Kelola Stress Dengan Emotional Resilience

Fimela Reporter diperbarui 25 Sep 2023, 18:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Stress adalah hal yang menjadi penyebab utama seseorang tidak dapat mengelola dirinya dengan baik. Emosi negatif tersebut menyelimuti diri seseorang sehingga mereka merasa kurang pede, tidak bisa mengerjakan pekerjaan dengan baik, tidak bersemangat, merasa cemas serta gelisah. Padahal perlu kamu ketahui dalam pekerjaan, pastinya ada pertimbangan-pertimbangan yang telah diambil oleh atasan mengapa ia memberikan kamu pekerjaan tersebut. Apakah kamu bisa berkembang, apakah kamu bisa memaksimalkan kemampuan diri, apakah kamu bisa memecahkan tantangan, dan pertimbangan lainnya. 

Namun terkadang, di satu sisi ada tipe seseorang yang langsung merasa stress, tertekan, serta rasa tidak mampu untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan. Hal tersebut dapat membuat kamu tidak dapat melangkah maju dan berkembang. Maka dari itu, kamu harus mengelola rasa stress dan perasaan negatif lain. Istilah untuk mengelola stress dan emosi negatif dikenal dengan nama Emotional Resilience. Apa itu Emotional Resilience? Bagaimana ciri-ciri dan cara untuk memiliki Emotional Resilience yang baik? Berikut informasi yang dirangkum oleh Fimela untuk kamu.

What's On Fimela
2 dari 5 halaman

Apa itu Emotional Resilience

Emotional Resilience adalah cara mengelola sumber stress dan masalah,yang sedang dihadapi (Foto: Unsplash.com/Kyle Broad)

Dilansir melalui Children Society UK, Emotional Resilience adalah kemampuan seseorang dalam merespon stress serta situasi krisis yang dihadapi. Laman resmi verywell mind juga menambahkan Emotional Resilience berperan dalam menstabilkan emosi pada saat situasi sulit. 

Emotional Resilience berisi pengalaman-pengalaman baik baru serta pengalaman lama yang mungkin kamu pernah hadapi sebelumnya. Pada umumnya, seseorang memiliki dua jenis Emotional Resilience yaitu Emotional Resilience yang baik dan Emotional Resilience yang buruk. Respon terhadap pekerjaan dan suatu masalah juga berbeda. Seseorang dengan Emotional Resilience yang baik akan melihatnya sebagai tantangan, sedangkan seseorang dengan Emotional Resilience yang buruk akan melihatnya sebagai ancaman. 

3 dari 5 halaman

Apa saja ciri-ciri seseorang dengan Emotional Resilience yang buruk?

Seseorang dengan Emotional Resilience yang buruk dapat menyebarkan energi negatif untuk sekitarnya (Foto: Unsplash.com/Anthony Tran)

Seperti yang telah disebutkan di atas, manusia memiliki dua jenis Emotional Resilience dalam dirinya yaitu Emotional Resilience yang baik dan Emotional Resilience yang buruk. Bagaimana ciri-ciri seseorang dengan Emotional Resilience yang buruk? Dilansir melalui laman Flexiecrew, berikut adalah ciri-ciri dari seseorang yang memiliki Emotional Resilience yang buruk. 

1 Mudah marah dan bereaksi berlebihan 

Seseorang dengan Emotional Resilience yang buruk sering memiliki ciri-ciri mudah marah dan bereaksi berlebihan. Kolega kerja yang memberikan rasa tidak nyaman serta gangguan kecil dapat membuat mereka tersinggung dan marah sehingga tidak dapat memanage stress dalam pekerjaan dengan baik. Seseorang dengan Emotional Resilience yang buruk juga tidak dapat mengontrol ego dirinya dan tidak percaya untuk membawa dampak positif pada diri, akibatnya mudah tersinggung ketika menghadapi stress. 

Bereaksi secara berlebihan juga merupakan bagian dari seseorang yang memiliki Emotional Resilience yang buruk. Daripada mencoba untuk memahami situasi dengan waktu yang baik serta mencari cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi, pekerja dengan Emotional Resilience yang buruk sering berteriak, membanting pintu, merasa tersakiti serta menciptakan situasi dengan penuh drama. 

2 Sulit mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi 

Contoh lain seseorang yang yang memiliki Emotional Resilience yang buruk adalah kesulitan untuk mengatasi permasalahan dalam pekerjaan. Tidak peduli betapa menarik, menyenangkan, serta gaji yang cukup dalam pekerjaan, seseorang dengan Emotional Resilience yang buruk akan selalu menganggap hal-hal tersebut sebagai hal yang negatif. 

Pekerja dengan Emotional Resilience yang buruk lebih sering menggunakan waktunya untuk berfokus pada perasaan tidak adil atau negatif di lingkungan kerja daripada menggunakan waktu untuk membuat perubahan positif. Ketika mengalami suatu masalah, mereka meresponnya sebagai permasalahan baru yang tidak dapat diselesaikan. 

