Review Buku The World Called Children

Endah Wijayanti diperbarui 11 Nov 2023, 14:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Tumbuh menjadi pribadi dewasa tidak selalu mudah. Terlebih dengan semua peran dan tanggung jawab yang dimiliki, kadang kita merasa sulit untuk menemukan kebahagiaan. Bahkan mungkin sudah lupa kapan terakhir kali merasa bahagia. Di usia sekarang ini kita pun mungkin lebih sering merasa gampang takut dan cemas. Saat segalanya terasa sulit untuk dihadapi, mungkin ada baiknya untuk meluangkan waktu sejenak kembali ke dalam diri sendiri. Bisa juga dengan berusaha mencintai diri sendiri lagi dengan cara yang sebenarnya sederhana.

"Memulihkan dan mencintai diri sendiri melalui dunia anak-anak yang telah terlupa", petikan kalimat dari buku berjudul The World Called Children ini kembali menjadi pengingat bahwa dunia anak-anak bisa menghadirkan kembali makna kebahagiaan yang mungkin sudah terlupakan. Sebagai guru membaca untuk anak-anak, Kim Soyoung punya banyak pengalaman berinteraksi dengan anak-anak. Berbagai macam obrolan hingga celetukan-celetukan anak-anak yang ia dapatkan dalam kesehariannya membuatnya kembali mengingat berbagai aspek kehidupan yang penting, khususnya terkait kebahagiaan.

 

 

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

The World Called Children

Buku The World Called Children./doc. Endah

Judul: The World Called Children

Penulis: Kim Soyoung

Penerjemah: Dian S.

Penyunting: Merry Riansyah

Penyelaras Aksara: Lia Indra Andriana

Ilustrasi dan Penata Sampul: Mnefend

Penata Isi: Propanardilla

Penerbit: Haru

Cetakan Pertama, Oktober 2023

Saat bertemu dengan anak-anak, apa yang Anda pikirkan? Mereka berisik sekali! Suka berteriak di restoran. Mereka tak kenal lelah, suka berlarian ke sana-kemari. Mereka antusias, mempertanyakan semua hal!

Anak-anak terkenal dengan kepolosan dan kejujurannya, memperlakukan kita apa adanya. Namun, sebagai orang dewasa kita seringkali mengabaikan dan menyepelekan mereka. Kim Soyoung, seorang guru pembimbing kelas membaca, mencermati kehidupan anak-anak di dalam dan di luar kelas. Menurutnya, mengamati anak-anak adalah salah satu cara untuk melihat kembali diri kita; bagaimana kita seharusnya menyayangi diri kita sendiri untuk menemukan jalan kepada pemulihan.

***

"Berbeda denganku, anak-anak menggunakan kata 'baik' tanpa ragu. Sebagian besar menggunakan kata tersebut ketika mendeskripsikan teman mereka." (hlm. 28)

"... yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk anak-anak bukanlah meniadakan hal-hal yang menyeramkan, melainkan menumbuhkan kekuatan anak-anak untuk menghadapinya." (hlm. 47)

"Anak-anak dibentuk oleh diri mereka sendiri. 'Diri sendiri' yang dimaksud bukan hanya tentang kenangan indah dan prestasi, tetapi termasuk juga cedera dan luka." (hlm. 85)

Melalui kumpulan esai yang ditulis dengan bahasa ringan di buku ini kita akan diajak untuk bertemu murid-murid membaca di kelas Kim Soyoung yang polos dan menggemaskan. Berbagai interaksi dan obrolan yang ada membuat Kim Soyoung sebagai orang dewasa kembali tersadar bahwa kebahagiaan itu sebenarnya sangat dekat.

Bahkan terkait rasa takut yang mungkin kerap dirasakan oleh dewasa, di mata anak-anak rasa takut itu bisa diartikan dengan cara berbeda. Anak-anak yang begitu polos itu pun bisa menghadirkan kembali dunia masa kecil yang dulu pernah kita miliki dan begitu indah.

Selain menceritakan pengalamannya berinteraksi dengan murid-murid membacanya, Kim Soyoung juga menuliskan pengalamannya semasa kecil. Sejumlah pengalaman masa kecilnya kembali ia maknai dengan kacamata orang dewasa di usianya sekarang ini, dan ternyata di dalamnya ada proses bertumbuh yang sebenarnya tak perlu ditakuti secara berlebihan.

Menyayangi diri sendiri kerap menjadi hal yang makin sulit untuk dilakukan saat kita bertumbuh dewasa. Dengan semua masalah baru dan berbagai tantangan baru yang harus dihadapi, kita kerap menjadi pribadi yang lebih keras kepada diri sendiri. Hal ini pun menyulitkan kita untuk menikmati hidup. Untuk bisa bahagia pun rasanya butuh upaya yang lebih keras lagi.

Dengan melihat kembali dunia anak-anak, bahkan kembali mengingat masa-masa kecil kita sendiri, kita bisa kembali menemukan kebahagiaan yang sebenarnya sangat dekat dengan diri kita. Membaca buku ini menghadirkan perasaan yang hangat. Seperti berada di dalam pelukan yang hangat dan aman.

Pengalaman Kim Soyoung sebagai penyunting buku anak-anak dan kini menjadi guru di kelas membaca membuatnya bisa berinteraksi dekat dan hangat dengan anak-anak. Buku yang ditulisnya ini menyajikan esai-esai penuh inspirasi terkait kebahagiaan dan proses bertumbuh. Membaca The World Called Children menghadirkan pengalaman yang begitu nyaman di hati.