Mengapa Orangtua Merasa Kehilangan Jati Diri Setelah Punya Anak?

Nabila MecadinisaDiterbitkan 15 Oktober 2025, 16:11 WIB

ringkasan

  • Transisi menjadi orang tua, khususnya ibu, sering memicu "matrescence" atau krisis identitas pascapersalinan akibat pergeseran prioritas, hilangnya spontanitas, dan tuntutan fisik-emosional.
  • Identitas profesional dan sosial dapat terpengaruh signifikan, dengan banyak orang tua menolak peluang karier dan mengalami perubahan lingkaran pertemanan.
  • Mengakui perasaan kehilangan jati diri sebagai bagian normal dari transisi ini, mencari dukungan, dan meluangkan waktu untuk diri sendiri sangat penting untuk menemukan kembali identitas yang diperkaya.

Fimela.com, Jakarta Menjadi orang tua adalah salah satu perjalanan paling transformatif dalam hidup seseorang, yang tidak hanya membawa kebahagiaan tetapi juga perubahan mendalam pada identitas diri. Banyak orang tua, terutama ibu, melaporkan perasaan kehilangan jati diri setelah memiliki anak. Fenomena ini dikenal sebagai "matrescence" atau krisis identitas pascapersalinan, yang melibatkan pergeseran psikologis dan emosional yang signifikan.

Matrescence melibatkan perubahan psikologis dan emosional yang mendalam, seringkali menyebabkan perasaan kehilangan identitas pra-orang tua. Ini adalah transisi normal yang membentuk kembali nilai dan persepsi diri, bukan sekadar tanggung jawab baru yang harus diemban. Proses ini memang membutuhkan adaptasi besar dari individu.

Perasaan ini dapat muncul karena berbagai faktor, mulai dari pergeseran prioritas hidup yang drastis hingga tuntutan fisik dan emosional yang intens. Memahami penyebabnya membantu orang tua menavigasi fase penting ini dengan lebih baik, sehingga dapat menemukan kembali keseimbangan diri.

2 dari 4 halaman

Pergeseran Prioritas Hidup dan Hilangnya Spontanitas

Sahabat Fimela, setelah memiliki anak, fokus utama kehidupan orang tua secara otomatis beralih ke buah hati. Semua waktu dan energi kini tercurah untuk merawat si kecil, membuat kebutuhan pribadi seringkali tergeser jauh ke belakang. Ini adalah perubahan fundamental yang dialami hampir setiap orang tua baru.

Psikolog klinis Dr. Natasha Thapar-Olmos menjelaskan bahwa secara evolusioner, orang tua memang terdorong untuk mengesampingkan kebutuhan diri demi kelangsungan hidup anak. Pergeseran prioritas ini dapat menghilangkan ambisi atau tujuan di luar peran pengasuhan, menciptakan kekosongan dalam diri.

Selain itu, orang tua baru seringkali merasa kehilangan spontanitas dan kemandirian yang sebelumnya dinikmati. Aktivitas seperti waktu luang, hobi, dan kehidupan sosial yang dulu mudah dilakukan kini harus dikorbankan demi rutinitas anak yang padat. Hal ini bisa memicu rasa frustrasi.

Banyak ibu merindukan masa-masa bisa pergi bekerja atau melakukan kegiatan di luar rumah tanpa beban pikiran. Rutinitas harian yang terfokus pada anak, dari bangun pagi hingga tidur larut malam, dapat menyebabkan kejenuhan dan perasaan terisolasi yang mendalam.

3 dari 4 halaman

Tantangan Identitas Profesional dan Sosial

Bagi banyak perempuan, identitas profesional mereka dapat terpengaruh secara signifikan setelah menjadi ibu. Survei Headway menunjukkan bahwa 57% orang tua bahkan menolak kesempatan karier karena tuntutan pengasuhan yang tidak bisa dihindari. Ini menunjukkan betapa besar dampaknya pada jalur karier.

Perubahan neurologis dan struktural setelah melahirkan dapat menyulitkan ibu baru untuk mereplikasi fungsi sebelumnya di tempat kerja. Hal ini seringkali menciptakan benturan identitas antara peran sebagai ibu dan seorang profesional yang kompeten, menimbulkan dilema besar.

Lingkaran pertemanan juga dapat berubah drastis, Sahabat Fimela. Frekuensi interaksi sosial yang menurun dan fokus pada kegiatan ramah keluarga membuat koneksi lama mungkin memudar, sementara koneksi baru belum sepenuhnya terbentuk. Ini bisa memperparah rasa kesepian.

Tuntutan fisik dan emosional yang intens, seperti kurang tidur dan tantangan menyusui, turut memperparah kondisi ini. Perubahan hormon signifikan selama dan setelah kehamilan juga berkontribusi pada krisis identitas pascapersalinan, yang memerlukan perhatian khusus.

4 dari 4 halaman

Ekspektasi Sosial dan Pergeseran Psikologis Mendalam

penasaran mengapa orangtua kehilangan jati diri setelah punya anak? (Foto/Dok: freepik.com)

Perbandingan diri dengan orang lain, terutama di media sosial, dapat memperburuk perasaan tidak mampu atau kehilangan identitas. Ekspektasi masyarakat tentang "ibu yang baik" seringkali menambah tekanan, membuat ibu merasa harus mengorbankan diri sepenuhnya demi memenuhi standar tersebut.

Parenthood melibatkan pergeseran psikologis mendalam yang dikenal sebagai fase individuasi ketiga. Fase ini membentuk kembali identitas, nilai, dan persepsi diri, bukan hanya tentang mengambil tanggung jawab baru, tetapi juga menyesuaikan rasa diri untuk mencakup perawatan orang lain.

Perasaan bingung, sedih, tidak berharga, atau mati rasa adalah gejala umum dari krisis identitas pascapersalinan. Jika tidak ditangani dengan baik, kondisi ini berpotensi mengarah pada depresi atau kecemasan pascapersalinan yang lebih serius dan membutuhkan bantuan profesional.

Meskipun perubahan ini bisa terasa menantang, penting untuk diingat bahwa perasaan kehilangan jati diri adalah bagian normal dari transisi menjadi orang tua. Mengakui perasaan ini, mencari dukungan, dan meluangkan waktu untuk diri sendiri adalah langkah penting untuk menemukan kembali identitas baru yang diperkaya oleh peran sebagai orang tua.