3 Waktu tidur yang tidak teratur 

Seseorang dengan Emotional Resilience yang buruk juga akan memiliki waktu tidur yang tidak teratur. Hal ini disebabkan karena Emotional Resilience merupakan reaksi psikis dan emosi terhadap stress pada pekerjaan maupun hal yang terjadi pada hidupnya. 

Pekerja dengan Emotional Resilience buruk dapat mengalami kesulitan untuk tidur karena rasa khawatir akan situasi yang dihadapi, reaksi dari orang lain, serta permasalahan di masa depan yang akan dihadapi, 

 4 Mudah sakit 

Apakah kamu memiliki rekan kerja atau anggota tim yang mudah sakit? Atau apakah ada rekan kerja yang sering pulang lebih awal karena merasa badannya kurang enak? Stress sering diasosiasikan dengan Emotional Resilience yang buruk ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada tubuh seseorang. Hal ini disebabkan karena pekerja tidak dapat mengelola stress, daripada mengatasinya secara sehat, mereka lebih sering mengalami gangguan kesehatan seperti depresi, sakit jantung, hingga masalah pencernaan. 

Ketika seseorang tidak dapat mengatasi rasa stress dengan baik, hal tersebut dapat memicu rasa nyeri pada tubuh serta peningkatan hormon seperti adrenalin, norepinephrine, dan kortisol. 

5 Terjerumus ke penggunaan obat terlarang

Seseorang dengan Emotional Resilience yang buruk juga dapat menyebabkan seseorang memiliki self-esteem yang rendah serta sulit untuk mengatasi emosi. Tidak hanya itu, Emotional Resilience yang buruk juga menyebabkan penyakit kronis, inflamasi, rasa sakit, serta depresi. Pekerja dengan Emotional Resilience yang buruk umumnya mencoba menyembunyikan perasaan ataupun meredakan rasa stress menggunakan alkohol dan obat-obatan terlarang. 

Emotional Resilience buruk juga menyebabkan ritme kerja yang buruk, ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan tenggat waktu ataupun bergaul dengan teman kerja. Menyadari tanda-tanda seseorang dengan Emotional Resilience buruk juga menjadi langkah pertama untuk mengidentifikasi permasalahan di lingkungan kerja serta membantu pekerja untuk membuat perubahan positif yang dapat membantu meningkatkan performa mereka.

4 dari 5 halaman

Apa saja ciri-ciri seseorang dengan Emotional Resilience yang baik?

Seseorang dengan Emotional Resilience memiliki kemampuan yakni salah satunya adalah dapat menjadi pemecah masalah yang baik (Foto: Unsplash.com/KOBU Agency)

Setelah mengetahui ciri-ciri Emotional Resilience yang buruk, mari kita lihat ciri-ciri seseorang yang memiliki Emotional Resilience yang baik yuk. Melansir dari Verywell mind, berikut ciri-ciri seseorang yang memiliki Emotional Resilience yang baik. 

1 Pemecah masalah yang baik

Seseorang dengan Emotional Resilience yang baik memiliki kemampuan penyelesaian masalah yang baik. Ketika dihadapkan pada suatu masalah, seseorang dengan Emotional Resilience yang baik dapat menemukan solusi untuk menyelesaikan masalah sehingga mereka dapat menyelamatkan diri dari situasi genting. 

Orang-orang dengan Emotional Resilience yang baik dapat tetap tenang dan berpikir rasional ketika dihadapkan dengan masalah dan dapat memikirkan solusi yang tepat. 

2 Koneksi pergaulan yang kuat 

Ketika kamu sedang dihadapkan dengan masalah, sangatlah penting untuk memiliki seseorang yang dapat mendukungmu. Membicarakan permasalahan yang sedang kamu hadapi dapat menjadi cara yang tepat untuk mendapatkan perspektif, solusi yang tepat, ataupun sebagai cara untuk mengekspresikan apa yang kamu rasakan. 

Seseorang yang membuat koneksi sosial seorang Emotional Resilience yang baik biasanya terdiri atas teman-teman baik, keluarga, maupun rekan kerja serta teman-teman online. 

3 Miliki mental pejuang 

Seseorang dengan Emotional Resilience yang baik sudah pasti memiliki mental seorang pejuang. Sangatlah penting untuk memposisikan diri sebagai “Pejuang” daripada sebagai seorang “Korban”. 

Seseorang dengan Emotional Resilience yang baik menghindari berpikir layaknya korban dan lebih suka mencari jalan keluar untuk menyelesaikan masalah. Ketika situasi buruk tidak dapat dihindari, mereka tetap fokus pada kemungkinan positif yang akan diambil. 

4 Pengendalian emosi yang baik 

Seseorang dengan Emotional Resilience yang baik dapat mengendalikan emosi mereka secara efektif, hal ini juga akan membuat mereka terhindar dari emosi negatif yang dapat membuat mereka sulit untuk mengontrol emosi. 

Mereka memiliki kemampuan untuk merespon emosi yang sedang dialami serta dapat mengerti penyebabnya, hal ini membantu mereka untuk mengelola emosi dengan baik dan mengatasi situasi secara cepat. 

