Kebiasaan Akhir Pekan Ini dapat Memperburuk Kualitas Tidur

Vallerie Angelique EffendiDiterbitkan 05 Desember 2025, 09:45 WIB

Fimela.com, Malang - Akhir pekan sering menjadi waktu untuk bersantai, tidur lebih lama, atau menikmati satu-dua gelas minuman bersama teman. Namun, kebiasaan ini ternyata dapat berdampak lebih besar pada kualitas tidur daripada yang kita kira. Sebuah studi internasional berskala besar menemukan bahwa gejala obstructive sleep apnea (OSA), salah satu gangguan tidur yang menyebabkan pernapasan melambat atau berhenti, cenderung memburuk pada akhir pekan. Temuan ini mengingatkan bahwa pola tidur yang tidak konsisten bisa memberi dampak signifikan, bahkan hanya terjadi dua hari dalam seminggu.

Para peneliti memperkenalkan istilah “social apnea” untuk menggambarkan peningkatan gejala OSA yang dipicu oleh kebiasaan akhir pekan seperti tidur larut, bangun lebih siang, dan konsumsi alkohol. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada mereka yang telah terdiagnosis OSA, tetapi juga dapat memicu gejala serupa pada individu tanpa riwayat gangguan tidur. Selain faktor perilaku, ketidakpatuhan terhadap terapi OSA seperti mesin CPAP juga meningkat di akhir pekan. Kombinasi faktor-faktor ini membuat akhir pekan menjadi waktu yang berisiko bagi kualitas napas dan tidur.

Melalui analisis terhadap lebih dari 70.000 peserta di seluruh dunia, penelitian tersebut menemukan bahwa seseorang memiliki kemungkinan 18% lebih tinggi mengalami OSA sedang hingga berat pada hari Sabtu dibanding hari Rabu. Bahkan, tidur tambahan selama 45 menit atau lebih pada akhir pekan dapat meningkatkan risiko gejala yang lebih parah hingga 47%. Data ini menegaskan bahwa perubahan rutinitas kecil sekalipun dapat berdampak besar pada ritme biologis tubuh.

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Mengapa ‘Social Apnea’ Memburuk pada Akhir Pekan

Tetapkan Jadwal Tidur yang Konsisten./Copyright freepik.com

Kebiasaan akhir pekan sering menggeser jadwal tidur secara drastis, menyebabkan masalah seperti “social jetlag”. Menurut para ahli tidur, tubuh manusia bekerja optimal dengan ritme yang konsisten, perubahan beberapa jam saja dapat membuat tidur menjadi lebih ringan dan mudah terfragmentasi. Bahkan pada individu tanpa OSA, gejala seperti lemas di Senin pagi, peningkatan keinginan makan manis, dan penurunan fokus dapat muncul. Kondisi ini memperlihatkan bagaimana sistem sirkadian sangat peka terhadap perubahan pola harian. 

Penelitian menunjukkan gejala social apnea lebih kuat pada pria dan orang dewasa di bawah usia 60 tahun, tetapi siapa pun dengan ritme akhir pekan yang berbeda jauh dari hari kerja berpotensi merasakannya. Kelompok seperti pekerja shift dan orang tua dengan anak kecil termasuk yang paling rentan.

3 dari 4 halaman

Dampak Jangka Panjang dari Kualitas Tidur yang Buruk

Kebiasaan yang memperburuk kualitas tidur

Tidur berkualitas rendah meski hanya terjadi di akhir pekan dapat memberi dampak serius pada kesehatan fisik dan mental. Pola tidur yang tidak teratur dapat mengurangi fase tidur dalam dan REM, dua tahap penting untuk pemulihan tubuh dan stabilitas emosi. 

Ketidakseimbangan ini juga memengaruhi hormon seperti leptin dan ghrelin, yang mengatur rasa lapar dan kenyang, sehingga meningkatkan risiko makan berlebihan dan kenaikan berat badan. Berat badan ekstra, terutama di area leher, dapat memperburuk OSA. Selain itu, konsumsi makanan berat larut malam dan alkohol dapat mengganggu pencernaan serta memperburuk gangguan pernapasan saat tidur. Dalam jangka panjang, gangguan tidur memengaruhi suasana hati, kemampuan fokus, hingga kualitas hubungan sosial.

4 dari 4 halaman

Perubahan Gaya Hidup untuk Meningkatkan Kualitas Tidur

Kebiasaan yang memperburuk kualitas tidur. (Foto: Unsplash.com/Bruce Mars)

Ahli tidur menyarankan untuk menjaga waktu bangun yang konsisten, bahkan pada akhir pekan, sebagai langkah pertama menjaga ritme sirkadian tetap stabil. Jika terpaksa tidur lebih larut, usahakan tidak bangun terlalu siang keesokan harinya untuk menghindari social jetlag. Tidur siang singkat selama maksimal 30 menit dapat membantu membayar “utang tidur” tanpa mengganggu jadwal malam. 

Mengatur konsumsi alkohol juga penting, misalnya dengan mengganti setiap gelas minuman beralkohol dengan air putih untuk mencegah dehidrasi dan mengurangi relaksasi berlebihan pada otot tenggorokan. Selain itu, makan malam berat sebaiknya selesai dua hingga tiga jam sebelum tidur agar pencernaan tidak mengganggu istirahat. Akhir pekan juga sebaiknya menyertakan waktu pemulihan, seperti aktivitas ringan setelah malam yang panjang.

Konsep “social apnea” mengingatkan kita bahwa kesehatan tidur bukan hanya persoalan medis, tetapi juga berkaitan dengan kualitas kehidupan sosial dan emosional. Perubahan kecil dalam rutinitas akhir pekan dapat memberikan perlindungan besar bagi kesehatan tubuh, suasana hati, dan hubungan dengan orang-orang terdekat. Dengan lebih memahami respons tubuh terhadap pola hidup harian, kita dapat membangun kebiasaan yang lebih selaras dan mendukung tidur yang benar-benar restoratif.