Sukses

Fashion

5 Desainer Tutup Jakarta Fashion Week 2018 yang Telah Digelar Sepekan

Sebagai penutup gelaran fashion bergengsi Jakarta Fashion Week (JFW) 2018, Dewi Fashion Knights (DFK) kembali digelar untuk kesembilan kalinya. Untuk tahun ini, DFK mengangkat tema Modernism.

Modernism sendiri diartikan sesuai dengan situasi Indonesia atau dunia sekarang di mana terjadi banyak perubahan seperti globalisasi, urbanisasi, teknologi, pergeseran nilai-nilai, dan meledaknya informasi.

"Tak ketinggalan ketegangan politik dan pencarian indentitas. Hal ini terasa chaos. Modernism ialah upaya memberikan respon yang rasional terhadap keadaan tersebut. Mencari order dan keindahan yang tenang di antara gejolak perubahan," ujar Hidayat Jati, Panelis DFK 2017.

DFK kali ini menampilkan lima desainer terpilih yang dianggap memiliki prestasi dan dirasa sanggup menafsirkan tema koleksi ini. Desainer-desainer tersebut di antaranya adalah Toton, Peggy Hartanto, Major Minor, Rani Hatta, dan Hian Tjen.

Karya desainer Toton/copyright Vemale.com/Anisha

Toton memunculkan subkultur Punk pada akhir tahun 1970an. Toton menganggap salah satu medium untuk mengekspresikan rasa ialah bunga. "Saya menggunakan bahan daur ulang. Sepuluh look tersebut dibuat dari sisa bahan ada di studio saya, tidak ada bahan baru," ujarnya.

Peggy Hartanto terinspirasi dari ledakan di Fukushima yang menyisakan kota-kota tidak berpenghuni. Para warga terpaksa pergi agar tidak terkontaminasi oleh sisa zat radioaktif pasca ledakan, yang dapat membuat kesehatan manusia dan hewan terganggu. Siluet kupu-kupu pun dipilihnya, dengan mengeskplor material wol.

Karya desainer Hian Tjen/copyright Vemale.com/Anisha

Major Minor, salah satu desainer yang tampil di DFK, terinspirasi dari Pablo Picasso dan Henri Matisse, dua pelukis ini menurut desainer Major Minor, Ari Seputra, sebagai penanda modernisme lewat garis desain dalam kanvasnya.

"Inspirasi kami selalu dari culture, art object, dan kehidupan sehari-hari," ujarnya. Major Minor pun menampilkan sebuah paradoks yang tertuang dalam warna hitam putih.

Lalu ada desainer Rani Hatta yang mengangkat tema Genderless Fashion. Menurut Rani, di masa depan, batasan antara busana wanita dan pria bisa jadi semakin lebur. Hal yang lebih dikedepankan ialah bentuk mengikuti fungsi.

Karya desainer Rani Hatta/copyright Vemale.com/Anisha

"Jika saya mendesain baju berpotongan feminim, pria tidak bisa pakai. Tapi sebaliknya, jika saya mendesain pakaian yang maskulin, pria dan wanita bisa pakai," ujar Rani. Koleksinya kali ini menggunakan warna-warna seperti hitam, putih, dan abu-abu dengan sentuhan metalik.

Dan yang terakhir adalah desainer kenamaan Hian Tjen. Ia mengedepankan gaya wanita tahun 1960an dengan menggunakan warna-warna hitam, emas, putih, dan hijau.

(vem/asp/feb)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading