Sukses

Lifestyle

Editor Says: Kanker Payudara, Kemo atau Mastektomi?

Fimela.com, Jakarta Ada banyak hal yang saya takuti di dunia ini. Salah satunya kanker. Saya biasanya menyalahkan iklan-iklan di Internet dan juga poster di banyak rumah sakit, termasuk PUSKESMAS. Terutama poster penyuluhan yang bukannya memberikan penyuluhan, tapi justru menakuti banyak orang dengan gambar-gambar pasien kanker menyeramkan.

Terutama kanker payudara. Bukan cuma karena iklan-iklan aneh itu saja, sih. Tapi juga gara-gara beberapa orang terdekat yang punya riwayat penyakit ini. Salah satunya Mama saya. 

Sel kanker muncul pada saat Mama saya berumur awal 30-an tahun. Saya yang saat itu masih kecing nggak begitu tahu dan paham soal penyakit Mama. Tapi yang saya tahu, saya dan kedua adik saya nggak ada yang minum ASI. Karena kata Mama, ASI-nya sudah terkontaminasi dan justru bisa jadi beracun buat anak-anaknya. 

Setiap orang bisa saja terancam kanker payudara. Tapi penyakit mematikan ini terasa jauh lebih menyeramkan dibandingkan penyakit lain. Apa lagi, banyak orang yang bilang kalau kanker jenis ini bakal menurun. Belum lagi kabar buruk meninggalnya banyak pasien kanker payudara yang bikin saya dan banyak cewek lainnya jadi merinding. 

Tapi, hidup dengan Mama selama 25 tahun lebih saya jadi ketularan berani dan nggak ambil pusing soal penyakit yang kata orang paling mematikan setelah serangan jantung ini. Mama rajin berobat waktu saya masih kecil. Dia memilih kemoterapi yang paling aman (dan juga super mahal) karena Mama saat itu masih mengandung anak ke-2. 

Banyak yang bilang, Mama itu super tough karena memilih jalan kemoterapi saja tanpa menjalani metode lain di rumah sakit. Kecuali pengobatan alternatif, termasuk jus buah dan jadi vegetarian untuk beberapa tahun. Banyak orang lain yang tahu cerita perjuangan Mama saya hingga akhirnya sembuh 90 persen dari kanker ini heran dan nggak percaya. Apa lagi cuma dengan kemoterapi dan juga diet sayur serta buah. Tapi nggak semua pasien bisa sembuh total dan bahkan banyak yang akhirnya terenggut nyawanya. 

Soal Kemoterapi yang Katanya Nggak Menyembuhkan

Nggak heran, kalau kanker payudara disebut-sebut sebagai penyakit paling mematikan setelah penyakit paling berbahaya sedunia, penyakit jantung. Soalnya, di negara berkembang, angka kematian penderita kanker payudra di tahun 2014 mencapai 268.900 (International Agency for Research on Cancer)

Angka yang besar tersebut ternyata bukan cuma bikin banyak orang khawatir. Keluarga yang mengurus pasien takut kehilangan. Sedangkan pasiennya, takut selama bertahun-tahun hingga akhirnya pasrah dan nggak mau lagi menjalani pengobatan. 

Apa lagi, kalau kemoterapi sudah nggak berhasil menaklukkan sel-sel kanker yang ganas. Bahkan, sel kanker berkembang dan akhirnya menyebar ke organ tubuh lainnya. 

Saya pernah berbincang dengan Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia, Linda Agum Gumelar pada saat wawancara eksklusif untuk Bintang.com. Seperti orang-orang lain, Linda terkejut ketika mendengar Mama saya berhasil sembuh 90 persen dari kanker payudara stadium lanjut. 

Dia kemudian berpesan untuk semua perempuan agar jangan pernah terlambat melakukan pendeteksian dan pengecekan terhadap kesehatan payudara. Karena selama stadium itu masih kecil, sel kanker masih bisa diberantas. 

Menurut the National Breast Cancer, metode pengobatan yang akan dokter lakukan tergantung pada stadium. Tentu saja, kemoterapi biasanya jadi pilihan yang paling awal. Kemo ini tujuannya untuk memperkecil ukuran sel kanker sehingga lebih mudah dilakukan operasi. 

Nah, setelah operasi, biasanya juga dilakukan kemoterapi atau radioterapi untuk mencegah kembalinya sel kanker. Tapi sayangnya, nggak semua kasus berjalan lancar. Banyak perempuan yang nggak mengalami perubahan pada sel kankernya usai kemoterapi. 

Telat Tahu, Telat Berobat

Setiap pasien biasanya paling takut dengan operasi atau lumpektomi. Tapi yang lebih menakutkan lagi adalah mastektomi atau pengangkatan satu atau kedua payudara. Tapi sebenarnya, menurut Linda, operasi jenis apa pun bisa dihindari kalau pasien mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat. 

Artinya, ketika ada perubahan pada payudara, pasien harus langsung segera bertindak ke dokter dan melakukan konsultasi. Semakin dini, semakin mudah juga menaklukkan sel kanker. 

Tapi sayanynga, nggak banyak perempuan aware dengan payudaranya. Kalau nggak sakit, ya nggak pernah di perhatikan. Padahal, menurut saya yang memiliki teman serta Mama dengan riwayat kanker payudara, deteksi dini itu penting banget

Kemoterapi mungkin nggak bikin sembuh total. Mastektomi mungkin bukan jalan yang terbaik. Tapi, telat mendapat tindakan adalah kesalahan paling besar yang bikin kemoterapi gagal. 

Saya mungkin bukan dokter, tapi melihat perjuangan banyak orang di sekitar saya untuk mengalahkan kanker payudara, saya jadi agak gemas dengan orang lain yang menganggap remeh penanganan dokter. Bahkan Yayasan Kanker Payudara Indonesia sekali pun sudah berkoar-koar tanpa henti supaya cewek-cewek muda aware dengan kesehatan payudaranya. Penanganan dini yang dilakukan dengan tepat dan cepat merupakan kunci, well at least harapan untuk bisa menang dari serangan kanker ganas ini. 

 

 

 

Editor Sex and Health,

 

 

 

Karla Farhana

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading