Sukses

Parenting

Sering-Sering Membentak Anak, Dampak Bahaya Kepada Kesehatan Mental mereka

Fimela.com, Jakarta Setiap orangtua pasti ingin yang terbaik untuk anak-anak mereka. Namun, dalam upaya membimbing dan mendidik anak-anak, seringkali emosi dapat mempengaruhi cara kita berkomunikasi dengan mereka. Salah satu bentuk ekspresi emosi yang umum adalah dengan memberikan membentak mereka (anak kecil). 

Namun, tak bisa disangkal anak-anak tetap berperilaku seperti seorang anak-anak, meskipun si kecil sudah kita didik sedemikian rupa untuk menjadi pribadi yang sabar, telaten, dan lain-lain. Di satu titik mereka pasti akan bosan bersikap baik maka dari itu mereka akan berulah untuk mendapatkan reaksi dari orangtuanya. Reaksi inilah yang harus kontrol, salah satunya adalah membentak atau memakai kekerasan fisik. 

Apakah Sahabat FIMELA pernah dipancing emosinya oleh anak-anak kalian sendiri sampai kalian membentak?

Jika pernah, cobalah untuk menahan emosimu dalam dalam. Berdasarkan penelitian, orangtua yang menggunakan tipe pola asuh agresif, seperti banyak berteriak, mengancam, dan verbal disiplin anak memberikan dampak yang signifikan dalam kesehatan mental mereka dalam jangka pendek dan jangka panjang. Anak-anak yang sering diteriaki oleh orangtua biasanya memiliki gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, depresi, stres, dan lain-lain. 

Bukan hanya sekedar dapat memberikan atau menumbuhkan perilaku makin nakal, menggunakan banyak kata kasar, tidak mau salah, dan merasa malu. Faktanya dampak mentalnya dapat beraneka ragam dan jenis. Contohnya, permasalahan jangka pendek diantaranya adalah memiliki perilaku yang agresif, memiliki gejala gangguan kecemasan, memiliki perilaku yang bermasalah (contohnya anger issue, tidak punya kendali diri, dan muda frustasi), dan menjauhkan diri dari orangtua.

Sebenarnya yang paling berbahaya adalah permasalahan jangka panjangnya. Maka dari itu, sebelum kamu memutuskan untuk membentak anak-anakmu perhatikan dampak-dampak yang dapat mempengaruhi mental mereka dalam jangka yang panjang, menurut Medicinenet.com.

 

 

Masalah Perilaku yang Buruk

Semua orangtua pasti berpikir kalau berteriak atau membentak merupakan satu solusi yang paling tepat untuk mengubah perilaku buruk si kecil. Namun, berdasarkan penelitian yang ada, membentak dan berteriak malahan dapat memperburuk perilaku anak. Memang mereka akan berperilaku baik di depanmu, tetapi di depan orang lain dia akan mulai bertingkah bahkan sampai membully orang lain.

Faktanya banyak sekali orangtua yang memarahi anaknya demi tujuan mengubah perilaku buruknya, tetapi sifat dia nyatanya makin buruk terutama jika tidak bersama orang tua, ada beberapa juga yang di depan orangtua malah makin nakal. Intinya berteriak dan membentak akan menjadi sebuah siklus kehidupan.

 

 

Masalah Emosi

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kalau membentak anak maka kesehatan mental mereka akan makin memburuk. Medicinet.com mengungkapkan mereka akan memiliki permasalahan seperti, ganguan kecemasan, kurang percaya diri, menjadi pembully, memiliki permasalahan dalam bersosialisasi.

Bahkan parahnya anak-anak yang sering dibentak anak mengalami depresi. Setiap anak memiliki proses penerimaan kata-kata yang berbeda. Beberapa dari mereka mungkin akan menjiplak dan tidak merasakan apa-apa, tetapi beberapa mereka juga akan merasakan sakit hati, takut, dan sedih. Jika bentakan ini sering sekali diterima oleh anak-anak maka mereka akan mulai mengidap depresi. Bahkan jika si kecil sudah dewasa, demi Mendapatkan kesenangan mereka akan melakukan berbagai macam cara seperti menggunakan narkoba, seks bebas, dan percobaan bunuh diri

 

 

Perubahan di perkembangan otak anak

Kebanyakan berteriak atau tipe pola asuh yang kasar akan membuat pertumbuhan otak si kecil menjadi rusak dan tidak dapat berkembang dengan normal. Hal ini dikarenakan otak manusia akan memproses kejadian yang negatif lebih cepat daripada yang positif. Berdasarkan hasil magnetik resonance imaging (MRI) Mengungkapkan beberapa orang yang memiliki pengalaman kekerasan verbal dari orangtuanya memiliki pertumbuhan otak yang berbeda dari anak yang tidak. Hal ini dilihat dari cara otak memproses suara dan bahasa. 

Penulis: FIMELA Sherly Julia Halim

 

 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading