Membantu Anak Mengenali dan Mengelola Emosinya Sejak Dini

Anisya FandiniDiterbitkan 28 November 2025, 19:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Setiap anak pasti pernah merasa marah, sedih, atau takut. Namun, tak semua anak tahu bagaimana mengekspresikan perasaan itu dengan cara yang tepat. Di sinilah peran orang tua sangat dibutuhkan.

Kemampuan mengenali emosi sejak dini membantu anak memahami dirinya sendiri. Saat anak tahu apa yang ia rasakan, ia belajar menenangkan diri dan mengekspresikannya tanpa melukai orang lain. Ini menjadi pondasi penting dalam perkembangan sosial dan emosional mereka.

Mengelola emosi bukan keterampilan bawaan lahir, melainkan hasil dari bimbingan dan contoh yang konsisten. Dengan pendampingan yang tepat, anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang stabil secara emosional dan mampu berempati pada orang lain.

What's On Fimela
2 dari 6 halaman

1. Bantu Anak Mengenali Emosinya dengan Bahasa yang Sederhana

Menekan emosi dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental anak dalam jangka panjang.(Foto/Dok: pexels.com/Jep Gambardella)

Langkah pertama adalah membantu anak mengenali dan menamai perasaannya. Orang tua bisa menggunakan bahasa sederhana seperti, “Kamu kelihatan sedih, ya?” atau “Kamu marah karena mainannya rusak?” Dengan begitu, anak belajar bahwa setiap perasaan memiliki nama dan valid untuk dirasakan.

Gunakan buku cerita, gambar wajah ekspresif, atau permainan emosi untuk memperkaya pemahaman anak. Semakin sering anak mendengar kosakata emosi, semakin mudah ia mengekspresikan perasaannya tanpa kebingungan atau ledakan.

3 dari 6 halaman

2. Jadilah Contoh dalam Mengelola Emosi

Ajak ngobrol anak dengan tenang. (foto: jcomp/freepik)

Anak belajar terutama dari meniru orang tuanya. Jika orang tua bisa mengendalikan emosi saat marah atau kecewa, anak pun akan meniru pola tersebut. Tunjukkan bahwa perasaan negatif bisa dikelola dengan cara sehat—seperti menarik napas, berbicara dengan tenang, atau menenangkan diri sejenak. Alih-alih menuntut anak untuk “jangan marah,” orang tua bisa berkata, “Mama juga pernah marah, tapi Mama belajar tenang dulu.” Pendekatan ini menanamkan kesadaran bahwa emosi boleh dirasakan, tapi perlu dikelola dengan bijak.

4 dari 6 halaman

3. Validasi dan Dengarkan Perasaan Anak

Anak sensitif dan mudah menangis hanya perlu bimbingan dari orang tua untuk membantu mengelola emosi mereka. Berikut caranya. (Foto: Unsplash.com/Omar Lopez).

Terlalu sering, orang tua tanpa sadar menyepelekan emosi anak dengan kalimat seperti “Ah, gitu aja nangis.” Padahal, bagi anak, perasaan itu nyata dan penting. Dengan mendengarkan dan memvalidasi, anak merasa aman untuk terbuka. Katakan, “Mama tahu kamu kecewa karena mainannya diambil.” Validasi seperti ini mengajarkan anak bahwa setiap perasaan diterima, meski perilaku yang menyertainya tetap perlu diarahkan.

5 dari 6 halaman

4. Ajarkan Strategi Mengelola Emosi dengan Cara Menyenangkan

Mengajarkan emosi kepada anak./copyright pexels/Lina Kivaka

Anak-anak lebih mudah belajar lewat permainan atau aktivitas kreatif. Ajak mereka menggambar perasaannya, melakukan teknik pernapasan, atau bermain peran dengan boneka untuk mengekspresikan marah dan bahagia.

Melalui kegiatan ini, anak belajar bahwa ada cara yang sehat untuk menyalurkan emosi. Kegiatan seperti yoga anak, journaling sederhana, atau bermain musik juga bisa jadi sarana ekspresi positif.

6 dari 6 halaman

5. Bangun Lingkungan yang Aman Secara Emosional

Conscious parenting berarti mengajak orang tua untuk hadir sepenuhnya dalam setiap momen bersama anak. Pendekatan ini menekankan pentingnya kesadaran diri, pengelolaan emosi, dan komunikasi yang penuh empati. [Dok/freepik.com/Lifestylememory]

Rumah seharusnya menjadi tempat aman bagi anak untuk mengekspresikan dirinya. Orang tua bisa menciptakan suasana penuh penerimaan dengan tidak menghakimi dan memberikan pelukan saat anak sedang kesal. Konsistensi dan kehangatan menjadi kunci. Anak yang merasa aman akan lebih mudah terbuka, mendengarkan arahan, dan belajar mengatur emosinya dengan baik.

Membantu anak mengenali dan mengelola emosinya sejak dini adalah investasi jangka panjang dalam pembentukan karakter. Ketika anak memahami emosinya, ia tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga matang secara emosional. Dan pada akhirnya, kemampuan ini akan menjadi bekal penting untuk menghadapi dunia dengan hati yang kuat dan empati yang luas.