tiongkok mengatakan, “Jika sabar satu saat ketika marah, akan terhindar dari seratus hari penyesalan.