Sukses

Lifestyle

Olin Monteiro: Feminis Itu Tidak Membenci Lelaki

Vemale.com-

CHATTY CHANT: Olin Monteiro

Jangan harap kami takut!

Mungkin pohon itu pikir aku dendam Kamu salah.. Mungkin daunnya mengutukku negatif Kamu sangat salah..

Bersama bangunnya hari baru Dahan-dahan pohonmu menguat Genggaman taman patriakis menelikung Aku berdoa bagi kemenangan absolut Jangan tunduk..

Chantal (Ch):Hi Olin, lagi sibuk apa saat ini?

Olin Monteiro (Ol):"Hai, biasa sibuk-sibuk ini itu. Sedang freelance tapi kok ya banyak kerjaan ya. Sekarang (masih) sedang part-time membantu sebagai relawan di jaringan Peace Women Across the Globe (PWAG), sebuah network internasional berbasis di Bern, Switzerland, untuk isu hak-hak perempuan dan perdamaian. Sudah saya bantu sejak 2004. Sebagai relawan dan kontak person Indonesia saya mengatur kontak dengan member di Indonesia dan tentu program kegiatannya, biasanya hanya satu atau dua event setahun.

Tahun ini dan tahun 2012 kegiatan berjaringan dengan survivor kekerasan, terutama dengan Kantor Kontras. Kontras adalah lembaga yang mendampingi para korban pelanggaran HAM. Sementara PWAG berkolaborasi dg Kontras khusus untuk program pendampingan bagi perempuan korban/perempuan survivor, yang masih bertahan mencari keadilan sampai sekarang. Psst ini juga lagi nulis sebuah draft skenario dan riset untuk novel pertama. Doakan lah terbit 2012 yaaaa."

Ch: Apa yang menyebabkan Olin menyebut diri sebagai seorang feminis?

Ol:"Waktu saya SD, saya ingat pernah dilecehkan oleh laki-laki yang jauh lebih tua. Dia mencoba memegang payudara saya, baru kena sedikit,langsung saya bentak. Hal itu sangat menjengkelkan dan menyebabkan saya marah besar, juga ketakutan. Pernah juga waktu SMP dicolek lelaki dalam bis kota. Saya melawan, memaki dan marah-marah. Tapi tidak ada yang membantu. Berbagai pelecehan ini juga terjadi pada kawan-kawan perempuan saya. Lagi-lagi lingkungan diam saja. Sejak itu saya sering marah dan kesal. Saya biasa menuangkan kekesalan itu lewat menulis, baik itu diary, puisi maupun cerpen. Lalu, saya mulai membaca Virginia Wolf, Simone de Beauvoir sejak SMA. Baru saya tahu betapa perempuan selalu didiskriminasikan dan ditindas oleh sistem kita yang sangat patriarkis ini.

Kemudian berbagai kekerasan terhadap perempuan terjadi di sekitar saya, baik dalam keluarga besar saya, tetangga, bahkan orang yang saya tidak kenal. Saya menjadi gusar dan selalu bingung. Lalu saya bertemu para aktivis perempuan ketika saya kuliah, beberapa mentor saya seperti Debra Yatim, Myra Dvarsi, Nursyahbani Katjasungkana dan banyak lagi menggugah rasa perlawanan saya terhadap situasi yang menimpa perempuan di Jakarta dan Indonesia. Dari mereka saya belajar soal isu perempuan, gerakan feminis dan berbagai hal hingga saya menjadi aktivis. Setelah bekerja dengan isu perempuan selama beberapa tahun, belajar dan berkegiatan, maka saya yakin saya menyebut diri saya feminis. Seorang feminis harus menyuarakan ketidakadilan yang terjadi di sekitarnya. Bahkan dalam keluarga sendiri. Feminis itu memperjuangkan agar perempuan tidak lagi didiskriminasikan,distigma, dilabel atau diperlakukan dengan tidak adil. Feminis melawan sistem patriarkis yang menjadikan perempuan orang kedua, tertindas dan diremehkan. Saya yakin, saya harus memulai menyuarakan diri saya sendiri dan orang terdekat saya, karena tidak ada orang yang akan melakukan itu. Semua orang diam. Tapi feminis adalah orang yang tidak akan diam, ia terus berjuang."

