Fimela.com, Malang Pada masa sekarang, banyak orang yang sudah akrab dengan istilah self-love. Kata ini sering muncul di percakapan sehari-hari atau konten media sosial. Banyak yang melihat self-love sebagai kesempatan untuk memanjakan diri, memberi penghargaan, atau bebas melakukan apa pun yang kita mau.Tapi hati-hati, kadang tanpa sadar kita justru terjebak dalam self-sabotage dengan alasan self-love.
Self-love adalah ketika kita menerima kelebihan dan kekurangan diri, dengan tetap berusaha untuk berkembang tanpa tekanan berlebihan. Self-love bisa berupa meluangkan waktu untuk beristirahat yang cukup atau membatasi diri untuk melakukan sesuatu yang merugikan. Sebaliknya, self-sabotage adalah ketika kita membatasi diri, menunda pekerjaan, mengkritik diri sendiri secara berlebihan, atau bahkan menolak kesempatan karena merasa tidak cukup baik.
Kedua hal ini memang mirip, tetapi perlu kita sadari perbedaannya agar tidak salah langkah. Mencintai diri sendiri tidak menjadi alasan untuk tidak mendorong diri agar lebih berkembang. Supaya hidup kita lebih tenang dan sehat, yuk kita kenali perbedaannya!
What's On Fimela
powered by
1. Merawat Diri vs Menghindar dari Tanggung Jawab
Self-love pada dasarnya adalah bentuk perawatan diri yang dilakukan secara sengaja untuk menjaga kesehatan fisik dan mental. Contoh sederhana dari bentuk perawatan ini adalah kita memilih untuk tidur lebih cepat agar tubuh kita segar keesokan harinya.
Sementara itu, self-sabotage sering kali muncul sebagai alasan untuk lari dari tanggung jawab. Contoh dari self-sabotage ini adalah menunda tugas penting karena alasan “healing” dan “self-love”. Akibatnya adalah kita menumpuk beban pekerjaan dan membuat tekanan lebih besar.
2. Perasaan yang Ditimbulkan
Kalau kita benar-benar melakukan tindakan dari self-love, perasaan yang akan muncul ialah lega, damai, dan siap melanjutkan aktivitas setelahnya. Misalnya, setelah melakukan olahraga ringan, perasaan kita membaik dan energi terisi kembali. Berbeda dengan self-sabotage yang sering kali memunculkan perasaan menyesal. Saat memilih untuk rebahan seharian dengan alasan self-love, awalnya kita akan merasa tenang, tapi di ujung hari kita justru merasa bersalah karena pekerjaan menumpuk.
3. Hubungan dengan Diri Sendiri
Self-love mengajarkan kita untuk menghargai diri sendiri dengan mengakui kebutuhan, menghormati batas diri, dan memberikan apresiasi. Hal ini akan membangkitkan kepercayaan diri dan citra diri yang lebih sehat. Sebaliknya, self-sabotage secara halus justru meremehkan diri sendiri. Self-sabotage ditandai dengan mengkritik diri sendiri secara berlebihan dan merendahkan diri. Dengan membiarkan pola yang merugikan berulang, kita sebenarnya mengabaikan potensi terbaik yang kita miliki.
4. Pola Kebiasaan
Self-love hadir dalam bentuk kebiasaan kecil yang konsisten, seperti olahraga teratur, tidur cukup, atau menulis jurnal. Sementara self-sabotage biasanya muncul secara impulsif, yaitu keputusan spontan yang menyenangkan sesaat tetapi merugikan setelahnya. Contoh dari tindakan impulsif ini adalah makan berlebihan atau belanja hal yang tidak dibutuhkan karena stres.
5. Efek dalam Kehidupan Sosial
Praktek self-love dapat memperkuat relasi kita dengan orang lain menjadi lebih sehat karena kita belajar mengenali batasan dan menghargai diri sendiri. Sebaliknya, self-sabotage justru membuat kita menarik diri dari lingkungan sosial atau bahkan merusak hubungan, misalnya dengan menghindari pertemuan, overthinking, atau komplain berlebihan.
Self-love dan self-sabotage memang sekilas mirip, tetapi bedanya sangat terasa apabila kita sadar akan pola kebiasaan kita. Self-love akan membawa ketenangan dan pertumbuhan, sedangkan self-sabotage membuat kita stuck dan menimbulkan penyesalan. Perhatikan bagaimana kita berbicara pada diri sendiri dan menyadari kebiasaan yang merugikan. Dengan begitu, kita bisa mengevaluasi kembali apakah kita benar-benar mencintai diri atau malah merusaknya tanpa sadar.