Atasi Limbah di Industri Fesyen Brand Lokal Ini Gunakan Serat Kayu Terbaik

Fimela ReporterTisha Sekar Aji diperbarui 03 Jan 2024, 10:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Sebagian besar masyarakat kini sudah sadar bahwa industri fesyen menjadi salah satu penyumbang limbah produksi terbesar di dunia. Merujuk pada UN Conference of Trade and Development (UNCTD) 2019, industri fashion disebut sebagai industri paling berpolusi kedua di dunia, setelah industri perminyakan dengan emisi karbon sebesar 1,2 miliar ton per tahun.

Dari setiap ton serat selama produksi benang, pencelupan, penenunan, dan perajutan dalam industri tekstil dapat menghasilkan limbah sedikitnya 9,6 ton emisi karbon. Bertanggung jawab atas empat persen gas rumah kaca global, dari skala kecil hingga produksi massal, ritel, pemasaran, hingga konsumen turut serta dalam meningkatkan kekhawatiran akan dampak lingkungan.

Oleh karena itu, para pegiat fashion kini banyak yang beralih ke slow fashion sebagai upaya bersama merespons krisis lingkungan. Gaya hidup slow fashion merupakan gerakan dimana konsumen meletakan perhatian lebih pada bagaimana produk fashion yang mereka beli diproduksi hingga dipasarkan, mulai dari pemilihan material hingga bagaimana jalannya proses produksi.

Gerakan slow fashion mencuri perhatian publik ketika Kate Fletcher menerbitkan artikelnya di The Ecologist pada tahun 2007. Artikel ini mendorong konsumen, desainer, merek, dan pengecer mengambil peran tanggung jawab lebih besar terhadap lingkungan dengan produksi koleksi fashion yang lebih berkualitas untuk penggunaan yang lebih lama dan berkelanjutan. Salah satu pelopor penggunaan bahan berkelanjutan adalah Lenzing dengan berbagai kolaborasi bersama sederet jenama fesyen lain seperti Bluesville, berikut informasi selengkapnya. 

2 dari 4 halaman

Slow Fashion memberikan manfaat kepada produsen dan konsumen fesyen

Tahukah kamu jika serat Lenzing memiliki manfaat yang dapat dituai baik oleh para pecinta fesyen. (Foto Siaran Pers BCW untuk Lenzing Indonesia)

Sederet manfaat yang dapat dituai baik oleh para pecinta fesyen hingga dampak positif pada alam dan bumi dengan menerapkan gaya hidup slow fashion. Saat produk yang diciptakan dan dibeli lebih berkualitas dan memiliki daya pakai dalam jangka waktu lama, maka tercipta nilai keberlanjutan.

Dan salah satu dalam faktor yang diperhatikan adalah material atau bahan produk fashion yang ramah lingkungan, yang artinya tidak memiliki dampak buruk pada alam, saat masih menjadi bahan mentah sebelum produksi, hingga pasca penggunaanyang akan mudah diurai ke alam kembali. 

Selama proses produksi, material yang memiliki nilai keberlanjutan juga tidak boros akan penggunaan air hingga minim limbah dan jejak karbon, sehingga dapat disimpulkan keseluruhan rantai pasok dan produksi yang ramah lingkungan. 

3 dari 4 halaman

Lenzing mempelopori penggunaan serat berkelanjutan dalam berbagai fashion item

Sebagai produsen serat khusus berbasis kayu, Lenzing Group memastikan serat yang digunakan sudah sejalan dengan prinsip-prinsip slow fashion. (Foto Siaran Pers BCW untuk Lenzing Indonesia)

Lenzing Group, produsen serat khusus berbasis kayu terkemuka di dunia menjadi salah satu pelopor yang teguh terhadap nilai keberlanjutan, yang mana serat hasil produksinya sejalan dengan prinsip-prinsip slow fashion. Serat Lenzing yang ramah lingkungan, seperti TENCEL TM dan LENZING TM ECOVERO TM, merupakan pilihan ideal bagi pelaku dan penikmat fashion yang ingin menerapkan gaya hidup slow fashion. 

Produk serat yang ramah lingkungan bukan berarti rendah kualitas. Serat TENCEL TM dan LENZING TM ECOVERO TM sudah sangat dikenal dengan kualitas terbaik yang menjadikan produk fashion yang menggunakannya tahan lebih lama untuk dikenakan.

Diproduksi dari kayu terkemuka dari hutan bersertifikasi memastikan seluruh serat Lenzing diproduksi secara bertanggung jawab guna terwujudnya ekosistem industri fashion yang berkelanjutan. Sinergi ini mewujudkan nilai-nilai slow fashion dan konsumsi pakaian yang bertanggung jawab, mengarah pada pendekatan berpakaian yang lebih sadar lingkungan dan penuh perhatian.

“Slow fashion tidak hanya gerakan berbusana sesaat, namun menjadi sebuah komitmen untuk membawa industri fashion yang lebih maju dan berkelanjutan. Kami sebagai pelopor dalam menghasilkan serat berkelanjutan yaitu serat TENCELTM Lyocel dan Modal serta serat viscose LENZINGTM ECOVEROTM, yang dapat diaplikasikan hampir keseluruh produk tekstil seperti home textile, fashion ready-to-wear, kids wear,moslem wear, intimate wear serta footwear." Ujar Margret Marito, Marketing & Branding Manager, Textile SEA & Oceania, Lenzing Group.

"Inovasi – inovasi keberlanjutan dari Lenzing mendorong kesadaran masyarakat untuk lebih peduli akan produk fashion yang dibeli. Di masa yang dimana tren busana berganti dengan cepat, kami percaya bahwa masih besarnya kesempatan membawa kesadaran lingkungan pada industri fashion ini. Lenzing bangga menjadi enabler dalam kesadaran gaya hidup slow fashion saat ini di mana keberlanjutan dan kreativitas bergaya menyatu dalam menciptakan masa depan mode yang lebih bertanggungjawab dan berkelanjutan." lanjutnya. 

 

4 dari 4 halaman

Bluesville menjadi salah satu jenama fesyen Indonesia yang mengenakan serat berkelanjutan

Bluesville merupakan salah satu jenama Indonesia yang telah menggunakan serat dari Lenzing. (Foto Siaran Pers BCW untuk Lenzing Indonesia)

Salah satu dari jenama-jenama Indonesia yang menggunakan serat yang berkelanjutan dari Lenzing adalah Bluesville.

“Di Bluesville, kami menyatukan nilai-nilai tradisional ke dalam interpretasi modern, menciptakan warisan di dalam setiap jahitan kami menggabungkan tradisi dengan inovasi. Dalam DNA brand kami, tercipta seni pola tradisional dari teknik pewarnaan biru alami dari tanaman Indigofera Tinctoria – satu-satunya tanaman yang dapat menghasilkan warna biru secara alami berpadu dengan kejelian dari rumitnya tenun tradisional. Digelaran Jakarta Fashion Week 2024 silam, kami baru melansir koleksi terbaru kami yang terbuat dari serat TENCEL TM yang mencerminkan komitmen Bluesville dalam menyelaraskan alam, tradisi, dan gaya kontemporer.” ungkap Direz, owner dari Bluesville.

Penulis: Tisha Sekar Aji

Hashtag: #Breaking Boundaries