Ch: Masih banyak yang men-cap feminis adalah perempuan yang benci laki-laki. Your comment?

Ol:"Iya itu biasa dan sering didengar. Mereka sebut feminis itu tomboy, benci laki, suka sama perempuan dan bahkan tidak mau punya anak. Semuanya itu tidak benar. Saya perempuan biasa, berambut panjang, suka lelaki dan punya dua anak. Saya juga suka memakai aksesoris, nonton balet, pergi disko, bahkan kadang belanja make-up (untuk berdandan). Semua yang saya lakukan sama seperti semua perempuan lainnya. Cap ini memang menyebalkan. Tapi cuma satu cara menjelaskan pada orang lain, bahwa feminis adalah manusia biasa, bisa pintar, bisa bekerja untuk isu sosial dan isu perempuan juga bisa punya prestasi bagus. Bahkan perempuan yang lesbian pun bisa sayang anak dan bisa merawat anak dengan baik."

Ch: Apa hal paling sederhana yang seorang perempuan dapat lakukan untuk memperjuangkan hak dan kesetaraan?

Ol:"Yang paling sederhana adalah mulai dari rumah sendiri. Apakah di rumah kita sudah berlaku adil pada keluarga kita. Pada ibu, adik, saudara sepupu, keponakan atau bahkan lingkungan sekitar kita. Apakah ayah setuju kalau ibu bekerja? Apakah kita semua membantu ibu bekerja di rumah? Apakah kita perjuangkan adik perempuan kita agar dia juga boleh sekolah tinggi sama seperti saudara laki-laki.

Biasanya dalam keluarga hanya laki-laki yang boleh keluar rumah malam, boleh kuliah sampai tinggi dan boleh melakukan apapun tanpa dikomentari. Keluarga harus menghargai cita-cita anak perempuan supaya mereka bisa punya cita-cita sama dengan laki-laki. Keluarga tidak boleh memaksa anak perempuan agar kawin dini dan malah menyebabkan kehidupan yang tidak bahagia. Keluarga harus mendukung apabila perempuan memilih pekerjaan seperti laki-laki, contohnya menjadi programer komputer lalu pulang ke rumah malam hari umpamanya.

Kemudian di sekitar kita, di rumah apakah kita punya pekerja rumah tangga? Apakah gaji dia sama dengan upah minimum buruh? Apakah umurnya cukup (tidak melanggar hukum UU tenaga kerja)? Kalau kita berlaku adil pada pekerja kita, maka kita sudah menjalankan prinsip kesetaraan dan hak perempuan. Lalu di tempat kerja kita, apakah pekerja kita aman dari pelecehan seksual. Seorang bos manapun atau petinggi perusahaan yang baik harus memperhatikan hak-hak staf perempuan, hak cuti haid, keamanan, lembur dan kesehatannya. Kalau teman kita di kantor mengalami pelecehan, apakah kita membantunya?" Ch: Olin juga menulis buku puisi. Kebanyakan bercerita tentang apa? Ol:"Kalau berpuisi saya sudah menulis sejak SMP, awalnya kebanyakan bisa dibilang diary, catatan harian. Puisi itu lebih ekspresif, singkat, bisa memakai metafora yang saya sukai. Kalau diary kadang terlalu langsung dan ketahuan (biasalah orang suka ngintip diary orang lain). Kadang lebih mudah menulis puisi untuk menumpahkan semua hal yang paling detail dan personal, tanpa perlu menyebut nama orang lain. Sekarang, puisi buat saya juga curahan hati saya akan isu apapun di sekitar saya. Bisa soal tetangga saya yang fundamentalis, bisa soal teman yang patah hati, bisa soal lelaki gombal mengaku penyair yang memangsa perempuan di milis-milis sastra, bisa soal kenaifan kawan-kawan perempuan soal cinta, bisa soal kerjaan, bisa imajinasi dan khayalan, reaksi melihat film, tapi bisa juga hal sederhana seperti suasana langit hari itu."