5 Menghargai diri sendiri

Terakhir, seseorang dengan Emotional Resilience yang baik akan menghargai dirinya dengan baik pula. Mereka dapat menyadari kapan saatnya mereka harus mengistirahatkan diri serta dapat mengelola emosi yang sangat penting untuknya. 

Dengan mencintai diri sendiri, seseorang dapat meningkatkan kesehatan tubuh dan memastikan bahwa diri kamu siap untuk menghadapi tantangan dalam hidup. 

 

5 dari 5 halaman

Bagaimana cara memiliki Emotional Resilience yang baik?

Dengan Emotional Resilience yang baik, kamu dapat menyelesaikan tantangan dan permasalahan dalam pekerjaan dengan baik pula (Foto: Unsplash.com/krakenimages)

Setelah mengetahui ciri-ciri Emotional Resilience yang baik dan buruk, kamu pasti ingin tahu cara untuk menerapkan Emotional Resilience yang baik dan benar agar dirimu dapat menghadapi tantangan dan permasalahan dengan baik. Melansir dari laman Time, berikut adalah 5 cara memiliki Emotional Resilience yang baik. 

1 Tetap optimis

Tetaplah melihat ke arah cahaya dan terus maju. Jika kamu ingin mengatasi rasa stress kamu harus tetap fokus pada tujuan untuk mencapai target. Seseorang dengan Emotional Resilience yang baik pasti mampu untuk bertahan menghadapi situasi yang sulit dengan tetap positif dan realistis. 

Menurut Laurence Gonzales, seseorang yang optimis mengabaikan hal-hal negatif atas permasalahan yang dihadapi. Namun, berbeda dengan orang pesimis, mereka tidak terus fokus pada hal negatif. Mereka langsung bergerak cepat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. 

2 Hadapi rasa takut 

Neuroscience mengatakan satu-satunya cara untuk hadapi rasa takut adalah: kamu harus hadapi, hadapi permasalahan langsung. Hal tersebut dilakukan oleh seseorang dengan Emotional Resilience yang baik.

Ketika kita menghindar dari ketakutan, kita menjadi lebih takut. Namun ketika kamu menghadapi masalah, masalahnya menjadi “kurang menakutkan” dari sebelumnya. “Aku takut namun aku bisa belajar dari sini.” atau “Ini adalah ujian yang dapat membuat diriku menjadi lebih kuat.”

3 Mendekatkan diri pada agama dan aktivitas spiritual

Mendekatkan diri pada agama dan aktivitas spiritual adalah hal pertama yang ditemukan oleh peneliti ketika meneliti seseorang yang dapat mengatasi traumanya. DR Amad menemukan seseorang yang mendekatkan diri pada agama dapat menjelaskan permasalahan yang dihadapi serta cara yang disiati, maksudnya mereka sudah paham “survival” yang dilakukan. 

Hubungan antara resilience dengan agama dijelaskan dalam sosialisasi pada pelaksanaan acara keagamaan. Seseorang yang yang sering mengikuti kegiatan keagamaan dapat memiliki social support yang membantu mereka untuk mengatasi rasa tertekan yang ada. 

4 Miliki social support

Teman-teman dan orang tersayang adalah kunci ketika hidup sedang dalam keadaan tidak baik. Otak kita membutuhkan social support untuk berfungsi secara optimal. Berhubungan dengan orang lain dapat melepaskan oksitosin yang dapat menenangkan pikiran serta mengurangi rasa stress.

Studi yang dilakukan oleh Heinrichs dan Lee tahun 2009 menemukan pelepasan oksitosin dapat membantu mengurangi aktivitas amigdala dan arousal yang dapat terbantu mengapa support positif dari orang lain dapat mengurangi rasa stress. 

5 Miliki Role Model Resilient 

Terakhir, cara agar memiliki Emotional Resilience yang baik adalah miliki role model atau seseorang yang dapat menginspirasi kamu untuk mengikuti jejaknya. Studi psikologis yang dilakukan oleh Emmy Werner memperlihatkan kehidupan anak-anak yang dibesarkan dalam keadaan rumah yang buruk seperti kecanduan alkohol, kekerasan, serta orangtua yang memiliki gangguan mental. Werner mengobservasi anak-anak dengan ketahanan tersebut. Akhirnya mereka tumbuh menjadi produktif, orang dewasa dengan kesehatan emosional yang baik. 

Setidaknya memiliki satu orang dalam hidupnya yang benar-benar mendukung dan dijadikan sebagai role model. Peneliti menemukan pola yang serupa: Seluruh individu dengan resilient yang baik memiliki role model yang menginspirasi mereka mulai dari kepercayaan, sikap, serta kebiasaannya.

Itulah informasi mengenai Emotional Resilience, ciri-cirinya, dan cara memiliki Emotional Resilience yang baik. Semoga dengan informasi ini, kamu bisa mengelola emosi negatif dan lebih siap dalam menghadapi tantangan hidup yang akan datang.

Penulis: Tisha Sekar Aji