Fimela.com, Jakarta Memarahi anak sering kali dianggap sebagai cara cepat untuk mendisiplinkan mereka. Saat anak berbuat salah, orang tua kerap bereaksi spontan dengan nada tinggi karena emosi yang sulit dikendalikan. Padahal, di balik niat baik untuk mendidik, kebiasaan memarahi secara berulang justru bisa membawa dampak yang tidak disadari.
Anak bukan hanya belajar dari apa yang diajarkan, tetapi juga dari cara orang tua bersikap. Ketika teguran selalu disampaikan dengan amarah, anak dapat merasa takut, tertekan, dan tidak aman secara emosional. Dalam jangka panjang, hal ini bisa memengaruhi hubungan anak dan orang tua.
Kedekatan emosional adalah fondasi penting dalam tumbuh kembang anak. Jika fondasi ini terganggu karena pola komunikasi yang dipenuhi kemarahan, anak bisa tumbuh dengan perasaan tidak dihargai dan sulit mengekspresikan perasaannya sendiri.
Anak Merasa Tak Aman dan Tak Dipahami
Anak yang sering dimarahi cenderung merasa tidak aman saat berada di dekat orang tuanya. Ia bisa merasa selalu berada dalam posisi salah, bahkan untuk hal-hal kecil. Perasaan takut ini membuat anak memilih diam, menyembunyikan kesalahan, atau bahkan berbohong agar terhindar dari kemarahan.
Di sisi lain, anak juga bisa merasa tidak dipahami. Saat emosi atau kesulitannya tidak didengarkan karena selalu dibalas dengan amarah, anak belajar bahwa perasaannya bukanlah hal yang penting. Hal ini dapat membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang memendam emosi dan sulit mempercayai orang lain.
Ketika rasa aman hilang, kedekatan emosional pun perlahan terkikis, meskipun anak dan orang tua tinggal dalam satu rumah.
Komunikasi Menjadi Kaku dan Penuh Jarak
Hubungan yang sehat antara orang tua dan anak dibangun dari komunikasi dua arah yang hangat. Namun, kebiasaan memarahi membuat komunikasi berubah menjadi satu arah dan menekan. Anak hanya mendengar perintah, bentakan, dan larangan tanpa ruang untuk menjelaskan perasaannya.
Akibatnya, anak menjadi pasif atau justru memberontak. Ia bisa menarik diri, menjadi pendiam, atau menjauh secara emosional. Ada pula anak yang melawan dengan sikap keras karena meniru pola komunikasi yang ia terima setiap hari.
Jika kondisi ini terus berlangsung, hubungan yang seharusnya penuh kedekatan justru berubah menjadi hubungan yang berjarak dan penuh ketegangan.
Cara Menegur Anak Tanpa Merusak Kedekatan
Menegur anak tetap penting sebagai bagian dari proses mendidik, tetapi cara menyampaikannya perlu diperhatikan. Orang tua bisa mulai dengan menenangkan diri sebelum berbicara, menggunakan nada suara yang tegas namun tidak membentak, serta menjelaskan kesalahan anak dengan bahasa yang mudah dipahami.
Mendengarkan alasan anak juga sangat penting agar ia merasa dihargai. Dengan begitu, anak belajar bertanggung jawab tanpa harus merasa terintimidasi. Memberi contoh perilaku yang baik juga jauh lebih efektif daripada hanya menegur dengan amarah.
Saat teguran disampaikan dengan empati, anak tetap bisa belajar disiplin tanpa kehilangan rasa aman dan kedekatan emosional dengan orang tua.
Memarahi anak secara berlebihan bukan hanya berdampak pada perilaku, tetapi juga pada kesehatan emosional dan hubungan jangka panjang dengan orang tua. Kedekatan emosional yang rusak akan sulit diperbaiki jika tidak disadari sejak dini. Dengan mengubah cara berkomunikasi menjadi lebih hangat, tegas, dan penuh empati, orang tua tidak hanya mendidik anak menjadi pribadi yang baik, tetapi juga membangun ikatan emosional yang kuat dan penuh kepercayaan.