Fimela.com, Jakarta - Kehilangan pendengaran seringkali dianggap sebagai masalah usia atau paparan suara keras. Namun, sebuah laporan menarik dari Independent.co.uk mengungkapkan fakta mengejutkan lainnya. Artikel ini menyoroti efek samping potensial dari beberapa obat umum yang sering kita konsumsi sehari-hari.
Dipa Kamdar, penulis laporan tersebut, mengidentifikasi beberapa jenis obat yang berpotensi membahayakan indra pendengaran kita. Penting bagi Sahabat Fimela untuk mengetahui daftar obat umum yang dapat membahayakan pendengaran Anda ini. Pemahaman ini krusial agar kita dapat lebih waspada terhadap kesehatan pendengaran.
Informasi ini tidak bertujuan menakut-nakuti, melainkan sebagai edukasi penting bagi Sahabat Fimela. Mari kita selami lebih dalam kategori obat-obatan yang perlu diwaspadai. Dengan begitu, kita bisa mengambil langkah pencegahan yang tepat dan berdiskusi dengan profesional kesehatan.
Obat Pereda Nyeri: Ancaman Tersembunyi Bagi Pendengaran
Penggunaan rutin obat pereda nyeri seperti aspirin, NSAID (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs), dan parasetamol, ternyata memiliki kaitan erat dengan masalah pendengaran. Sebuah studi besar menemukan risiko tinitus meningkat pada wanita yang rutin mengonsumsi aspirin dosis sedang (325 mg atau lebih, enam hingga tujuh kali seminggu).
Risiko tinitus ini mencapai 16 persen lebih tinggi pada kelompok wanita tersebut. Namun, menariknya, hubungan serupa tidak terlihat pada penggunaan aspirin dosis rendah (100 mg atau kurang). Ini menunjukkan pentingnya dosis dan frekuensi konsumsi obat.
Tidak hanya aspirin, penggunaan NSAID dan parasetamol secara sering juga dikaitkan dengan peningkatan risiko tinitus hampir 20 persen, terutama pada wanita yang sering mengonsumsi obat-obatan tersebut. Studi lain turut mengaitkan penggunaan jangka panjang obat pereda nyeri ini dengan risiko kehilangan pendengaran yang lebih tinggi, khususnya pada pria di bawah 60 tahun.
Waspada Obat Jantung: Efek Samping Tak Terduga pada Telinga
Beberapa obat yang diresepkan untuk kondisi jantung dan tekanan darah tinggi juga dapat memengaruhi pendengaran. Diperkirakan sekitar 3 persen pengguna mungkin mengalami ototoksisitas, yaitu kerusakan pada telinga bagian dalam.
Obat tekanan darah tertentu telah dikaitkan dengan tinitus. Contohnya termasuk penghambat ACE seperti ramipril, yang bekerja merelaksasi pembuluh darah. Ada juga penghambat saluran kalsium seperti amlodipine, yang mengurangi tekanan darah dengan mencegah kalsium masuk ke sel-sel jantung dan dinding pembuluh darah.
Meskipun asosiasi ini telah diamati dalam beberapa penelitian, pemahaman penuh mengenai sejauh mana efeknya terhadap pendengaran masih memerlukan studi lebih lanjut. Sahabat Fimela perlu mendiskusikan potensi efek samping ini dengan dokter.
Kemoterapi: Risiko Kehilangan Pendengaran yang Signifikan
Obat kemoterapi tertentu, terutama yang mengandung platinum seperti cisplatin dan carboplatin, dikenal sangat ototoksik. Obat-obatan ini dapat menyebabkan kerusakan serius pada sel-sel rambut di koklea, yang bertanggung jawab atas pendengaran.
Cisplatin, yang sering digunakan untuk mengobati berbagai jenis kanker seperti kanker testis, ovarium, payudara, serta kepala dan leher, membawa risiko signifikan. Risiko ini adalah kehilangan pendengaran permanen. Bahaya ini bahkan meningkat jika radiasi juga diarahkan di area kepala atau leher.
Hingga 60 persen pasien yang menjalani pengobatan dengan cisplatin dapat mengalami tingkat kehilangan pendengaran tertentu. Para peneliti terus berupaya mencari cara untuk mengurangi risiko ini, misalnya dengan menyesuaikan dosis atau frekuensi tanpa mengurangi efektivitas pengobatan kanker.
Obat Antimalaria: Efek Reversibel Hingga Permanen pada Pendengaran
Obat-obatan seperti klorokuin dan kina, yang digunakan untuk mengobati malaria dan kram kaki, juga dapat memicu masalah pendengaran. Efek samping yang mungkin terjadi meliputi kehilangan pendengaran reversibel dan tinitus.
Sebuah studi menunjukkan bahwa 25–33 persen individu dengan riwayat kehilangan pendengaran sebelumnya telah mengonsumsi salah satu dari obat ini. Hidroksiklorokuin, yang sering diresepkan untuk lupus dan rheumatoid arthritis, memiliki struktur kimia serupa. Oleh karena itu, obat ini juga menimbulkan risiko yang serupa terhadap pendengaran.
Meskipun beberapa pasien dapat pulih setelah menghentikan konsumsi obat, sebagian lainnya mungkin mengalami kerusakan permanen. Risiko kerusakan permanen ini terutama terjadi setelah penggunaan jangka panjang atau dosis tinggi. Penting untuk selalu memantau kondisi pendengaran Anda.