Ch: Pertengahan Desember 2011, Olin meluncurkan buku dari para penyintas (survivor). Tell me about this book..

Ol: "Buku ini berjudul PAYUNG HITAM KEADILAN, kumpulan tulisan diary atau curhat ibu-ibu/perempuan penyintas yang sudah didampingi sejak lama oleh KontraS. Ide awal dimulai tahun lalu (2010), ketika saya berbicara dengan berbagai korban kekerasan yang mengaku jarang didengar oleh gerakan perempuan atau aktivis perempuan. Saya ingin menyatukan juga mempererat tali silaturahmi gerakan perempuan di berbagai sektor untuk bersama berjuang mendukung para korban kekerasan dan korban pelanggaran masa lalu yang masih berjuang sampai sekarang. Beberapa korban adalah ibu-ibu yang dituduh PKI pada tragedi 1965, juga ibu-ibu yang anaknya hilang 1998 (dibunuh atau hilang), juga ibu korban kekerasan militer (perebutan tanah oleh militer). Semua ibu ini masih berjuang sampai sekarang untuk mendapatkan keadilannya, bayangkan ada yang berjuang 40 tahun sampai sekarang. PWAG dan Kontras berminat mendokumentasikan cerita mereka. Kami awali di Maret 2011 dengan membuat workshop dan diskusi intensif bersama ibu-ibu survivor untuk belajar menulis bersama. Difasilitasi Luviana dari Aliansi Jurnalis Independen dan beberapa rekan di Kontras, kita melalui beberapa diskusi panjang, juga workshop menulis berkali-kali sampai Agustus 2011 untuk belajar bersama ibu-ibu. Lalu buku diedit dan dicetak November 2011. Buku ini bisa dipesan di kantor Kontras atau tim relawan PWAG Indonesia."

Ch: Di saat Olin berusaha memperjuangkan kesetaraan dan kebebasan perempuan, kenyataannya masih banyak perempuan yang dengan senang hati menggantungkan hidupnya atau justru merendahkan diri di hadapan laki-laki.

Ol:"Iya pasti selalu begitu. Perjuangan kesetaraan dan hak perempuan itu bukan pekerjaan dua atau tiga tahun. Perjuangan untuk peningkatan hak perempuan dan kesetaraan adalah perjuangan seumur hidup. Jangan dikira kadang saya tidak lelah dan marah menghadapi begitu banyaknya perempuan sendiri yang akhirnya hidup nyaman dalam posisi tertindas dalam masyarakat. Hal ini disebabkan sistem patriarkis yang begitu terinternalisasi dalam kehidupan masyarakat, bahkan perempuan itu sendiri. Tetapi perlu diselidiki dulu, apakah betul perempuan yang menggantungkan hidup pada lelaki itu benar bahagia? Apa benar dia senang hidup dalam posisi rendah? Contohnya perempuan yang dipoligami, apakah betul mereka merasa bahagia? Apakah betul mereka merasakan keadilan yang nyata. Saya ragu. Kebahagiaan perempuan itu kadang semu dan dipaksakan. Seorang istri mengaku bahagia menjadi istri, senang dengan materi tercukupi dan anak yang sehat-sehat. Banyak perempuan yang dipoligami berbisik pada saya, mereka tidak bahagia.

Banyak istri-istri yang sharing pada saya, bahwa mereka punya mimpi untuk hal lain, tetapi tidak bisa dilakukan. Mengapa? Karena semangat mengorbankan diri bagi orang lain, akhirnya memotong kreativitas perempuan bahkan mereka harus menjadi orang lain yang mereka tidak inginkan. Begitu banyak perempuan jenius, kreatif dan cerdik harus rela tidak menjadi apa-apa selain mengurus rumah. Padahal mungkin negara ini perlu perempuan-perempuan pintar untuk membantu mengurus pembangunan. Sistem yang benar-benar mengekang, lalu diamini dan dimaklumi perempuan, sebenarnya adalah sistem sosial yang beratus tahun diyakini masyarakat kita. Mungkin butuh 100 tahun lagi agar benar-benar semua diskriminasi itu hilang, juga perempuan benar-benar bisa memiliki hak yang sama (100%) sejajar dengan lelaki. Lelaki juga harus membantu dan mendukung. Pekerjaan ini tidak bisa dikerjakan oleh perempuan saja."

Ch: Apa arti mandiri bagi Olin? Dan kenapa perempuan harus mandiri?

Ol:"Mungkin pertanyaannya harus diubah, kalau boleh usul. Mengapa Olin ingin menjadi mandiri sebagai perempuan? Buat saya, menjadi mandiri adalah mampu mengutarakan pendapat saya, baik dalam keluarga saya, komunitas saya, maupun sistem negara yang ada, buat perbaikan hak-hak perempuan, lalu setelah berpendapat, juga bebas sendiri mengekspresikan diri, kreativitas dan cita-cita saya.

Arti mandiri bagi seorang Olin Monteiro, adalah kemandirian perempuan untuk bebas memilih jalan hidupnya, bebas mengekspresikan dirinya dan bebas bekerja/berkarya sama dengan laki-laki secara total (tanpa tawar-tawar atau tanpa syarat yang membedakan perempuan dengan lelaki). Perempuan harus mandiri dalam arti kata bebas menentukan hak-hak dan keinginannya selama itu memang berguna bagi dirinya dan bagi orang lain. Memang tidak semua perempuan harus mandiri lalu keluar dari rumah atau bebas lepas tanpa lelaki. Mandiri itu harusnya dilihat dari segi positif, bahwa dia punya akses pada hal-hal yang sama dengan lelaki, baik itu hak-hak ekonomi, sosial-budaya dan politik. Kalau soal pekerjaan, ya gaji harus sama dengan kolega lelaki. Soal kesempatan, ya bisa juga jadi Direktur perusahaan besar, sama dengan lelaki.

Jadi taruhlah sebuah cerita terinspirasi dari kisah yang dulu pernah terjadi. Ada seorang perempuan bernama Iyem, di kampung A, di Malang, Jawa Timur. Seharusnya dia bisa sekolah sampai universitas, bekerja sebagai peneliti terkenal di sebuah universitas, menjadi dosen dan bisa membeli rumah sendiri. Tetapi kenyataannya, Iyem harus menikah di usia dini (belum SMP), mempunyai 3 anak, dipukuli suami, kemudian pergi menjadi TKW, lalu kembali dalam peti mati (ini ilustrasi dari kasus TKW baru-baru ini). Bukankah hak-hak dia banyak dilanggar? Baik itu oleh negara, yang tidak menyediakan sekolah gratis sampai SMA/kuliah, juga tidak melindungi dia ketika bekerja di luar negeri. Kemudian di rumah pun (dalam ranah domestik) dia dipukuli suaminya. Ini tidak saja menunjukkan ketidakmandirian Iyem, tetapi juga sistem yang tidak mendukung Iyem agar dia bisa mandiri dan bahagia. Kemandirian perempuan, harus didukung oleh keluarga, komunitas dan negara. Kemandirian perempuan, juga bentuk ditegakkannya hak-hak mendasar perempuan, yang tertera dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia (atau HAM) dan berbagai konvensi pendukungnya. Kemandirian perempuan, adalah bagian dari keadilan sosial, dalam pancasila yang tertera jelas sebagai dasar negara kita, yang kita hapal dari SD.

Perempuan Indonesia yang mandiri, it's a long way to go. Tapi seperti kata sebuah novel, begitu banyak jalan ke Roma (atau ke kampung di ujung Jawa Timur saja deh ya). Jadi kalau kita mau berjuang, bekerjasama, berjaringan dan terus menyuarakan suara perempuan, maka perjuangan itu bisa kita capai, sedikit demi sedikit, selangkah demi selangkah. Iya ngga?"

(vem/bee)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading