9 Istilah dan Kebiasaan Chatting ala Gen Z saat Berkirim Pesan

Endah WijayantiDiterbitkan 28 Juli 2025, 12:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Tak semua obrolan digital bisa ditafsirkan dengan kamus biasa. Bagi Gen Z, ruang DM (direct message atau pesan langsung) bukan sekadar tempat untuk bertukar pesan, tapi arena kreatif mengekspresikan perasaan, reaksi, dan sindiran dengan gaya yang khas. Satu huruf bisa punya sejuta makna, dan satu emoji bisa jadi "kode keras" yang hanya dipahami oleh sesama penggunanya.

Di balik kesan santai dan cepatnya, bahasa DM Gen Z lahir dari kebutuhan untuk menyampaikan emosi tanpa drama berlebihan. Ada efisiensi, ada kejenakaan, dan yang paling menarik, ada kode sosial yang menyiratkan siapa yang masuk lingkaran mereka. Sahabat Fimela, mari selami istilah-istilah yang kerap dipakai oleh gen Z dalam komunikasi sehari-hari melalui ponselnya. Istilah-istilah ini bisa jadi hanya sebagian dari banyak istilah lain yang kerap dipakai dalam komunikasi via DM. Yuk, simak di sini. Temukan hal-hal menarik yang mungkin juga baru kamu ketahui di sini.

2 dari 10 halaman

1. Iy yang Bukan Sekadar Jawaban Setuju

1. Iy yang Bukan Sekadar Jawaban Setuju./Copyright depositphotos.com/primagefactory

"Iy" adalah bentuk mini dari "iya", tapi jangan salah, maknanya bisa lebih kompleks dari itu. Digunakan saat sedang malas basa-basi, kata ini menciptakan jarak tanpa harus terdengar kasar. Kadang disisipkan dalam balasan pasif-agresif yang mengisyaratkan kejengkelan tanpa konfrontasi langsung.

Dalam konteks DM-an, "Iy" bisa jadi sinyal: aku tahu kamu ngechat, tapi aku belum tentu ingin ngobrol panjang. Bukan tentang cuek, tapi tentang efisiensi dan batasan emosi. Gaya balas seperti ini umum ketika Gen Z ingin mempertahankan kendali atas ritme komunikasi.

Sahabat Fimela, mengenali nuansa dalam kata sesederhana "Iy" membuat kita lebih peka membaca intensi, terutama dalam hubungan yang belum sepenuhnya jelas arahnya.

3 dari 10 halaman

2. Typo Aesthetic ala Gen Z: Salah Ketik yang Sengaja

2. Typo Aesthetic ala Gen Z: Salah Ketik yang Sengaja./Copyright Image by lookstudio on Freepik

Kata-kata seperti "akuuuu" atau "gajadiii" bukan karena jempol terpeleset. Ini adalah bentuk ekspresi yang disengaja, bagian dari typo aesthetic yang merefleksikan nada bicara. Satu huruf ekstra bisa memperhalus atau menegaskan suasana hati.

DM yang mengandung unsur ini biasanya berusaha membangun keakraban. Kesengajaan ini bukan salah ketik, tapi strategi untuk menghindari kesan formal atau terlalu serius. Bentuknya fleksibel, tapi memiliki pola sosial tersendiri.

Sahabat Fimela, typo yang dipilih Gen Z bukanlah kekeliruan, melainkan cara mereka membuat komunikasi jadi lebih hangat dan bernada personal.

4 dari 10 halaman

3. Otw yang Lebih dari Sekadar Sedang dalam Perjalanan

T3. Otw yang Lebih dari Sekadar Sedang dalam Perjalanan./Copyright freepik.com/author/freepik

"Otw" alias on the way punya makna lebih luas dalam kosakata chatting Gen Z. Kata ini tak selalu berarti seseorang sedang menuju lokasi tertentu. Kadang "otw" hanya bentuk basa-basi yang menyenangkan hati lawan bicara.

Dalam hubungan yang belum pasti, "otw" sering digunakan untuk menunda, bahkan untuk meredam ekspektasi. Kalimat seperti "otw bales" bisa berarti aku sedang butuh waktu untuk menjawab ini, bukan karena lupa, tapi karena butuh jeda emosional.

Sahabat Fimela, memahami "otw" sebagai metafora waktu dan ruang dalam percakapan bisa membantu kita menyesuaikan ritme komunikasi dengan cara yang lebih berempati.

5 dari 10 halaman

4. Wkwk vs. Haha: Mana yang Lebih Jujur?

4. Wkwk vs. Haha: Mana yang Lebih Jujur?/Copyright depositphotos.com

Bagi Gen Z, pilihan tawa bukan hanya soal kebiasaan, tapi strategi komunikasi. "Wkwk" terkesan lebih santai, bercanda, dan sering kali dipakai untuk meredam situasi awkward. Sedangkan "Haha" bisa terdengar datar, bahkan dingin bila dipakai berlebihan.

Makna tersembunyi dari pilihan tawa ini sering jadi penanda seberapa nyaman seseorang dalam DM-an. Satu huruf bisa mengungkap apakah mereka sedang menikmati percakapan atau hanya sekadar membalas karena merasa harus.

Sahabat Fimela, jangan remehkan makna tawa digital—itu bisa jadi barometer keakraban yang lebih jujur daripada emoji senyum.

6 dari 10 halaman

5. Bestie yang Jadi Sapaan Multiguna

5. Bestie yang Jadi Sapaan Multiguna./Copyright depositphotos.com

Kata "bestie" mengalami pergeseran dari arti harfiah "sahabat" menjadi istilah sapaan netral yang penuh kehangatan, bahkan kadang sarkas. Gen Z kerap menggunakan ini dalam konteks memanggil siapa saja—dari teman dekat, mutuals, hingga orang yang baru dikenal di media sosial.

Sapaan ini memecah kebekuan dan memberikan kesan hangat tanpa terlalu personal. Namun di sisi lain, "bestie" juga bisa menjadi lapisan ironi jika digunakan dalam konteks marah dengan gaya manis.

Sahabat Fimela, dalam dunia DM Gen Z, "bestie" bisa jadi pintu pembuka atau tameng sindiran—semuanya tergantung konteks dan intonasi.

7 dari 10 halaman

6. Iykwim: Kalau Tahu, Ya Tahu Aja

6. Iykwim: Kalau Tahu, Ya Tahu Aja./Copyright Fimela - Abel

"Iykwim" adalah singkatan dari if you know what I mean. Bagi Gen Z, ini jadi semacam kode eksklusif—ungkapan yang sengaja dibiarkan ambigu tapi sarat makna. Kata ini memperkuat chemistry dalam obrolan tanpa harus menjabarkan terlalu banyak.

Biasanya muncul dalam percakapan yang sedang flirtatious, sarkastik, atau penuh inside jokes. Jika dipahami, maka ikatan terjalin; jika tidak, ya berarti kamu belum cukup dekat.

Sahabat Fimela, iykwim adalah alat filter sosial yang sangat Gen Z—memilah siapa yang cukup ngerti untuk masuk dalam dunia kecil mereka.

8 dari 10 halaman

7. Istilah Valid Banget sebagai Stempel Persetujuan Tertinggi

7. Istilah Valid Banget sebagai Stempel Persetujuan Tertinggi./Copyright Fimela - Risang Abel

"Valid banget" tak sekadar berarti setuju. Ini adalah bentuk afirmasi total yang menunjukkan pengakuan terhadap opini atau perasaan seseorang. Gen Z menggunakan frasa ini untuk memberikan semangat, membenarkan pengalaman orang lain, atau menunjukkan solidaritas emosional.

DM yang diwarnai kata ini menciptakan ruang aman tanpa perlu penjelasan panjang. Itu seperti berkata, aku ngerti, aku ada di pihakmu dalam satu tarikan kalimat.

Sahabat Fimela, ungkapan ini menjadi bagian penting dari budaya empati digital yang dibentuk Gen Z lewat percakapan ringan tapi menguatkan.

9 dari 10 halaman

8. Menggunakan Meme atau Stiker sebagai Ekspresi Visual

8. Menggunakan Meme atau Stiker sebagai Ekspresi Visual./Copyright freepik.com/author/freepik

Alih-alih mengetik panjang, Gen Z sering mengekspresikan respons melalui stiker, meme, atau gif yang terasa sangat personal. Mereka tidak sekadar ingin menyampaikan isi pikiran, tapi juga suasana dan vibe.

Kadang satu stiker bisa mengungkap kekesalan tanpa perlu kata-kata, atau menghangatkan suasana tanpa perlu basa-basi. Ini adalah bentuk komunikasi emosional yang mengandalkan referensi budaya pop dan bahasa visual.

Sahabat Fimela, memahami stiker pilihan Gen Z sama pentingnya dengan memahami kata-kata mereka, karena dalam dunia digital, ekspresi visual adalah bahasa kedua yang sangat kuat.

10 dari 10 halaman

9. Seen Zone sebagai Strategi, Bukan Bentuk Acuh

9. Seen Zone sebagai Strategi, Bukan Bentuk Acuh./Copyright freepik.com/author/drazenzigic

Tidak semua balasan yang tertunda berarti lupa atau cuek. Seen zone, atau membiarkan pesan terbaca tanpa dijawab, sering digunakan sebagai bagian dari komunikasi pasif Gen Z. Ini bukan selalu bentuk penolakan, tapi strategi mengatur emosi atau menghindari percakapan yang melelahkan.

Ada jeda yang disengaja, dan di baliknya bisa jadi tersimpan proses berpikir atau menjaga ruang pribadi. Seen zone adalah cara mereka menjaga kendali atas intensitas komunikasi.

Sahabat Fimela, alih-alih dianggap bentuk ghosting, seen zone dalam konteks Gen Z bisa jadi cerminan cara mereka melindungi diri dari tekanan sosial digital.

Bahasa chatting Gen Z bukan sekadar tren, tapi cerminan dari kebutuhan generasi ini untuk bicara cepat, cerdas, dan penuh makna tersirat. Setiap kata, emoji, bahkan diamnya pesan, punya lapisan makna sosial yang membentuk dinamika hubungan yang unik.

Memahami istilah-istilah ini bukan hanya agar kita "kekinian", tapi juga agar lebih empati dan terhubung dalam cara yang benar-benar bermakna.