Sukses

Lifestyle

Editor Says: Mengisi Waktu Masa Remaja Menjadi Groupies

Fimela.com, Jakarta Sebelum menginjak usia dewasa, seseorang tentunya akan menginjak masa remaja terlebih dahulu. Termasuk saya dan Anda pastinya. Menurut beberapa ahli yang bukunya pernah saya baca saat kuliah, usia remaja sendiri dibagi menjadi 3, yakni usia remaja awal 12-15 tahun, remaja pertengahan 15-18 tahun, remaja akhir 18-21 tahun.

Dari ketiga golongan usia di atas, dapat dikatakan jika masa usia remaja terhitung ketika seseorang memasuki SMP hingga pertengahan semester saat kuliah. Sebagai anak PNS yang namanya sudah tidak dalam hitungan anggota ASKES (Kini BPJS), tentunya saya sendiri telah melewati ketiga masa remaja tersebut. Hayoo.. Tebak berapa usia saya saat ini? ((( LAU SOKAP, WOY?! )))

Membahas masa remaja, saya merasa berbeda dengan teman-teman sebaya saya pada saat itu. Saya memiliki ketertarikan yang begitu tinggi dengan band-band indie raja pensi (pentas seni) yang tengah hits di era 2000-an dibanding teman-teman perempuan di SMP saya pada saat itu. Hingga pada akhirnya membuat saya jatuh cinta dengan satu band bernama Club Eighties. Iya, Club Eighties yang sekarang banyak orang anggap sudah bubar. Hiks.

 

Foto kiriman Clubeighties (@myclubeighties) pada

Di mana ada gula, di situ ada semut. Mungkin sederhana itu pula saya menggambarkan tentang hubungan dua arah antara sebuah band dengan para penggemarnya, “di mana ada band, di situ ada penggemar”. Sebagai penggemar yang lagi gemar-gemarnya, saya merasa tak sebatas sampai pada definisi KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yakni orang yang menggemari (kesenian, permainan, dan sebagainya). Saya merasa lebih dari itu.

Saya masih ingat betul, bagaimana saat itu, saya yang masih duduk di bangku 3 SMP mencari tahu tentang Clubbers (sebutan fanbase), markas, dan jadwal manggung mereka hingga memaksa ayah saya untuk membeli album terbaru dan menemani saya untuk menonton aksi panggung band yang digawangi oleh mantan suami Masayu Anastasia itu. Namun, sayangnya ayah dan ibu saya tak merestui agar saya menjadi lebih dari sekadar fans; groupies. Eits, tapi ini bukan groupies seperti Connie Hamzy, ya! >.<

 

Foto kiriman Clubeighties (@myclubeighties) pada

Lulus SMP dan meneruskan ke jenjang SMK membuat saya semakin gampang-gampang susah untuk mengikuti pertunjukan panggung mereka. Gampang karena akses internet semakin mudah dijangkau dari sekolah sehingga informasi mudah didapat, gampang karena saya sudah memiliki beberapa teman dari fanbase mereka, susah karena orangtua masih tidak mengizinkan dan teman-teman saya tidak ada yang seperti saya; menjadi groupies Club Eighties.

Menjadi Groupies di Masa Remaja

Waktu bergulir, singkat kisah, saya pun semakin aktif menjadi groupies. Tentunya dengan restu orangtua saya yang semakin mencair. Ihiy! Saya memang bukan penggemar Club Eighties sejak awal mereka eksis, tapi menjadi bagian dari band yang terbentuk sejak 1997 ini saya merasa beruntung. Bersama para penggemar lainnya yang tergabung dalam Clubbers, saya bisa belajar dan mendapatkan banyak hal yang tidak saya dapatkan di dalam ruang kelas.

Bergabung dalam sebuah komunitas, selain bisa berada pada barikade terdepan saat konser dan memiliki banyak teman baru yang ‘seiman’, berinteraksi dengan banyak orang dari bermacam golongan, suku, usia, dan pekerjaan lainnya membuat saya mengerti bagaimana cara menghadapi seseorang sesuai dengan latar belakangnya. Mengenal watak seseorang dari cara bicara. Mengetahui tipe-tipe orang dari caranya memecahkan masalah. Melihat sebuah hal dari berbagai sudut pandang, dan lebih update soal tren yang lagi hits selain Club Eighties tentunya.

 

Foto kiriman Clubeighties (@myclubeighties) pada

Bergaul dengan teman yang ‘seiman’ saat itu bahkan membuat saya mampu sedikit demi sedikit ‘merangkul’ teman-teman yang awalnya menganggap saya sombong karena terlalu banyak bermain dengan teman-teman di luar sekolah menjadi akrab dengan teman-teman saya di komunitas juga. Bahkan, tak disangka seorang teman sekolah yang saya kenalkan dengan teman Clubbers sampai ada yang berpacaran dan menikah. :)))

Jika beberapa groupies pada umumnya memiliki kedekatan emosional yang cukup erat sampai mendatangi rumah personel atau markas mereka dan bertingkah ekstrem lainnya untuk mendapatkan hal-hal tertentu, saya dan teman-teman saya di sini lebih menempatkan diri sebagai groupies yang sewajarnya. Mendukung tanpa maksud terselubung. Memuja tanpa harus mengganggu privasi mereka.

 

Foto kiriman Clubeighties (@myclubeighties) pada

Dibanding dengan para personel Club Eighties yang saya kagumi, menjadi groupies membuat saya lebih dekat dengan sesama. Banyak kegiatan yang kami lakukan agar lebih berguna selain menjadi pendukung lima anak manusia dalam berkarya. Seperti mengumpulkan dana bakti sosial, aktif dalam setiap penggalangan dana musibah, atau sekadar menonton film-film yang dibintangi oleh salah satu personel Club Eighties. Emm wait, yang terakhir berguna apanya, ya? 

Mengisi waktu masa remaja menjadi groupies juga membuat saya seperti memiliki identitas di mata orang-orang yang mengenal saya. Dengan mudah, mereka mengingat saya dengan embel-embel Club Eighties atau Clubbers. Bahkan, terakhir saya bertemu teman lama saat SMP, hal pertama yang mereka tanyakan ialah bukan kabar, melainkan “Hey, masih suka sama Club Eighties?”, meski pada akhirnya mereka bilang, “Yaelah.. Kayak Club Eighties masih ada aja. Bukannya udah bubar?”. Hahaha sial!

 

Video kiriman Clubeighties (@myclubeighties) pada

Dibanding dengan remaja masa kini yang lebih banyak menghabiskan waktu di balik layar dan koneksi internet, saya merasa lebih beruntung bisa menjadi bagian dari fanbase dan groupies. Bertemu banyak orang baru, berinteraksi dengan mereka, dan menjalin persaudaraan tanpa ikatan darah.

Saya juga tidak menyesali keputusan mengisi waktu masa remaja saya menjadi groupies dan penikmat musik pada zamannya. Menjadi groupies mengajarkan saya tentang arti loyalitas dan ketulusan. Mungkin menjadi groupies saya cari hanya kepuasan pribadi, tapi saya menyadari jika seburuk apapun yang terjadi pasti ada sisi positif lain yang bisa dipetik.

Kini, di tengah kondisi Club Eighties yang ‘pincang’ karena ditinggal dua personel andalannya, apakah Clubbers masih tetap ada untuk menyaksikan aksi panggung mereka di barisan paling depan? Jawabannya, definitely yes! Sebab, hubungan kami dengan para personel bukan lagi sekadar idola dan penggemar, namun juga seperti keluarga yang selalu support satu sama lain.

Meski tidak seaktif dulu, namun jika saya masih ada waktu dan kesempatan, saya akan berusaha untuk menyaksikan Lembu, Yton, dan Cliff beraksi di atas panggung. Namun,di usia saya yang sekarang, menyaksikan mereka bukan lagi untuk menjadi yang terdepan. Melainkan sebagai pembangkit memori betapa beruntungnya saya pernah menyaksikan mereka pada masa jaya sebelum akhirnya berjuang dengan sisa-sisa energy yang ada. 

Jika saya menghabiskan masa remaja (bahkan hingga kini) menjadi groupies, lantas, bagaimana Anda menghabiskan masa remaja Anda?

Febriyani Frisca

 

Editor Kanal Unique Bintang.com

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading