Fimela.com, Jakarta Biasanya lukisan bisa kamu nikmati di sebuah rumah galeri atau ketika menjadi pajangan di dinding rumah. Namun apa jadinya jika lukisan bisa dinikmati seluruh masyarakat di dinding yang mengelilingi sebuah desa?
Adalah Cartoon Village Direja, sebuah desa seni dengan galeri lukisan kartun terpanjang pertama di Indonesia. Setelah menempuh proses kreatif selama 1.908 hari, desa yang berlokasi di Purbalingga, Jawa Tengah ini kini dinobatkan sebagai The Center of Cartoon Paintings Indonesia.
Perjalanan ini berawal lima tahun lalu dari sebuah tempat yang amat sederhana. Yakni sebuah kandang ayam yang diubah menjadi ruang belajar seni. Ruang kecil itu kemudian menjadi Kie Art Cartoon School, diinisiasi secara swadaya oleh dua pegiat seni, Slamet Santosa dan Gita Yohanna Thomdean. Menggunakan pintu dan jendela bekas, sekolah tersebut menjadi wadah bagi anak-anak dan pemuda desa untuk belajar dan berkreasi tanpa dipungut biaya. Dari ruang inilah sebuah gerakan lahir.
Tanggal 9 September 2020 menjadi momen bersejarah dengan lahirnya Kie Pemuda Seni, yang berkembang menjadi berbagai kelompok. Seperti Kie Kartun Ageng – Alit, Kie Karawitan Ageng – Alit, Kie Akustik, Kie Tari Ageng – Alit, Kie Wayang, dan Kie Tradisi.
Pada tahun yang sama, dimulailah rintisan Cartoon Village, sebagai upaya mewujudkan desa seni kartun pertama di Indonesia. Perjalanan lima tahun ini ditandai oleh lahirnya banyak karya, seperti Jingle Desa, lagu-lagu karawitan baru, Tari Legenda Ujungan, puluhan lukisan, Wayang Kartun, hingga pementasan besar bertajuk “The Light” dan “Gemah Ripah Loh Jinawi” di Padma Legian Bali, sebuah pertunjukan kolaboratif berdurasi dua jam yang melibatkan seluruh kelompok seni.
Pembukaan yang Simbolik
Opening ceremony dibuka secara resmi oleh Bupati Purbalingga, H. Fahmi M. Hanif, melalui pemukulan gong, yang kemudian dilanjutkan dengan pemecahan kendil oleh Slamet Santosa selaku Pegiat Kie Art. Momentum ini turut disempurnakan dengan pemotongan tumpeng oleh Gita Yohanna Thomdean, pegiat sekaligus Founder Kie Art Project, yang selanjutnya menyerahkan tumpeng tersebut kepada Bupati serta Wakil Bupati Purbalingga, Dimas Prasetyahani, S.E., M.M.
Melalui simbolisasi ini, Gita Yohanna berharap agar pemerintah daerah, khususnya Bapak Bupati, dapat memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pelestarian seni dan budaya di Kabupaten Purbalingga sebagai warisan yang patut dijaga dan terus dihidupkan.
Menurut Slamet Santosa, Founder Kie Art Project, deretan rumah warga sepanjang 350 meter di desa kini menjelma menjadi galeri seni rakyat yang hidup, menampilkan lukisan kartun bertema tradisi dan kearifan lokal. Di setiap rumah, terpajang karya para perupa asli Purbalingga—seperti Budija, Aprianto, Darmawan, Zali, Amru, Alexa, Tria Novanda, dan Rakhma—sehingga desa ini tidak hanya menjadi tujuan wisata budaya, tetapi juga ruang apresiasi yang memberi panggung bagi seniman daerah.
Lebih dari itu, setiap karya yang dipamerkan di rumah warga memiliki potensi nilai ekonomi: bila lukisan terjual, pemilik rumah akan menerima persentase dari hasil penjualan sebagai bentuk penghargaan dari para pegiat atas peran mereka menjaga, merawat, dan menjadi bagian dari ekosistem seni yang tumbuh di desa tersebut.
Desa Menjadi Panggung
Gita Yohanna Thomdean menjelaskan bahwa keunikan acara peresmian terletak pada pelaksanaannya yang digelar pada malam hari. Pencahayaan dari lampu-lampu anyaman khas desa menciptakan suasana hangat dan autentik. Seluruh jalan desa diubah menjadi panggung seni, lengkap dengan pertunjukan tari, musik tradisional, karawitan, dolanan bocah, hingga instalasi seni di setiap sudut.
Pengunjung juga dapat menikmati mini bioskop desa yang memutar film dokumenter yang disutradarai oleh Gita Yohanna Thomdean, menceritakan perjalanan Pemuda Kie Seni dan Kie Art Projects. Selain itu, pengunjung dihimbau untuk mengenakan busana bergaya stylish dengan sentuhan tradisional seperti kebaya dan batik modern—sebuah upaya menghidupkan kembali kecintaan generasi muda terhadap estetika budaya lokal. Beragam kuliner tradisional khas Purbalingga juga disajikan gratis sebagai bagian dari edukasi budaya.
Acara pembukaan juga dirangkaikan dengan peluncuran buku “Penghuni Bumi” dari Perpustakaan Bumi, sebuah inisiatif dari Pegiat Kie Art untuk memberi ruang bagi para pegiat literasi. Buku tersebut ditulis oleh 8 penulis sebagai bentuk kontribusi terhadap ekosistem literasi desa. Nama para penulis diantaranya : Gita Yohanna Thomdean ,Muhammad Wafa,Mei Sandra Al A’raaf,Aziz Amerul Faozi,Tria Wilibrodus Megandika Wicaksono, Anisa Rakhma Nur Azizah,Alexa RakhmadaniSelain itu, turut diperkenalkan Jingle terbaru Cartoon Village Direja, hasil kolaborasi Kie Art dengan kelompok musik Svara Ganza yang mengusung gaya musik kontemporer–etnik.
Cartoon Village Direja hadir sebagai ruang edukasi, rekreasi, sekaligus petualangan yang menyenangkan dan membahagiakan, di mana desa berubah menjadi panggung kesenian itu sendiri. Pengalaman berkunjung menjadi semakin berkesan melalui beragam pilihan aktivitas seperti workshop kreatif, mini pertunjukan, hingga program “Live in The Village” yang memungkinkan pengunjung merasakan langsung kehidupan dan budaya masyarakat setempat. Mari berkunjung ke Cartoon Village Direja, Kecamatan Kaligondang, Purbalingga—tempat di mana seni, budaya, dan kebahagiaan tumbuh bersama.