Sukses

Parenting

Zaman Medieval: Malam Pertama Hak Majikan (I)

Apa yang Anda pikirkan jika mendengar kata ‘malam pertama’ Ladies? Tentu, malam pertama identik dengan pelepasan keperawanan oleh suami, ya. Namun, pada abad ke empat belas hingga abad ke lima belas di belahan Eropa, hanya kalangan berada lah yang bisa menikmati malam pertama dengan pasangannya sendiri.

Diulas dalam sebuah esai karangan Jörg Wettlaufer berjudul The jus primae noctis as a male power display: A review of historic sources with evolutionary interpretation yang dimuat dalam fibri.de, pada zaman tersebut terdapat suatu budaya yang beredar luas di penjuru Eropa, bahwa seorang tuan tanah mempunyai hak untuk mengambil keperawanan pengantin petaninya yang baru menikah di malam pertama.

Budaya ini, Ladies, adalah simbol kekuasaan tuan tanah akan petani-petaninya. Praktik ini disebut “jus primae noctis”, yang dianggap sebagai salah satu budaya tertua di Eropa pada masa kegelapan. Seorang lelaki yang bukan merupakan “free man”, entah ia budak, pelayan, atau semacamnya, tidak akan bisa menikahi seorang wanita bebas tanpa seijin tuannya. Kemudian, pada malam pengantin, sang majikan berhak untuk tidur bersama mempelai wanita. Barulah pada esok harinya mempelai wanita itu akan dikembalikan pada suaminya, yaitu si pelayan.

Di Prancis, misalnya, seorang majikan akan menuntut jus primae noctis kecuali jika sang pengantin memberikan separuh maharnya. Jika kedua mempelai tidak sanggup menyanggupinya, keperawanan sang mempelai wanita harus diikhlaskan pada sang majikan. Untungnya, budaya itu kini sudah dihapuskan ya, Ladies.

 

Oleh: Adienda Dewi S.

(vem/riz)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading