Sukses

Health

Kemenkes Bentuk Tim Investigasi untuk Kasus Gangguan Ginjal Akut

Fimela.com, Jakarta Saat ini, Indonesia sedang marak kasus gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) yang menyerang anak usia dibawah lima tahun (balita) hingga 8 tahun. Hingga 10 Oktober 2022, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat sudah mencapai 131 kasus sepanjang tahun ini.

Dilansir dari liputan6.com, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah membentuk tim untuk mengusut kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Tim ini dibentuk untuk menemukan dan menangani kasus tersebut.

Siti Nadia Tarmizi selaku Kepala Biro Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI menjelaskan bahwa tim investigasi ini terdiri dari beberapa pihak, seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) untuk penyelidikan dan penanganan kasus gangguan ginjal akut misterius.

Berdasarkan cacatan Kementerian Kesehatan, pada 3 Oktober 2022, ada tiga kasus tambahan penyakit ginjal akut misterius pada anak-anak, sehingga total pasien yang masih berobat menjadi 40 anak usia 5 tahun (balita) hingga 8 tahun.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (Dirjen Yankes) Kemenkes pun telah menerbitkan Keputusan Dirjen Yankes nomor HK 02.92/I/3305/2022 tentang Tatalaksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal.

Siti Nadia mengatakan bahwa hasil pemeriksaan laboratorium Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) tidak menemukan bakteri atau virus yang spesifik pada kasus gagal ginjal akut pada anak.

Nadia menambahkan masih membutuhkan penyelidikan lebih lanjut setelah berdiskusi dengan tim dari Gambia, Afrika mengenai kasus serupa yang mengarah pada dugaan konsumsi obat dengan kandungan etilen glikol. Sejauh ini, Kementerian Kesehatan tengah berkoordinasi dengan pakar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengadakan investigasi kasus di Gambia untuk mengetahui hasilnya.

Peningkatan kasus pada bulan September 2022

Diketahui bahwa jumlah kasus gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) pada tahun ini sudah mencapai 131 kasus, terhitung sampai 10 Oktober 2022. Dalam dua bulan terakhir terjadi peningkatan kasus gangguan ginjal akut misterius.

Hal ini dikatakan langsung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), walaupun tidak representatif seluruh Indonesia laporan mengenai data jumlah kasus tersebut. Namun tetap menimbulkan kewaspadaan bagi masyarakat.

Ketua Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso mengatakan puncak kasus gangguan ginjal akut diperkirakan terjadi pada September lalu, karena terjadi penurunan pada bulan ini. Awalnya ia mengira kasus tersebut terkait dengan COVID-19, namun ternyata tidak, sehingga masih perlu di selidiki lebih lanjut. Meskipun angka kematiannya cukup tinggi. Ia mengatakan untuk tetap waspada, tapi jangan terlalu panik.

Piprim juga menguraikan bahwa acute kidney injury iasanya terjadi pada anak-anak dengan masalah ginjal bawaan. Namun, pada pasien saat ini, ginjal awalnya normal dan bukan karena kelainan bawaan.

Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati pada kesempatan yang sama juga menambahkan bahwa sejak Agustus 2022, pihaknya melihat peningkatan jumlah anak yang dirawat di rumah sakit dengan keluhan Acute Kidney Injury.

Gejala yang seragam

Pada umumnya gangguan ginjal akut dapat terjadi pada anak-anak, hal ini bisa terjadi apabila anak pada kondisi kekurangan cairan misalnya pada anak dengan diare, pendarahan hebat atau saat mengalami demam berdarah dengue. Anak dengan infeksi berat juga bisa mengalami gangguan ginjal akut.

Eka Laksmi Hidayati selaku Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI mengungkapkan bahwa pada 131 anak yang mengalami gangguan ginjal akut misterius, tidak memiliki riwayat medis seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada saat masuk rumah sakit.

Gejala yang dialami seratusan anak yang berasal dari 14 provinsi di Indonesia ini umumnya serupa. Berawal dari gejala infeksi seperti batuk, pilek, muntah, dan demam. Namun, yang mengejutkan tim dokter, beberapa hari setelah gejala infeksi muncul, disusul dengan penurunan jumlah urine atau bahkan tidak keluar pipis sama sekali. Karena tidak ada sumbatan, anak tidak mengeluh sakit di saluran kemihnya. Dalam hal ini, ginjal tidak menghasilkan urine sama sekali

"Beberapa hari timbul batuk, pilek, demam, muntah kemudian dalam 3-5 hari mendadak tidak ada urine. Jadi tidak bisa buang air kecil, betul-betul hilang sama sekali," tutur Eka.

Kesiapan rumah sakit tangani gangguan ginjal akut

Sebagian besar pasien gagal ginjal akut berusia di bawah lima tahun hingga delapan tahun. Bahkan beberapa pasien diluar Jakarta berusia belasan tahun. Di Jakarta, sekitar 80-90% pasien anak dengan penyakit ginjal akut memerlukan cuci darah. Sampai saat ini, pada pasien yang mampu bertahan, belum ada yang menjalani cuci darah hingga lebih dari tiga bulan.

Bambang Wibowo selaku Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) terkait dengan kesiapan rumah sakit dalam menangani kasus gangguan ginjal akut mengatakan bahwa kemampuan rumah sakit terkait layanan ginjal berbeda-beda. Ada yang masih terbatas, ada pula yang sudah sangat luas.

“Sebetulnya kalau kemampuan rumah sakit terkait layanan ginjal itu kan misalnya saja ada layanan peritoneal dialysis maupun hemodialisis. Untuk yang peritoneal dialysis masih terbatas tapi hemodialisis sudah sangat luas dan aksesnya sudah bagus didukung pula oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk membuka akses,” ujar Bambang saat ditemui di Sanur, Denpasar, Bali, Rabu (12/10/2022).

Perlu diketahui, peritoneal dialysis sendiri merupakan cara untuk mengeluarkan produk sampah dari darah ketika ginjal tidak bisa lagi melakukan pekerjaan secara memadai (gagal ginjal). Sedangkan, hemodialisis biasanya dikenal pula dengan cuci darah.

Penangan kasus gangguan ginjal akut misterius bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Hal ini diungkapkan langsung oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof Ali Ghufron Mukti mengatakan sepanjang penyakit itu teridentifikasi medis, maka BPJS akan menanggung biayanya.

“Sepanjang teridentifikasi medis, BPJS akan meng-cover. Dan sepanjang sesuai dengan prosedur yang sudah kita buat BPJS siap untuk membiayai atau menjamin penyakit misterius termasuk ginjal,” kata Prof Ghufron dalam konferensi pers di Bali, Rabu (12/10/2022).

 

*Penulis: Sri Widyastuti.

#Women For Women

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading